Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMERIKA SERIKAT
Koruptor FIFA Dibidik
Amerika Serikat selama ini tak dikenal sebagai negara sepak bola. Tapi justru dari negara itulah langkah memerangi korupsi di tubuh FIFA, organisasi yang menaungi sepak bola di seluruh dunia, dilancarkan. Mengikuti penyelidikan di tingkat federal yang dilakukan FBI, polisi Swiss pada Rabu pekan lalu menahan sejumlah pejabat organisasi itu.
Operasi penangkapan berlangsung sepanjang malam. Mereka yang kemudian digelandang menuju sel sementara semuanya berjumlah 14 orang. Di antara mereka termasuk sembilan pejabat tinggi dan mantan petinggi. Tuduhan terhadap mereka adalah melakukan pemerasan dan korupsi selama dua dasawarsa, yang meliputi suap dan "komisi" senilai US$ 150 juta (sekitar Rp 2 triliun).
Menurut Departemen Kehakiman, seperti dikutip Direktur FBI James Comey, para pejabat itu "mengukuhkan budaya korupsi dan ketamakan yang menciptakan ketidakadilan dalam kegiatan olahraga terbesar di dunia". Bersamaan dengan penggerebekan di Swiss, polisi melaksanakan perintah penggeledahan di sebuah lokasi di Miami.
Penyelidikan oleh FBI dilakukan berdasarkan dugaan mengenai adanya pembayaran kepada para pejabat FIFA yang menentukan siapa penyelenggara dua Piala Dunia berikutnya. Dua negara yang sudah disetujui adalah Rusia (2018) dan Qatar (2022).
Kepada wartawan tak lama setelah penangkapan di Swiss, Comey menjelaskan alasan Amerika bertindak. "Jika seseorang menjejakkan kaki di daratan kami dengan usaha korup, apakah itu melalui rapat atau menggunakan sistem keuangan kelas dunia kami, orang tersebut akan dimintai pertanggungjawaban atas korupsi itu," katanya. Menurut dakwaannya, banyak dari pejabat itu yang melakukan dua hal ini.
INGGRIS
Bertahan atau Tidak Bertahan di Uni Eropa
Ratu Elizabeth resmi menggulirkan rencana baru pemerintah untuk menggelar referendum mengenai keberadaan Inggris di Uni Eropa. Tapi, dalam pidato pembukaan sidang parlemen di Majelis Tinggi pada Rabu pekan lalu itu, belum terungkap kapan pemungutan suara dilakukan dan perubahan apa yang diinginkan pemerintah terhadap Uni Eropa sebelumnya.
Perdana Menteri David Cameron, yang terpilih kembali melalui pemilihan umum pada 7 Mei lalu, menjajakan dalam kampanyenya inisiatif untuk memperbaiki hubungan dengan blok itu sebelum referendum dilaksanakan. Secara pribadi dia menyatakan memilih Inggris tetap berada di dalam Uni Eropa yang direformasi.
Dalam pidatonya, yang disiapkan pemerintah Cameron, ratu berusia 89 tahun itu memaparkan rencana menuju referendum. "Pemerintah saya akan merundingkan kembali hubungan Kerajaan Inggris dengan Uni Eropa dan mengupayakan reformasi Uni Eropa demi kemaslahatan semua negara anggotanya," katanya di hadapan audiens yang terdiri atas para politikus dan pemimpin agama serta bangsawan, seperti dikutip Reuters.
Sebuah rancangan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan referendum pada akhir 2017 diajukan ke parlemen sehari setelah itu. Pada hari yang sama, Cameron memulai tur keliling Eropa untuk membujuk mitranya yang selama ini ogah-ogahan menanggapi gagasan tentang reformasi Uni Eropa.
Rencananya pada hari itu juga perumusan kalimat tanya yang diajukan dalam referendum akan diumumkan. Laporan-laporan yang belum bisa diverifikasi menyebutkan pemilik suara akan ditanya apakah mereka ingin tetap bergabung dengan Uni Eropa.
INDIA
Deraan Gelombang Panas
Gelombang panas yang melanda India sepanjang pekan lalu, dengan suhu yang merayap naik hingga 47 derajat Celsius, menewaskan setidaknya 1.370 orang. Untuk menangani korban, pihak berwenang menangguhkan jatah cuti para dokter.
Di India, selama ini Mei dan Juni memang merupakan bulan ketika udara panas mencapai puncaknya. Temperatur sehari-sehari bisa melampaui 40 derajat Celsius. Tapi para ahli meteorologi mengatakan suhu udara semakin panas dalam 15 tahun terakhir.
Jumlah korban tewas terbanyak tahun ini tercatat berasal dari Negara Bagian Andhra Pradesh di bagian tenggara India, yakni 1.020 orang pada Kamis pekan lalu. Menurut para pejabat, jumlah korban tewas dua kali lebih besar ketimbang tahun lalu. Korban terbanyak adalah orang tua dan pekerja, yang menderita dehidrasi.
Untuk mencegah korban bertambah, pihak berwenang mengimbau warganya tidak berada di tempat terbuka pada tengah hari. Tapi, bagi sebagian penduduk India, tinggal di dalam rumah bukanlah pilihan. "Kalau di rumah saja, bagaimana saya bisa memperoleh uang?" kata Akhlaq, 24 tahun, seorang pemulung sampah di New Delhi, seperti dikutip Reuters.
Pada Rabu pekan lalu, deraan gelombang panas itu memasuki hari keenam. Menurut Y.K. Reddy, ahli meteorologi yang bekerja untuk pemerintah di Hyderabad, kali ini durasinya lebih lama. Gelombang yang berasal dari udara kering di Iran dan Afganistan itu diperkirakan berakhir paling lambat akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo