Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sang Pembongkar dari Florence

Wali Kota Florence Matteo Renzi ditunjuk sebagai Perdana Menteri Italia yang baru. Dihadang krisis politik dan ekonomi.

24 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wajah Matteo Renzi tampak sumringah ketika keluar dari Quirinale-Istana Presiden Italia-di Roma pada Senin pekan lalu. Mengenakan setelan berwarna gelap dan kemeja putih, Ketua Partai Demokrat itu tak henti menebar senyum setelah Presiden Giorgio Napolitano menunjuknya sebagai perdana menteri baru menggantikan Enrico Letta, Wakil Ketua Partai Demokrat, yang mundur tiga hari sebelumnya.

"Saya akan mengerahkan seluruh keberanian, komitmen, energi, dan semangat yang saya miliki," ujar pria 39 tahun itu seperti dikutip BBC. Ia menganggap penunjukan dirinya sebagai fase baru dalam politik Italia.

Renzi menjadi perdana menteri termuda Italia sejak Perang Dunia II. Dalam pelbagai survei, mayoritas responden yakin ia dapat mengeluarkan Italia dari krisis politik dan ekonomi meski tak punya pengalaman birokrasi tingkat nasional. Tak seperti para pendahulunya, ia tak pernah menjadi anggota parlemen.

Gaya bicaranya lugas sehingga media menyukainya. Media menjulukinya "Il Rottamatore" (Sang Pembongkar) setelah ia menyerukan membongkar bangunan politik Italia, yang ia anggap telah kehilangan kepercayaan publik, dicemari korupsi, dan membuat Italia terpuruk. Ia juga menyerukan politikus senior era Perdana Menteri Silvio Berlusconi mundur.

Media Italia membandingkan sepak terjangnya dengan kiprah bekas Perdana Menteri Inggris Tony Blair ketika mengendalikan Partai Buruh pada 1990-an. Bahkan sejumlah media Italia menjulukinya "Tony Blair dari Tuscany".

Sarjana hukum dari University of Florence ini mengawali karier politiknya pada usia 21 tahun, ketika bergabung dengan Partai Rakyat Italia, yang berhaluan tengah, pada 1996. Ia hanya butuh waktu tiga tahun untuk memegang jabatan publik pertamanya, sebagai Sekretaris Provinsi Florence. Lima tahun kemudian, ia terpilih menjadi Presiden Provinsi Florence.

Setelah lima tahun menjabat presiden provinsi, Renzi menyatakan ikut bertarung dalam pemilihan Wali Kota Florence. Dan dalam pemilihan 9 Juni 2009, Renzi, yang kala itu sudah bergabung dengan Partai Demokrat, menang atas Giovanni Galli.

Seiring dengan pamornya yang makin kinclong, pada September 2012, ia mencalonkan diri menjadi Ketua Partai Demokrat. Namun ia kalah dari Pier Luigi Bersani. Ketika Bersani mundur pada April 2013, ia maju lagi dan kali itu ia tak terbendung.

Sepanjang Januari-Februari ini, hubungannya dengan Letta tak harmonis. Puncak keretakan mereka terjadi pada Rabu dua pekan lalu. Letta memanggil Renzi untuk menjelaskan posisinya. Renzi meresponsnya dengan menggelar rapat pimpinan partai. Sebelum rapat, secara terbuka ia meminta Letta mundur dan mengizinkan ia membentuk pemerintahan baru. Letta awalnya menolak, tapi karena partai menarik dukungan, ia pun akhirnya mundur.

Januari lalu, Renzi membuat geger ketika mengundang Ber­lusconi, yang baru ditendang dari parlemen tapi masih memegang kendali partai Forza Italia (FI), membicarakan reformasi Undang-Undang Pemilu. Ia menganggap birokrasi pemilu terlalu berbelit. Renzi mengusulkan partai politik atau koalisi partai politik yang meraih 37 persen suara secara otomatis mendapatkan kursi ekstra untuk menjadi mayoritas di majelis rendah, sedangkan partai yang meraih suara di bawah 4,5 persen tak mendapatkan kursi. Jika tidak ada partai yang meraih suara mayoritas, dua partai dengan suara terbesar akan bertarung di putaran kedua. Jika semua berjalan lancar, aturan baru itu akan diteken pada kuartal ketiga tahun ini.

Namun politikus oposisi Ornella De Zordo mengatakan Renzi belum tentu bisa mengeluarkan Italia dari impitan krisis. Menurut dia, Renzi lebih pintar mengumbar janji ketimbang menepatinya. "Ia sering menggunakan slogan 'Katakan, Kerjakan!'. Dia menjual dirinya dengan sangat baik," ujarnya.

De Zordo tak sepenuhnya keliru. Pelbagai tantangan berat sudah menunggu Renzi. Seperti dikutip Deutsche Welle, krisis ekonomi telah membuat Italia terbelit utang publik hingga 2 triliun euro, Produk domestik bruto minus dalam dua tahun terakhir, dan angka pengangguran usia muda mencapai 40 persen.

"Italia sedang menghadapi kesulitan. Kita perlu menawarkan kemungkinan untuk bangkit dari kekacauan ini dengan program radikal," ujar Renzi kepada BBC.

Sapto Yunus

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus