Kelompok-kelompok politik di Filipina terpaksa menengok kembali kekuatan mereka, dan mencoba mencari sekutu baru. Cory mencalonkan diri lagi? Kubu siapa bisa merangkul tentara? SUKA atau tak suka, kepulangan Imelda menimbulkan harapan bagi sementara rakyat dan pergeseran di dunia politik Filipina. "Semua kemalangan akan lenyap dari negeri ini, begitu Imelda datang," kata Nyonya Mariluz, seorang tukang jahit yang suaminya pernah bekerja untuk keluarga Marcos. Mariluz memang bukan politikus. Ia, sebagaimana jutaan warga Filipina yang merasa hidupnya menurun, hanya menginginkan perubahan ke arah hidup yang lebih baik. Imelda, orang yang pernah memberinya nafkah yang baik, adalah harapannya. Namun, sejumlah politikus oposisi bukan hanya mengharap hidup yang baik, yang sudah mereka punyai tentunya. Mereka mengharapkan kekuasaan bergulir dari Nyonya Corazon Aquino, kepada diri mereka. Kesempatan itu terbuka dengan pulangnya Imelda. Para politikus oposisi itu akan memanfaatkan Imelda agar Mariluz-Mariluz yang merindukan bekas ibu negara itu mendukung mereka. Untuk apa lagi semua itu bila bukan mempersiapkan diri buat pemilihan presiden, Mei tahun depan. Langkah pertama mulai diayunkan oleh kelompok oposisi terbesar, Partai Nacionalista, Jumat pekan lalu. Begitu Imelda Marcos tiba di kediamannya di Honolulu dari New York, Wakil Ketua Pelaksana Nacionalista, Blas Ople, pun datang dari Manila menemuinya. Ople, menteri perburuhan pada masa Marcos, ternyata langsung meminta kesediaan Imelda dicalonkan menjadi presiden. Sampai Imelda mendarat di Manila awal pekan ini, belum jelas benar jawabannya pada tawaran Ople. Seandainya pada akhirnya Imelda bersedia dicalonkan oleh Partai Nacionalista, tampaknya hal ini tak bisa diremehkan oleh kubu Cory Aquino. Nacionalista memang partai oposisi terkuat sekarang ini. Namun, menghadapi pemilu tahun depan, partai yang didirikan pada tahun 1965 ini terancam pecah. Di sini bergabung berbagai warna. Dari mereka yang disebut loyalis Marcos, seperti Ople itu, sampai kelompok yang pernah pro-Marcos dan kemudian mendukung Cory dan kini berbalik lagi melawan Cory, umpamanya Senator Juan Ponce Enrile. Juga termasuk dalam Partai Nasionalis ini mereka yang tak jelas garis politiknya, macam wakil presiden sekarang ini, Salvador Laurel, dan Eduardo "Danding" Cojuangco, sepupu Cory yang ikut lari bersama Marcos ke Honolulu dan kemudian balik lagi ke Filipina. Ketiga tokoh oposisi tersebut belakangan kini dalam suasana gontok-gontokan berebut pengaruh. Bergabungnya Imelda diharapkan oleh Ople, konon tokoh penengah dalam Nacionalista, bisa meredam perpecahan itu. Orang yang sudah tampak punya kemungkinan melepaskan diri dari Partai Nacionalista adalah Danding Cojuangco. Sebagai pemegang saham terbesar di kerajaan minuman bir San Miguel, ia punya dana besar untuk kampanye sendiri. Lain daripada itu, ia akrab dengan elite Filipina, juga kalangan penduduk biasa di beberapa daerah. Ia pun punya sejumlah sobat dalam Kongres. Yang terpenting, Partido Pilipino (Partai Filipina), yang dibentuk oleh para teknokrat kaya pada akhir tahun lalu, sudah menyatakan ingin mencalonkan Danding sebagai kandidat presiden. Adapun Laurel dan Enrile, tampaknya tak cukup punya pegangan untuk berdiri sendiri. Para pengamat politik di Filipina menilai mereka tak lagi punya pamor. Enrile, misalnya, yang disebut-sebut dekat dengan kelompok RAM, para perwira pembaru dalam militer, konon tak lagi punya dana kuat. Ia, yang pernah diisukan membiayai "Gringo" Honasan melakukan kudeta, kini mengaku tak bisa lagi mendukung bekas anak buahnya itu. "Kita harus lapang dada untuk melupakan masa lalu," kata menteri pertahanan pada zaman Marcos itu, dan kemudian juga dalam masa awal pemerintahan Cory, kepada jaringan televisi Filipina ABSCBN, pekan lalu. Itulah ucapan yang mudah ditebak ke mana perginya. Ia membutuhkan bergabungnya orang yang pada 1986 ia desak meninggalkan tanah air, Imelda. Ada yang lebih bisa mengancam. Berkala Report nomor 1 tahun 1990 memperoleh informasi bahwa Partai Nacionalista merencanakan mendekati kelompok militer pembaru yang dikenal dengan nama RAM yang sama-sama sakit hati lantaran tersingkir setelah Revolusi Februari 1986. Bila itu terjadi, gabungan itu "merupakan satu kelompok yang sangat berbahaya". Ada yang sudah melihat ancaman itu. Mungkin Cory Aquino. Bisa jadi, pengangkatan Jenderal Lisandro Abadia sebagai panglima angkatan bersenjata, setahun lalu, merupakan taktik menandingi gerak Nacionalista. Sejauh ini, langkah pertama Abadia adalah melunakkan sikap para pembangkang. Ia berhasil (lihat Munculnya si Kuda Hitam). Usaha Nacionalista merekrut Imelda mestinya tak tampak di permukaan. Yang akan muncul ke permukaan adalah bila kemudian terjadi perpecahan dan terjadi bentrok antara para pengikut mereka. Bila ini terjadi, para pengamat politik di Filipina mengkhawatirkan akan ada yang mengail di air keruh. Itulah kelompok sayap kiri NPA (New People's Army), sayap bersenjatanya Partai Komunis Filipina. Ini tentu merugikan usaha Cory selama ini, yakni ajakan pada NPA beserta organisasi pelindungnya, Front Demokrasi Nasional, untuk sama-sama mengibarkan bendera perdamaian. Sejauh ini Cory dinilai berhasil meredam kegarangan NPA. Selain sudah ada pendekatan antara pemimpin Front Demokrasi dan pemerintah bulan lalu, beberapa tokoh sentral partai kiri itu sudah tertangkap dalam tiga tahun belakangan ini. Lalu, bagi Laban ng Demokratikong Pilipino, Partai Perjuangan Demokrasi Filipina sendiri, akankah terkena guncangan langsung dari kepulangan Imelda kini? Dalam partai yang kini memerintah itu, selain Cory, hanya ada dua nama yang cukup bisa diandalkan untuk maju ke pemilihan presiden nanti. Keduanya adalah Jenderal Fidel Ramos, menteri pertahanan, dan Ramon Mitra, bekas ketua Parlemen (Majelis Rendah). Mitra, salah seorang pendiri Partai Perjuangan Demokrasi Filipina, memang berambisi menduduki kursi empuk di Malacanang. Itu sebabnya, milyuner berwajah brewokan ini sampai melepaskan jabatannya sebagai Ketua DPR. Namun, di kalangan pendukungnya, ia dianggap kurang memenuhi syarat. "Ia gemar berjudi di Australia," kata seorang diplomat Australia. Maka, tinggallah Fidel Ramos dari kubu Cory yang bisa dijagokan. Menjelang kepulangan Imelda, nama Ramos tiba-tiba disebut-sebut dengan santer. Jenderal yang suka mengisap cerutu ini memang dikenal bersih. Pihak Partai Perjuangan Demokrasi sendiri menganggap tampilnya Ramos bisa sangat menguntungkan dari satu segi. Dialah yang dianggap mampu menjalin hubungan militer dan pemerintahan sipil sekarang ini. Ini terutama setelah para pembangkang dilunakkan oleh Pangab Jenderal Abadia. Sebelumnya, Ramos memang dijauhi oleh kelompok RAM, dianggap mengkhianati mereka karena tetap bersama Cory. Selama ini, Ramos memang lebih menarik diri. Selain soal RAM, juga karena ia Protestan. Negeri 62 juta penduduk yang mayoritasnya Katolik ini agak sulit menerima kandidat seorang Protestan. Namun, pekan lalu seorang wartawan sudah mencoba memancing Kardinal Sin, tokoh gereja Katolik yang ikut andil menjatukan Marcos dan mendukung Cory. Apakah mungkin, Kardinal mendukung seorang kandidat yang bukan Katolik, umpamanya Protestan? Meski jawaban Kardinal Sin diplomatis, tampaknya kemungkinan terbuka. Kata Kardinal, siapa saja yang berpihak pada rakyat kebanyakan dan membenci korupsi, apa pun agamanya, akan ia dukung. Partai Perjuangan Demokrasi Filipina merupakan kelompok terkuat dalam grup Politik Konservatif Tradisional. Inilah kelompok politik yang didominasi oleh keluarga-keluarga pengusaha dan tuan tanah kaya, yang besar pada masa sebelum Marcos. Dari sejarah berdirinya ini saja, bisa ditebak bila mereka menyimpan rasa antipati yang besar pada Imelda dan para pendukungnya. Dari sinilah para pengamat berspekulasi bahwa Cory Aquino akan terpaksa mencalonkan diri lagi. Ia akan didesak oleh tuan-tuan tanah dan para pengusaha milyuner itu, yang kini menguasai Majelis Rendah, untuk kembali berkuasa dan melindungi mereka. Bila Partai Nacionalista sangat berharap memperoleh tambahan dukungan dari loyalis Marcos, kelompok Konservatif Tradisional bisa saja mendapat tambahan dari Kelompok Liberal, yang merupakan gabungan dari Partai Liberal dan Partido Demokratiko ng Pilipinas Laban. Tokohnya adalah Jovito Salonga, kini ketua Senat. Soalnya, kelompok Liberal tak mungkin bergabung dengan Nacionalista, yang orang-orangnya pernah mendukung Marcos. Apalagi bila ternyata Imelda bergabung ke sana. Untuk berdiri sendiri, Jovito Salonga tentu sadar bahwa kelompoknya akan terjepit di antara dua besar: Nacionalista dan kelompok Konservatif Tradisional. Maka, jalan yang terbuka adalah mendukung kubu Cory. Di pihak kubu Cory, dukungan itu tentu diperlukan bila saja Imelda memang bergabung dengan Nacionalista. Di sinilah akan ada ujian bagi Cory dan kelompok para tuan tanah kaya. Soalnya, selama ini kelompok Liberal sangat kecewa dengan pelaksanaan UU landreform. Undang-undang itu seperti tak berlaku bagi para pendukung Cory. Maka, ini kesempatan bagi Salonga untuk tawar- menawar. Bila ada kelompok yang kini masih samar-samar geraknya, itulah kelompok muslim, yang induk besarnya ada di Mindanao Selatan. Mereka selama ini menuntut otonomi. Di Manila, di depan Hotel Plaza Philippine, pekan lalu baru ada sebuah poster, Moslems Love Imelda. DP dan Yuli Ismartono (Manila)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini