Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
THAILAND
Pembersihan Kamp Demonstran
Unjuk rasa di Thailand kembali menelan korban jiwa. Empat orang dilaporkan tewas dan 64 luka-luka ketika polisi berusaha mengusir para demonstran anti-pemerintah dari kamp-kamp mereka di sejumlah wilayah Kota Bangkok, Selasa pekan lalu. Salah satu kamp yang disasar polisi berada di luar kantor Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
"Pemerintah tak bisa bekerja di sini lagi," kata Akanat Promphan, juru bicara pengunjuk rasa, di luar kantor perdana menteri. "Kemauan rakyat masih kuat. Pemerintah terperangkap, tidak ada jalan maju."
Polisi melepaskan tembakan ketika memindahkan para pengunjuk rasa dan merobohkan panggung mereka. Seperti dikutip The Telegraph, sejumlah pengunjuk rasa membawa senjata api dan satu orang diduga melemparkan granat ke polisi. Operasi pembersihan di depan gedung Kementerian Energi di bagian utara Bangkok berjalan nyaris tanpa gangguan. Polisi menahan 144 demonstran.
Unjuk rasa menuntut Yingluck mundur dari jabatannya telah berlangsung sejak November tahun lalu dan menewaskan 15 demonstran. Adik bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra itu menjadi perdana menteri pada 2011 dengan dukungan warga di perdesaan. Kelompok oposisi menuding Yingluck dikendalikan abangnya. Kelompok oposisi menuntut pemerintah Thailand bersih dari klan Shinawatra.
MYANMAR
Wartawan Diadili
Sejumlah aktivis di Myanmar mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menjamin kebebasan pers setelah lima wartawan diadili dengan dakwaan membocorkan rahasia negara. Seperti dilansir surat kabar pemerintah New Light of Myanmar, empat jurnalis dan pemimpin jurnal mingguan Unity Journal dihadapkan ke meja hijau karena menerbitkan berita tentang pabrik senjata kimia. Mereka juga didakwa telah memasuki wilayah perusahaan yang terlarang.
Para jaksa menggunakan Undang-Undang Rahasia Negara untuk menjerat mereka. Persidangan dimulai Jumat dua pekan lalu di Pakokku, kota di Myanmar bagian tengah. Juru bicara pemerintah, Ye Htut, mengatakan pabrik itu tidak memproduksi senjata kimia. Pemerintah juga membantah menggunakan senjata kimia untuk menghadapi kelompok etnis yang memberontak.
Unity Journal mengklaim fasilitas rahasia itu dibangun pada 2009 dan terdiri atas terowongan-terowongan yang digali di bawah lahan seluas 1.200 hektare. Menurut Komite untuk Perlindungan Jurnalis (CJP), laporan itu dibuat berdasarkan wawancara dengan sejumlah pegawai pabrik yang menyatakan pabrik itu membuat senjata kimia.
Pada 2005, kelompok hak asasi manusia Christian Solidarity Worldwide menyatakan telah mewawancarai lima pemberontak suku Karen, yang menderita gejala seperti korban serangan senjata kimia.
CJP meminta pemerintah segera membebaskan para wartawan. "Jurnalis seharusnya tidak diancam atau ditahan karena memberitakan kepentingan nasional dan internasional," demikian pernyataan organisasi itu seperti dikutip South China Morning Post, Senin pekan lalu.
UKRAINA
Korban Terus Berjatuhan
Pusat Kota Kiev, Ukraina, membara ketika polisi bentrok dengan demonstran pada Rabu dinihari pekan lalu. Sedikitnya 21 orang tewas dalam bentrokan itu. Api tampak menyala di Lapangan Kemerdekaan, yang diduduki pengunjuk rasa sejak November tahun lalu.
Tak ada solusi perdamaian setelah beberapa jam sebelumnya Presiden Viktor Yanukovych bertemu dengan pemimpin oposisi, Vitali Klitschko. Seusai pertemuan, bekas juara dunia tinju kelas berat itu mengatakan tidak ada dialog dengan Presiden. Menurut dia, Presiden meminta pengunjuk rasa menghentikan kebuntuan dan meletakkan senjata-tuduhan yang menurut Klitschko tanpa bukti.
Klitschko meminta pemerintah segera menarik polisi dan menghentikan pertumpahan darah. "Saya bilang kepada Yanukovych, bagaimana kita bisa bernegosiasi ketika darah tertumpah. Sialnya, dia tak memahaminya," katanya seperti dikutip CNN.
Ahad pekan lalu, para pengunjuk rasa menarik diri dari Balai Kota Kiev dan membuka jalan di pusat kota setelah pemerintah menyatakan membatalkan tuntutan kepada pengunjuk rasa yang ditahan. Namun, dua hari kemudian, keadaan kembali panas setelah parlemen menolak mengamendemen undang-undang yang membatasi kekuasaan presiden dan memperbaiki konstitusi.
Bahkan Jaksa Agung Ukraina Viktor Pshonka menuding oposisi melanggar gencatan senjata dan merencanakan aksi kekerasan. "Mereka mengabaikan kesepakatan sebelumnya dan membahayakan keselamatan jutaan warga Kiev," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo