"ALEX, saya harus mengambil suatu keputusan kali ini," kata Presiden Corazon Aquino pada Alexander Aguirre, April lalu. Wakil panglima angkatan bersenjata Filipina itu tenang-tenang saja. Ia yakin bahwa dirinya yang bakal ditunjuk menggantikan Jenderal Rodolfo Biazon, panglima angkatan bersenjata yang akan pensiun. Tiba-tiba wajah mayor jenderal itu merah padam, dan tangannya gemetar. Cory tak menyebut namanya. "Selaku seorang presiden yang mempunyai hak prerogatif, saya menunjuk Mayor Jenderal Lisandro Abadia sebagai panglima angkatan bersenjata yang baru," kata Cory. Dua hari kemudian, Aguirre mengundurkan diri. Istana Malacanang pun dikritik. Sejumlah surat protes sampai ke meja Cory. Bahkan Menteri Pertahanan Fidel Ramos ikut pula memprotes. Bagaimana mungkin Abadia, 52 tahun kini, yang lebih junior daripada 42 perwira senior lainnya, bisa terpilih? Beberapa hari kemudian tiga bom meledak di Manila dan pemberontak militer mengaku bertanggung jawab. Namun, Presiden Aquino bergeming. Ia tetap melantik Lisandro Abadia pada hari yang direncanakan. "Ia adalah orang yang paling cocok menduduki jabatan ini," kata Cory sambil melirik Abadia di kursi kehormatan. Pilihan Cory tepat. Kalangan perwira muda militer Filipina memuji keputusan presidennya. Soalnya, keresahan di tubuh militer yang menimbulkan aksi kudeta selama ini, salah satu sebabnya adalah sistem pengangkatan perwira senior yang tak mengindahkan profesionalisme militer. "Cory ingin mengubah sistem lama," kata juru bicara Malacanang, Horacio Paredes. Di samping karena soal profesionalisme, Abadia tampaknya the right man in the right time. Ia datang di waktu yang tepat. Hubungan antara pemerintahan sipil Filipina dan militer yang selama ini renggang menjadi erat karena Abadia. Ia, seperti sudah disinggung, bisa diterima di kalangan perwira muda termasuk dalam kelompok yang disebut YOU (Young Officers Union), yang konon memandang profesionalisme sebagai hal yang terpenting lebih daripada pandangan kelompok RAM. Tampaknya, wibawa Abadia terhadap perwira muda itulah yang membuat ia bisa mendekati tokoh utama pemberontak militer RAM, Gregorio Honasan. Si "Gringo" itu bisa diundangnya keluar dari persembunyian, dan mereka duduk berunding dua kali. Meski Honasan belum mau menyerahkan diri, Abadia berkali-kali mengatakan pada pers bahwa para pembangkang bukan lagi ancaman. Setidaknya, Jumat pekan lalu salah seorang tokoh pembangkang itu, Letnan Kolonel Eduardo Kapunan, beserta 14 anak buahnya, bersedia memenuhi undangan makan pagi bersama Cory di Malacanang, sebelum meringkuk dalam penjara militer. Di sisi lain Abadia tetap tegas. Operasi penangkapan pemberontak militer yang buron tetap dijalankannya. Ia menjanjikan pemberontak yang menyerah akan diberi keringanan di pengadilan militer. Bahkan, dalam beberapa kasus, katanya, para pemberontak itu bisa memperoleh kembali jabatan dan pangkatnya. "Termasuk Honasan," katanya. Abadia dikenal sebagai arsitek strategi "konsolidasi dan penyergapan". Kabarnya, ini diperolehnya dari pengalamannya ikut dalam Perang Vietnam. Strateginya itulah yang diterapkan sejak tiga tahun lalu, untuk melumpuhkan gerakan pemberontakan komunis. Hasilnya, basis pemberontak komunis kini menyusut drastis: dari 73 wilayah menjadi 49. Abadia, yang dijuluki "Kuda Hitam" makin populer namanya setelah berhasil melakukan negosiasi dalam kudeta berdarah pemberontakan pasukan marinir Scout Ranger, yang menelan 100 korban jiwa, Desember 1989. Abadia bersama Brigadir Jenderal Arturo Enrile, kini wakil panglima angkatan bersenjata, berhasil membujuk pasukan elite baret hitam Filipina itu untuk mundur dari kawasan bisnis Makati. Abadia juga berjasa mempertahankan markas besar angkatan bersenjata Camp Aguinaldo dari serangan kaum pemberontak itu. Abadia lahir di Cebu dan menjadi yatim piatu tatkala masih anak-anak. Mungkin, tumbuh dewasa tanpa orangtua, sementara harus juga mengasuh seorang adik lelakinya, Abadia memahami watak anak muda. Ketika menjadi komandan akademi militer tahun 1987, Abadia berhasil mencegah para terunanya ikut terlibat dalam kudeta waktu itu. Adiknya, Loveno Abadia, pun sukses di dunia militer. Kini Loveno adalah panglima AU Filipina. Lisandro Abadia adalah salah satu teruna angkatan ke-62, yang dikenal sebagai generasi elite di akademi militer Filipina. Dari 72 lulusannya, 55 di antaranya menduduki jabatan penting di jenjang hierarki kemiliteran kini. Kepala kepolisian, kepala intelijen angkatan darat, tiga komandan divisi, serta para komandan brigade di daerah adalah di antara 55 orang itu. Bisa dimengerti bila Abadia kompak dengan mereka semua. Ini merupakan kebetulan yang membantu sukses Abadia memimpin militer. Sejauh ini belum tampak ambisi Abadia untuk terjun ke dunia politik. Bagi Blas Ople, salah seorang pemimpin kelompok oposisi yang bernaung dalam Partai Nacionalista, Abadia adalah seorang perwira yang sangat taat pada konstitusi. Nanti, pada Pemilu 1992, seandainya terjadi kekacauan, tentulah perannya diperlukan. Bila pemilu berjalan aman, itu juga sebagian hasil kerja Abadia. Banyak pengamat mengatakan bahwa dialah tokoh yang akan muncul. YI (Manila)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini