Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

19 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISRAEL
Pelarangan Pengeras Suara di Rumah Ibadah

PARLEMEN Israel mengajukan rancangan undang-undang pembatasan penggunaan pengeras suara di tempat ibadah, termasuk masjid. Anggota parlemen, Anastassia Michaeli, yang mengajukan rancangan itu, mengatakan ia tak berniat membungkam panggilan salat bagi umat Islam, tapi semata-mata karena suaranya terlalu bising.

Michaeli membantah jika disebut punya motif politik mengingat ia berasal dari Yisrael Beiteinu, partai sayap kanan yang diketuai Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman. "Ini sepenuhnya masalah lingkungan," kata dia, Selasa pekan lalu.

Israel sebenarnya sudah memperbarui peraturan antikebisingan pada 2010. Kementerian Perlindungan Lingkungan melarang warga Israel menghidupkan alarm mobil, berpesta, bahkan belajar piano pada jam-jam tertentu karena dapat mengganggu ketenangan warga. Warga Israel keturunan Arab mencapai 20 persen dari penduduk Israel sebanyak 7,8 juta jiwa.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendukung rancangan itu, meskipun ditentang sejumlah menteri. Ia mengatakan menerima banyak keluhan dari orang yang terganggu oleh suara dari masjid. "Masalah serupa terjadi di Eropa dan mereka bisa mengatasinya. Peraturan itu sah di Belgia dan Prancis, mengapa di sini tidak? Kita tidak perlu lebih liberal dari Eropa," ujarnya. Ia menunda pembahasan rancangan itu karena mendapat reaksi keras dari dunia internasional, termasuk dari pemerintah Inggris.

Menurut Menteri Perbaikan Pelayanan Pemerintah Michael Eitan, peraturan itu hanya dalih bagi mereka yang ingin mengatur warga muslim. Ia mengatakan rancangan itu untuk memerangi agama. "Saya bertemu dengan Michaeli dan dia menjual rancangan itu sebagai undang-undang lingkungan. Saya katakan kepadanya, ’Anda tidak tertarik kepada lingkungan, tapi kepada Islam’," ujar menteri dari Partai Likud, partainya Netanyahu, ini.

SURIAH
Aksi Mogok Lumpuhkan Bisnis

SUASANA di Suriah makin mencekam. Aksi mogok besar-besaran mulai melanda negeri itu sejak pekan lalu. Para pengusaha menutup tempat usaha mereka. Sebagian besar toko tutup. Bahkan para orang tua menarik anaknya dari sekolah. "Yang buka hanya toko roti, obat-obatan, dan sayuran," kata seorang warga Kota Homs.

Aksi mogok itu untuk menekan Presiden Bashar Assad agar mengakhiri pertumpahan darah. Penutupan tempat usaha bertujuan menggerus basis dukungan terhadap Assad, yaitu para saudagar baru yang diuntungkan oleh kebijakan ekonomi Assad. Aksi mogok besar-besaran terjadi di pusat gerakan antipemerintah di Provinsi Daraa di pinggiran selatan Damaskus, Idlib, dan Kota Homs. Aksi mogok akan berlangsung hingga rezim Assad menarik pasukannya dari kota-kota dan melepaskan ribuan tahanan.

Babak baru pertikaian antara pasukan keamanan dan para tentara pembelot dimulai pada Ahad dua pekan lalu. Pertempuran besar terjadi di wilayah selatan dan menyebar ke wilayah-wilayah baru. Korban tewas terus berjatuhan. Menurut Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Navi Pillay, jumlah korban tewas sudah mencapai 5.000 orang, sekitar 300 di antaranya anak-anak. Pillay meminta Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) menyelidiki kemungkinan terjadinya kejahatan kemanusiaan di Suriah.

IRAN
Rekor Pendapatan Minyak

PENDAPATAN Iran dari sektor minyak mencatat rekor tertinggi tahun ini, yakni lebih dari US$ 100 miliar atau setara dengan Rp 910 triliun. Pendapatan itu meningkat sepertiga dari tahun sebelumnya. Jumlah itu terbilang mengejutkan mengingat Iran sedang mendapat sanksi dari Amerika Serikat dan sekutunya.

Konsultan energi IHS CERA melaporkan peningkatan pendapatan itu disebabkan oleh melambungnya harga minyak dunia. Lembaga itu menyatakan, meskipun menghadapi sanksi berat, Iran masih memiliki pembeli setia, seperti Cina, India, dan Jepang.

Direktur senior bidang minyak global IHS CERA, Bhushan Bahree, mengatakan hubungan antara Iran dan Barat memburuk pada musim gugur ini ketika kapasitas produksi minyak dunia relatif menipis. "Iran melawan sanksi itu dengan memberi diskon. Hasilnya, keuntungan Iran meningkat ketika mereka menjualnya ke negara lain," kata Bahree, Senin pekan lalu.

Sapto Yunus (Los Angeles Times, AP, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus