Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AFGANISTAN
Aturan Baru Melemahkan Perempuan
Sebuah undang-undang baru di Afganistan akan membuka peluang bagi pria untuk menyerang istri, anak, bahkan saudara perempuannya tanpa takut diganjar hukuman berat. Ketentuan ini dinilai sebagai kemunduran dalam usaha penanggulangan kekerasan yang sering terjadi terhadap perempuan.
Perubahan kecil dalam isi undang-undang yang telah disahkan parlemen dan tinggal menunggu persetujuan Presiden Hamid Karzai itu akan berdampak signifikan terhadap korban. Salah satu isinya menyebutkan larangan bagi kerabat terdakwa untuk bersaksi melawan korban. Padahal kebanyakan kekerasan terhadap perempuan di Afganistan dilakukan oleh anggota keluarga sendiri.
Aturan baru itu mendapat protes keras. "Ini sebuah parodi yang benar terjadi," kata Manizha Naderi, Direktur Badan Amal dan Kampanye Kelompok Perempuan untuk Perempuan Afganistan. "Ini akan meniadakan tuntutan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Perempuan adalah orang yang paling rentan, tidak mendapat keadilan, saat ini."
Berdasarkan undang-undang baru, penuntutan bakal tak bisa sampai ke pengadilan, terutama pada kasus-kasus seperti yang terjadi pada Sahar Gul, anak perempuan yang disekap di ruang bawah tanah, mengalami kelaparan, dibakar, dan dicambuk karena menolak bekerja sebagai pelacur. Ada juga Sitara, perempuan berusia 31 tahun yang hidung dan bibirnya dipotong oleh suaminya sendiri.
Kekhawatiran terbesar dengan adanya undang-undang baru adalah korban kekerasan seperti itu tidak akan bisa menuntut penyerang mereka. Kawin paksa dan perdagangan anak perempuan juga akan semakin tak terlindungi. "Kami akan meminta presiden tidak menandatangani undang-undang itu sampai isinya berubah," kata Selay Ghaffar, Direktur Penampungan dan Kelompok Advokasi Bantuan Kemanusiaan untuk Perempuan dan Anak Afganistan.
ARAB SAUDI
Larangan Ikut Konflik di Luar Negeri
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi akan memenjarakan setiap warga negaranya yang ikut berkonflik di luar negeri selama 3-20 tahun. Hal ini tertuang dalam dekrit kerajaan yang dirilis melalui media pemerintah setempat pada Senin pekan lalu.
Seperti dilansir Reuters, keputusan itu juga menyatakan warga Arab Saudi yang bergabung atau mendukung kelompok teroris, baik di dalam maupun di luar negeri, akan menghadapi hukuman penjara 5-30 tahun. Ini merupakan langkah resmi Kerajaan mencegah warganya pergi ke Suriah demi berjuang bersama kelompok pemberontak memerangi pemerintah Presiden Bashar al-Assad.
Otoritas agama Islam Arab Saudi sebelumnya menyatakan penentangannya terhadap warga Saudi yang bepergian ke Suriah untuk berperang. Kementerian Dalam Negeri Saudi memperkirakan ada sekitar 1.200 warga Saudi telah bergabung dalam perang di sana.
Larangan itu juga berlaku bagi mereka yang bergabung atau mendukung Al-Ikhwan al-Muslimun atau kelompok Syiah Libanon, Hizbullah, yang memiliki pejuang di Suriah.
KOREA SELATAN
Lanjutan Reuni Korea Utara-Korea Selatan
Korea Utara dan Korea Selatan telah mencapai kesepakatan untuk mengadakan reuni bagi keluarga yang terpisah lama sejak Perang Korea. Kesepakatan ini juga merupakan bagian dari upaya penguasa Korea Utara untuk memperbaiki hubungan.
Dilansir BBC, Rabu pekan lalu, reuni itu dijadwalkan berlangsung pada 20-25 Februari. Jika benar-benar terjadi, ini akan menjadi reuni pertama sejak 2010. Program reuni ini sempat dihentikan pada November 2010 lantaran Korea Utara menyerang perbatasan Korea Selatan.
Sebelum perundingan, Lee Duk-haeng, ketua delegasi Korea Selatan, mengatakan pihaknya akan melakukan upaya maksimal agar reuni bisa terjadi. "Kami akan melakukan yang terbaik dalam pembahasan pertemuan ini serta memulai hubungan baik antara Korea Utara dan Korea Selatan," katanya.
Diperkirakan ada sekitar 72 ribu warga Korea Selatan-yang sebagian besar berusia di atas 80 tahun-dalam daftar tunggu untuk bergabung dengan acara reuni keluarga ini. Namun hanya beberapa ratus peserta yang akan dipilih. Kebanyakan dari mereka tak tahu apakah keluarga mereka masih hidup, karena kedua negara melarang warganya berkomunikasi baik melalui surat elektronik maupun telepon.
KEPULAUAN MARSHALL
Bertahan di Pasifik tanpa Bekal
Seorang nelayan asal Meksiko, Jose Salvador Alvarenga, bertahan hidup selama 14 bulan terombang-ambing di laut tanpa bekal apa pun. Kapal yang ditumpanginya berhasil mencapai daratan Ebon Atoll, yang terletak di ujung selatan Kepulauan Marshall, Samudra Pasifik. Dia diselamatkan warga setempat dalam keadaan berantakan-rambut awut-awutan, jenggot tebal, dan celana pendek yang compang-camping.
Kepada Mail Online, Senin pekan lalu, Alvarenga bercerita mampu bertahan hidup hanya dengan memakan ikan mentah dan daging burung camar hingga meminum darah penyu selama tak ada hujan. "Aku masih hidup dan tak percaya," katanya. "Aku tak ingat banyak perjalananku. Dalam pikiranku hanya ada laut dan laut."
Pengalaman Alvarenga yang hampir seperti kisah Pi dalam novel Life of Pi itu bermula ketika kapal yang ia tumpangi bersama rekannya, seorang nelayan remaja, dihantam ombak sehingga menyebabkan mesin rusak. Kala itu 21 Desember 2012. Akibatnya, kapal terus melaju tanpa arah hingga ke tengah laut, bahkan menyeberang Samudra Pasifik. Temannya meninggal setelah empat bulan di atas kapal, sehingga Alvarenga melanjutkan perjuangannya sendiri untuk bertahan hidup hari demi hari hingga berbulan-bulan. Sampai akhirnya terdampar.
Oleh masyarakat setempat yang menyelamatkannya, Alvarenga dibawa ke rumah sakit di ibu kota Kepulauan Marshall, Majuro. Pria yang bercerita dalam bahasa Spanyol ini mengatakan terombang-ambing di lautan dalam waktu lama membuatnya lupa banyak hal tentang keluarganya. Alvarenga mengaku sangat ingin menelepon keluarganya, terutama putrinya yang berusia 10 tahun, di El Salvador, tapi ia tak dapat mengingat nama desa atau nomor telepon.
Kepala imigrasi Kepulauan Marshall, Damien Jacklick, mengatakan, dengan bantuan Duta Besar Amerika Serikat, pihaknya dapat menemukan informasi tentang keluarga Jose Alvarenga di El Salvador dan Amerika. "Kami berharap informasi ini akan membantu kami melacak keluarganya," ujarnya.
JERMAN
NSA Sadap Mantan Kanselir Jerman
Badan intelijen keamanan Amerika Serikat, National Security Agency (NSA), dilaporkan juga menyadap telepon mantan Kanselir Jerman Gerhard Schroder. Terungkapnya penyadapan ini dipastikan menambah kisruh hubungan kedua negara setelah terungkap kegiatan mata-mata terhadap Kanselir Angela Merkel.
Seperti dilansir Xinhua, Selasa pekan lalu, penyadapan telepon Schroder dilakukan pada 2002 karena sikap kritisnya terhadap persiapan Amerika memerangi Irak. Peristiwa ini terungkap melalui laporan media Jerman yang mengutip pejabat pemerintah Amerika yang tak disebutkan namanya dan diidentifikasi sebagai "orang dalam NSA".
NSA tak hanya mengumpulkan informasi dari koneksi data yang digunakan Schroder, tapi juga menyadap semua lalu lintas komunikasinya. Mantan rektor yang memimpin Jerman sejak 1998 hingga 2005 itu berseberangan pandangan dengan Amerika pada 2002. Saat itu, Schroder menyatakan Jerman tak akan memberi dukungan pasukan atau dana untuk invasi Amerika ke Irak.
Schroder mengatakan kepada media ia tidak terkejut oleh berita mengenai penyadapan ini. "Pada saat itu saya tidak berpikir badan intelijen Amerika akan menguping pembicaraan saya, tapi sekarang hal itu tak mengejutkan saya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo