Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

16 Januari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iran
Perginya Mantan Presiden Reformis

PRESIDEN Hassan Rouhani kehilangan rekan terdekatnya dalam mendorong moderasi di Iran. Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, mantan presiden yang terkenal reformis dan moderat, wafat akibat serangan jantung pada usia 82 tahun, Ahad pekan lalu.

"Islam telah kehilangan harta berharga, sedangkan Iran kehilangan jenderal yang luar biasa. Revolusi Islam kehilangan pengusung panji yang berani dan sistem Islam kehilangan individu yang langka," kata Rouhani seperti dikutip BBC. Rouhani dilaporkan berada di sisi Rafsanjani sewaktu para dokter berjuang menyelamatkannya di Rumah Sakit Teheran.

Ratusan ribu orang memadati jalanan di Teheran untuk mengantar presiden yang memerintah Iran pada 1989-1997 itu. Sepeninggal Rafsanjani, banyak kalangan khawatir Iran jatuh ke tangan garis keras.

Siprus
Kesempatan Damai Terakhir

DIALOG perdamaian Siprus di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jenewa, Swiss, berliku dan lamban. Perdamaian antara etnis Turki dan Yunani di Siprus didambakan sejak 1974, tapi hal itu tak kunjung tercapai.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa pertemuan pada Kamis pekan lalu itu adalah kesempatan terakhir untuk menyelesaikan krisis politik terlama di dunia tersebut.

Juru bicara etnis Turki di Siprus, Baris Burcu, menyatakan dua peta dari tiap pihak telah diserahkan kepada PBB. Nanti hal itu akan dibahas dan disatukan. "Pembahasan peta kompromi akan dijadwalkan kemudian," tulis Euronews.

Tanpa kesepakatan perdamaian, Pulau Siprus akan tetap terbelah dan bergolak. Para menteri luar negeri penjamin, yakni Turki dan Yunani, serta bekas penguasa kolonial Inggris akan membahas isu-isu penting dan pengaturan keamanan setelah unifikasi. Di bawah traktat 1959, negeri-negeri itu diizinkan mengintervensi demi mempertahankan integritas Siprus.

Korea Utara
Khawatir Picu Perang Dunia

KOREA Selatan khawatir negara tetangganya, Korea Utara, dapat memicu Perang Dunia Ketiga. Sebuah laporan terbaru menyatakan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, telah memproduksi bahan-bahan yang cukup untuk membuat 10 nuklir bom.

"Pyongyang telah mengumpulkan 50 kilogram plutonium sejak mengaktifkan kembali pembangkit listrik tenaga nuklir Yongbyon pada 2013," tulis Buku Putih Pertahanan Korea Selatan. Jika benar, berarti cadangannya 25 persen lebih tinggi ketimbang 2014, yakni 40 kilogram.

Siegfried Hecker, profesor fisika nuklir Universitas Stanford, Amerika Serikat, yang pernah mengunjungi Yongbyon, mengatakan Korea Utara bisa memproduksi sekitar 80 kilogram uranium pengayaan tinggi setiap tahun. Dengan begitu, Kim Jong-un bakal menghasilkan tiga senjata nuklir dalam setahun dan 50 hulu ledak nuklir pada 2020.

Baru-baru ini Kim menyatakan bahwa negaranya sudah mencapai tahap akhir dari uji coba rudal balistik antarbenua.

Amerika Serikat
Senat Cecar Tillerson

Rex Wayne Tillerson, mantan bos ExxonMobil, diperkirakan lolos menjadi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Meskipun begitu, Senat Amerika mencecar dia dalam acara dengar pendapat pada Kamis pekan lalu. Pria 64 tahun asal Texas itu dipaksa menjawab sejumlah pertanyaan tajam, terutama dari senator Partai Republik, Marco Rubio.

Rubio mempertanyakan kebijakan hak asasi manusia, mendesak pengusaha pro-Rusia itu untuk mengecam perilaku Rusia, Cina, Arab Saudi, dan Filipina.

"Posisi yang dinominasikan untuk Anda, menurut saya, adalah jabatan terpenting kedua dari pemerintah Amerika Serikat," kata Rubio, yang juga mantan kandidat presiden Republiken. "Apakah, menurut Anda, Vladimir Putin adalah penjahat perang?" Rubio melanjutkan.

Rubio tidak sendiri dalam perlawanan kepada presiden terpilih Donald Trump. Ada Senator Lindsey Graham, Republiken asal South Carolina, yang mengaku ragu pada pilihan Trump itu.

Tillerson tak hanya diragukan senator asal Republik. Demokrat juga mempertanyakan mengapa Tillerson dalam pidato pembukaan tidak menyebutkan tuduhan bahwa Rusia meretas pemilihan Presiden Amerika Serikat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus