Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hampir tiga bulan perusahaan Korea Selatan jadi bahan percakapan para penyedia jasa manajemen risiko kredit lokal. Inti pembicaraan berkisar pada rencana biro kredit Negeri Ginseng itu masuk ke pasar Indonesia. "Kami dengar dari pemain di pasar internasional," kata Direktur Utama PT Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu di Bursa Efek Jakarta, Rabu dua pekan lalu.
Bagi Abimanyu, kabar masuknya biro kredit Korea Selatan itu cukup menarik perhatian. Sebab, sejak Bank Indonesia membuka keran buat swasta ikut mengelola informasi kredit nasabah Indonesia pada 2013, baru dua perusahaan yang sudah menjual jasanya di Indonesia. Mereka adalah Pefindo dan PT Kredit Biro Indonesia Jasa (KBIJ). "Kalau perusahaan Korea mau masuk, artinya biro kredit internasional melihat pasar Indonesia memang bagus," ujar Abimanyu.
Abimanyu memproyeksikan, bila industri ini sudah matang, biro kredit tidak sulit meraup pendapatan hingga Rp 100 miliar per tahun. Di Korea, ada dua pemain besar biro kredit, yaitu Nice Group dan Korea Bureau Credit (KBC). Nama yang terakhir ini sejak dua tahun lalu bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan menyiapkan sistem informasi kredit yang bisa diakses publik.
Jauh sebelum ada kabar masuknya biro kredit asal Korea, Abimanyu sudah tahu ada raksasa biro kredit global yang tinggal menunggu waktu beroperasi di Indonesia. Ia adalah CRIF, biro kredit yang berbasis di Bologna, Italia. CRIF membuka kantornya di Indonesia sejak November 2012. Baru pada Januari 2016 perusahaan ini mengantongi izin prinsip sebagai biro kredit swasta. "Tapi saat itu kami tidak tahu siapa mitra lokalnya," ucap Abimanyu.
Rekan lokal menjadi salah satu syarat masuknya biro kredit asing. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/11/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan menyebutkan kepemilikan saham entitas asing di perusahaan biro kredit maksimal 20 persen. Seorang praktisi biro kredit yang tahu proses masuknya CRIF mengatakan perusahaan itu semula berselisih dengan rekan lokalnya. Itulah yang membuat CRIF belum kunjung mengantongi izin operasi. CRIF semestinya sudah mengantongi izin operasi maksimal 18 bulan sejak mengantongi izin prinsip atau sekitar Juni lalu.
"Sebelum gugur, CRIF mengganti pemegang saham lokal dan mengajukannya kembali ke Otoritas Jasa Keuangan," ujar praktisi tersebut. Pergantian pemegang saham lokal itulah yang memperpanjang "umur" izin prinsip CRIF.
Dalam dokumen pendirian perusahaan patungan antara CRIF dan partner lokal baru yang salinannya diperoleh Tempo PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan (CLIK), sebagai perusahaan baru, disahkan pendiriannya pada 26 Mei 2017. CRIF mengempit 20 persen saham CLIK, masing-masing 15 persen digenggam PT Wahyu Data Teknologi dan PT Valdo Analytic Services serta 50 persen dikuasai PT Bintang Mulia Andalan.
Berdasarkan dokumen tersebut, partner utama CRIF sebetulnya Bosowa Corporation. Kelompok usaha yang didirikan Aksa Mahmud- adik ipar Wakil Presiden Jusuf Kalla- tersebut masuk melalui Bintang Mulia Andalan (BMA). Berdasarkan salinan dokumen pendirian BMA, 60 persen saham perusahaan itu dimiliki PT Unggulan Cipta Sejahtera, perusahaan yang 60 persen sahamnya dikuasai Sadikin Aksa dan 30 persen oleh adiknya, Subhan Aksa. Sisanya dikuasai Eddy Indrayadi. Dirjo Santoso, salah satu Direktur Bosowa Corp, menjadi Direktur Unggulan Cipta.
Adapun 40 persen saham BMA lainnya dipegang PT Global Integrasi Prima. Eddy menguasai 50 persen saham Global. Dia berbagi rata dengan Andree Santoso. Praktisi biro kredit yang tahu seluk-beluk kerja sama CRIF dan Bosowa mengatakan ujung dari pemilik saham BMA itu adalah Bosowa.
Komisaris Utama Bosowa Corporation Erwin Aksa mengakui perusahaannya berkongsi dengan CRIF mendirikan CLIK. Namun, lewat pesan WhatsApp, Selasa dua pekan lalu, anak sulung Aksa Mahmud itu mengakui tidak mengetahui detail perkembangan kerja sama perusahaan dengan CRIF. "Saya enggak mengikuti," ujar Erwin. "Sadikin yang tahu."
Saat dimintai konfirmasi melalui telepon, Kamis dua pekan lalu, seorang perempuan bernama Junita, yang mengaku sebagai sekretaris Sadikin, mengatakan bosnya sedang rapat direksi Bosowa di Menara Karya, Jakarta. Sejumlah pertanyaan telah disampaikan lewat Junita. Namun, hingga akhir pekan lalu, Sadikin tidak merespons pertanyaan yang diajukan. Adapun Managing Director CRIF Indonesia yang juga Direktur Utama CLIK, Leonardo Lapalorcia, belum menjawab konfirmasi yang dilayangkan melalui surat elektronik.
Masuknya Bosowa di CLIK tidak hanya memperpanjang umur izin prinsip yang sebelumnya telah dikantongi CRIF. Lebih jauh, menurut seorang praktisi biro kredit, CLIK akan mendapat karpet merah agar izin operasi mereka bisa terbit sebelum tutup pada 2017. "OJK akan segera menerbitkan izin usaha mereka," kata praktisi itu. Ia menyebutkan CLIK harus segera mendapat izin operasi agar mereka bisa memperoleh data rekam jejak kredit nasabah dalam sistem informasi debitor (SID) bikinan Bank Indonesia. SID akan ditutup mulai Januari 2018. Sistem Layanan Informasi Kredit (SLIK) bikinan OJK akan menggantikan keberadaan SID.
Sistem informasi debitor ini dibangun Bank Indonesia pada 2005. Sejak Juli 2016, Bank Indonesia memasok data SID kepada Pefindo. Adapun KBIJ menerima pasokan dua bulan kemudian. Dua biro kredit inilah yang lebih dulu mendapat pasokan data jejak kredit 96,4 juta nasabah kredit perbankan hingga lembaga pembiayaan.
Abimanyu mengakui biro kredit mana pun yang sempat mengolah data SID akan selangkah lebih maju ketimbang lainnya. Sebab, cakupan data SID lebih lama. "Otomatis karena datanya lebih panjang," ucap Abimanyu. Data histori kredit nasabah dalam SLIK, menurut Abimanyu, hanya merekam selama satu tahun terakhir. "Biro kredit yang dapat data SID pasti lebih lengkap."
Saat ini data SID berasal dari 120 bank umum yang wajib melaporkan histori kredit nasabahnya. Selain bank umum, 1.272 bank perkreditan rakyat beraset di atas Rp 10 miliar dan penyedia kartu kredit nonbank wajib menyuplai data ke SID. Selebihnya, lembaga keuangan nonbank, seperti asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, hanya sukarela melapor.
Otoritas Jasa Keuangan membantah bakal memberikan karpet merah buat CLIK. Menurut Direktur Informasi Perbankan OJK Ferial Ahmad, OJK akan memberikan perlakuan yang sama terhadap semua biro kredit, termasuk buat CLIK. Sampai saat ini, kata Ferial, CLIK masih menahan izin prinsipnya dan belum mengajukan permohonan izin usaha.
Menurut Ferial, histori kredit di SLIK, yang hanya memuat data 12 bulan terakhir, bukanlah masalah besar. Sebab, data 12 bulan di SLIK itu sudah mewakili data yang lebih lama terekam di SID. "Ada di gudang data," ujarnya. "Tapi untuk melihatnya butuh proses." Itu sebabnya, untuk sementara SLIK hanya akan menampilkan data 12 bulan terakhir.
SLIK sendiri, menurut Ferial, lebih komplet ketimbang SID. Apalagi mulai 2019 semua BPR dengan aset berapa pun, termasuk lembaga pembiayaan, wajib melaporkan histori kredit nasabahnya. Rezim SID sebaliknya tidak mewajibkan mereka menyetorkan data. SLIK juga sudah menggunakan nomor induk kependudukan sebagai nomor identifikasi nasabah. "Ini membuat akses perbankan dan biro kredit ke data kredit nasabah lebih cepat," ujar Ferial.
Agar data histori nasabah lebih lengkap, KBIJ dan Pefindo Biro Kredit mesti menambalnya dengan data lain. Dari data tagihan listrik, data perkara hukum nasabah, hingga data kependudukan dari lembaga pemerintah. "Untuk mendapat data pelengkap itu harus kerja sama dulu dengan lembaga-lembaga ini," ujar Abimanyu. Masalahnya, menurut Abimanyu, industri biro informasi kredit ini masih baru. Banyak institusi ragu membagi data.
Sejak beroperasi pada 2016, menurut Abimanyu, dua lembaga biro kredit masih terus berinvestasi. Dia memprediksi tahap investasi bakal berlanjut hingga tahun ketiga sampai kelima. Maka, kata dia, siapa pun yang bisa bertahan di industri ini adalah mereka yang punya modal tangguh. "Bosowa modalnya gede," tuturnya. "Apalagi mereka juga sudah punya bisnis multifinance, bank, serta sekuritas."
Khairul Anam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo