Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jalan Bocah Menutup Usia

Belgia melegalkan eutanasia pada anak-anak tanpa batasan usia. Mayoritas rakyat mendukung.

24 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seseorang tiba-tiba berteriak lantang kepada anggota majelis rendah parlemen Belgia, Kamis pekan lalu. Ia menyebut kata "pembunuh" begitu parlemen menyetujui undang-undang baru tentang eutanasia-proses membantu orang sakit parah dan dalam kondisi kesakitan untuk mengakhiri hidupnya. Undang-undang baru ini membolehkan eutanasia pada anak-anak tanpa batasan usia.

Sejak berupa rancangan, undang-undang baru itu sudah memicu tentangan keras dari beberapa kelompok. Saat proses pengesahannya, ratusan orang yang menolaknya berdemonstrasi di depan gedung parlemen dengan membawa spanduk bertulisan "Rawat! Bukan Membunuh".

Penolak itu mayoritas berasal dari kalangan agama, praktisi kesehatan, dan oposisi yang menilai anak-anak belum bisa menentukan sikap apakah mereka ingin mati atau tidak. "Lagi pula tak ada undang-undang yang menjamin putusan ini dilaksanakan dengan baik," ujar mereka.

Rancangan undang-undang itu muncul November tahun lalu setelah 16 dokter anak mengajukan petisi agar hak eutanasia juga diberikan pada anak-anak. Salah satu penggagasnya adalah Gerlant van Berlaer, spesialis perawatan intensif anak di University Hospital Brussels, yang berpendapat eutanasia pada anak-anak dapat membantu mengurangi penderitaan mereka. "Anak-anak harus diberi hak untuk menentukan bagaimana akhir hidup mereka sendiri. Ini bukan mengambil peran Tuhan, karena pada akhirnya hidup anak-anak yang menderita ini akan berakhir juga," katanya.

Mereka lalu mengajukan perubahan undang-undang yang berlaku sejak 2002 kepada Komite Senat Belgia. Sebanyak 50 dari total 71 anggota senat setuju membahasnya. Empat orang abstain. Sisanya menolak. Sejak Desember tahun lalu, Komite Senat merumuskan usul agar warga di bawah 18 tahun boleh memohon eutanasia dengan berbagai syarat. Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan majelis rendah parlemen pada 12 Februari lalu, sebelum keesokan harinya disetujui menjadi undang-undang. Dalam pemungutan suara, 86 orang mendukung, 44 menolak, dan 12 abstain.

Saat ini hanya ada empat negara di Eropa yang melegalkan eutanasia, yaitu Belgia, Belanda, Luksemburg, dan Swiss. Belanda merupakan negara pertama yang melegalkan eutanasia, pada April 2002. Di negara itu, eutanasia bisa dilakukan untuk pasien sakit parah yang berusia di atas 12 tahun. Di Swiss, dokter bisa membantu pasien yang ingin mengakhiri hidupnya, tapi tak boleh terlibat langsung dalam prosesnya. Sedangkan Luksemburg hanya melegalkan eutanasia untuk orang dewasa dengan persyaratan khusus.

Belgia merupakan negara dengan mayoritas penduduk menganut Katolik Roma. Tapi hasil jajak pendapat menunjukkan sekitar 75 persen dari mereka mendukung perubahan undang-undang tentang eutanasia.

Undang-undang baru itu mengatur ketat eutanasia pada anak-anak. Syarat utama, sang anak harus memutuskan sendiri kematiannya dan harus ada persetujuan dari orang tua. Seorang anak yang menginginkan eutanasia juga harus menunjukkan "kapasitas berpikir benar dan lurus" di depan psikolog dan psikiater. Ketentuan lainnya, anak-anak yang memutuskan mengakhiri hidupnya harus dalam penderitaan tak tertahankan atau tak ada harapan sembuh dari penyakitnya.

Klausul itu justru menimbulkan perdebatan. Kenneth Chambarae dari kelompok peneliti Brussels Free University menganggap hal itu bentuk diskriminasi terhadap warga di bawah 18 tahun. Dia menilai setiap warga negara bebas memutuskan yang menjadi kehendaknya. "Hal itu bisa saja menjadi masalah yang membuat aturan jadi abu-abu, karena tentu amat sedikit anak yang bisa memutuskan untuk mengakhiri hidupnya," ujar Chambarae.

Meski begitu, posisi Belgia dalam hal euta­nasia tetap dipandang terlalu "maju". Sejak dilegalkan pada 2002, telah terjadi peningkatan hampir 500 persen jumlah kematian melalui proses eutanasia.

Berbagai studi, misalnya yang dilakukan Canadian Medical Association Journal pada 2010, bahkan menemukan pasien di rumah sakit sering "dibunuh" tanpa persetujuannya atau keluarganya. Kasusnya, menurut Tom Mortier, pendukung anti-eu­tanasia dan dosen kimia di Leuven University, terus meningkat. "Anda tak bisa sekadar mendukung eutanasia lalu tak peduli. Anda akan membuka kotak pandora dan inilah yang terjadi di Belgia," kata Mortier kepada LifeSiteNews.com.

Terbuka atau tidaknya kotak pandora yang disebut Mortier, sementara ini, masih menunggu Raja Philippe-selaku kepala negara-menandatangani undang-undang baru itu.

Rosalina (Reuters, BBC, AP, CNN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus