Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pemerasan Penonton DWP, Dosen Universitas Padjadjaran Sebut Malaysia Bisa Protes ke Indonesia lewat Nota Diplomatik

Dosen Universitas Padjadjaran menilai Malaysia bisa memprotes ke Indonesia terkait dengan pemerasan penonton DWP asal Malaysia oleh anggota Polri

3 Januari 2025 | 14.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menjelang sidang etik dugaan pemerasan terhadap penonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, 31 Desember 2024. TEMPO/Dede Leni Mardianti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Arfin Sudirman, menilai Malaysia bisa menyatakan keberatan kepada Indonesia melalui nota diplomatik atas kasus warga negara Malaysia yang menjadi korban pemerasan penonton DWP (Djakarta Warehouse Project 2024) oleh anggota polisi. DWP adalah sebuah acara festival musik yang diselenggarakan di Jakarta pada 13-15 Desember 2024

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Biasanya hanya dalam bentuk nota diplomatik berupa protes saja," kata Arfin dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo, Kamis, 2 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arfin menilai nota diplomatik itu sepadan karena kasus pemerasan ini belum dapat dianggap besar ataupun mengganggu kepentingan nasional Malaysia. Pasalnya, kasus ini bersifat individual dan tidak berkaitan dengan kerugian yang dialami pejabat Malaysia

Lebih lanjut, Arfin menuturkan bahwa Malaysia menyatakan protes lewat nota diplomatik, keberatan itu tidak memiliki kekuatan hukum memaksa bagi Indonesia. Terlebih sebagai sesama negara anggota ASEAN, Malaysia dan Indonesia sama-sama memegang teguh prinsip non-intervensi. 

Oleh sebab itu, Arfin menilai kasus pemerasan ini cenderung dikategorikan ke dalam tindak kriminal biasa. Meski begitu, kasus ini merugikan diplomasi Indonesia di mata internasional, terutama dalam aspek penegakan hukum. 

"Diplomasi tidak hanya berbicara mengenai citra Indonesia di mata negara lain, namun juga akan berdampak kepada kerja sama-kerja sama terkait dengan penegakan hukum," ujarnya. 

Arfin menjelaskan umumnya perlindungan warga negara dilakukan oleh kedutaan besar di negara akreditasi melalui bagian konsuler khusus yang menangani kasus hukum atau situasi darurat lainnya.  Dalam konteks ini, Malaysia dapat berkoordinasi dengan pihak penegak hukum di Indonesia melalui atase kepolisiannya. Selain itu, sebagaimana kedutaan besar lain dalam melindungi warga negaranya, Kedubes Malaysia juga memiliki fasilitas My Safe Travel untuk pendataan warga negaranya yang berkunjung ke negara lain.

Sebelumnya, geger kasus seorang warga negara Malaysia menjadi korban pemerasan saat menonton DWP 2024. Atase Polri KBRI Kuala Lumpur menyebut korban sempat ditahan oleh Polda Metro Jaya sebelum akhirnya dilepaskan tanpa harus membayar uang sebesar Rp100 juta yang diminta.

“Pengaduan dilakukan oleh orang tua korban yang datang ke KBRI untuk menanyakan keberadaan anaknya, yang saat itu ditahan oleh Polda Metro Jaya dan pengacara, serta diminta uang sejumlah sekitar Rp 100 juta rupiah," ujar admin Atase Polri KBRI saat dihubungi Minggu, 29 Desember 2024.

Atase Polri KBRI Kuala Lumpur menjelaskan mereka langsung berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk menghubungi korban secara langsung melalui telepon. Hasil koordinasi itu pun membuahkan hasil, sehingga korban akhirnya dilepaskan dan bisa kembali ke Malaysia tanpa membayar uang yang diminta.

Kasus ini merupakan bagian dari daftar laporan dugaan pemerasan dalam gelaran DWP 2024. Sebelumnya, Propam Polri mengumumkan akan menyidangkan 18 anggota polisi dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran yang diduga terlibat pemerasan terhadap 45 warga negara Malaysia. Kadiv Propam Polri, Inspektur Jenderal Abdul Karim, meyakinkan sidang kode etik terhadap para anggota ini akan dimulai pada pekan depan. 

Jumlah penonton DWP 2024 korban pemerasan diperkirakan masih bisa bertambah mengingat adanya desk pengaduan yang dibuka di KBRI Malaysia. Total barang bukti yang telah terkumpul dalam kasus ini mencapai Rp2,5 miliar.

Intan Setiawanty ikut berkontribusi dalam penulis artikel ini. 

 

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus