Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBELAS bulan menjadi Bupati Bantul, Yogyakarta, Suharsono tiga kali menghadapi tindakan intoleransi. Pada Juli tahun lalu, sekelompok orang meminta dia menutup Gereja Baptis Indonesia Saman di Kecamatan Semon. Tiga bulan kemudian, kelompok yang sama meminta pemerintah membongkar patung Yesus di Gereja Santo Yakobus Alfeus di Kecamatan Pajangan.
Bulan ini kelompok yang sama berdemonstrasi meminta Suharsono mencopot Yulius Suharta, yang ia lantik menjadi Camat Pajangan pada 30 Desember 2016, karena beragama Katolik. Seperti sebelumnya, Suharsono bergeming. Ia menolak mengikuti permintaan-permintaan itu. "Saya angkat dia sesuai dengan kompetensinya, bukan karena agamanya," katanya.
Suharsono menjadi bupati dengan mengalahkan calon inkumben. Bersama Abdul Halim, ia membukukan 52,8 persen suara. Berikut ini wawancara Widiarsi Agustina dan Shinta Maharani dari Tempo dengan politikus Gerindra 59 tahun dan mantan polisi berpangkat komisaris besar ini pada Kamis pekan lalu.
Apa pertimbangan Anda mengangkat Yulius Suharta?
Sesuai dengan kompetensinya. Saya tes psikologi. Saya tidak mengangkatnya dari sudut pandang agama. Tidak ada aturan yang saya langgar.
Ada tim penilainya?
Dari Jurusan Psikologi Universitas GaÂdjah Mada dan Kepolisian Daerah Yogyakarta. Seleksi melalui lelang pihak ketiga. Saya tak sembarangan mengangkat orang.
Kenapa Anda tempatkan dia di Pajangan?
Untuk menyatukan sesama umat beragama agar saling menghargai, menjaga kerukunan, menegakkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika, yang tidak membeda-bedakan suku, agama, dan ras.
Pemrotes tak terima karena masyarakat Pajangan mayoritas muslim....
Sudah saya cek, yang memprotes itu hanya sekelompok kecil. Saya sudah turun ke lapangan. Di Kecamatan Pajangan ada tiga kelurahan. Justru mereka tidak tahu ada masalah seperti ini.
Jadi Anda akan mempertahankan Yulius sebagai Camat Pajangan?
Ya, wong kerja saja belum, kok saya disuruh mengganti? Apa dosa dia? Saya akan mendiskusikannya dulu dengan satuan perangkat kerja daerah. Saya tidak akan menggunakan kepemimpinan otoriter. Februari baru ambil kesimpulan, tetap sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Partai pendukung Anda malah mendukung kelompok intoleran....
Saya sudah memanggil mereka. Saya sampaikan rencana dan programnya. Sudah ada diskusi dan mereka mendukung. Enggak ada masalah. Yang komplain cuma sekelompok kecil dari tokoh agama. Kok, enak sekali merintah bupati?
Ada permintaan Camat Pajangan dipindahkan ke daerah yang penduduknya mayoritas nonmuslim....
Saya lihat dulu. Keputusan saya berdasarkan survei.
Yogyakarta terlihat semakin intoleran. Apakah seperti itu menurut Anda?
Saya muslim yang ingin menciptakan kerukunan beragama. Soal Gereja Baptis Indonesia Saman yang diperkarakan gara-gara izinnya tidak ada selama 10 tahun, saya panggil Forum Kerukunan Umat Beragama. Ini agama diakui pemerintah, kenapa dilarang? Menteri dan presiden pun enggak punya hak dan wewenang membubarkan.
Saya izinkan GBI Saman berdiri. Orang-orang mendemonstrasi saya. Ada ketuanya bersama delapan orang. Saya ajak diskusi. Lalu saya bilang gereja saya izinkan berdiri dengan syarat melampirkan 60 tanda tangan dari masyarakat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Kelompok itu menduga tanda tangan itu palsu. Kok tahu? Mereka jawab mau mengecek.
Saya bilang silakan cek. Tapi wewenang Anda sebatas mengecek. Kalau tanda tangan terbukti palsu, jangan emosional. Saya bilang, yang ambil tindakan adalah saya, bukan Anda. Kalau Anda emosional, mengebom pakai molotov, orang yang saya cari adalah Anda. Anda orang pertama yang saya tangkap.
Anda tak takut ditekan mereka?
Enggak. Saya kenyang pengalaman dalam menangani kasus. Enggak bingung dengan kasus seperti ini. Sudah biasa di Jakarta. Yang penting sesuai dengan undang-undang. Kalau ada yang protes, saya tunjukkan dasarnya. Saya tidak ngawur.
Siapa kelompok intoleran ini?
Mereka kelompok Islam fanatik garis Âkeras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo