UDARA Madrid, 3 November, pada musim dingin hanya sekitar 8 derajat Celsius. Namun, suasana Hotel Victoria lumayan juga tegangnya. Polisi-polisi muda berbadan kekar dan wajah serius memperhatikan dengan saksama semua orang yang keluar-masuk hotel. Anjing-anjing pelacak mengendus kian-kemari, kalau-kalau ada senjata atau bahan peledak. Di hotel itulah delegasi gabungan Yordania-Palestina menginap. "Sebagian besar rombongan kami akan pulang besok," kata Maher Naser, pembantu Dr. Shafi. Pulang? Maksudnya tentulah ke wilayah pendudukan. Berikut cuplikan wawancara wartawan TEMPO Dja'afar Bushiri dengan ketua delegasi Palestina, Dr. Haidar Abdel Shafi, di kamar 107. Dalam usianya yang 67 tahun, Shafi kelihatan letih. Pidato pembukaan Shamir sangat keras, dan tak berbicara tentang Palestina. Prinsip kami tetap pada tuntutan utama bahwa proses perdamaian harus dimulai dengan masalah tanah dulu, apa pun sikap Israel. Langkah awalnya, ia harus menghentikan pemukiman imigran Yahudi di Tepi Barat dan Gaza. Menurut Anda, mengapa Israel tak menyinggung soal Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 242 dan 338, yang antara lain memerintahkan Israel melepaskan wilayah yang direbutnya pada perang 1967? Tak jelas, bagi saya, apakah itu strategi perundingan atau memang kartu tak mau damai Israel. Herannya, kalau pilihan kedua yang diambilnya, mengapa datang juga ke perundingan? Melihat alotnya sikap Israel, menurut Anda, apakah masih ada celah-celah perdamaian? Dasar perundingan ini adalah kedua Resolusi Dewan Keamanan PBB itu. Artinya, sikap Israel mestinya luwes. Kalau tidak buat apa berunding? Apa target Palestina? Ada tiga tuntutan kami. Pertama kembalikan tanah kami: Jalur Gaza, Quds (Yerusalem) Timur, dan Tepi Barat. Kedua, hentikan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan. Ketiga, berikan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Palestina dan adanya negara Palestina dengan ibu kotanya Quds Timur. Perdamaian hanya bisa tercipta kalau ketiga tuntutan itu dipenuhi. Ada yang menentang Konperensi Madrid, Iran misalnya, yang tak percaya bahwa Israel mau melepaskan tanah demi perdamaian. Saya pahami sikap hati-hati itu, tapi kami berunding atas dasar standar. Kalau standar tuntutan kami yang tiga itu tak diterima, perundingan gagal. Ada target yang sudah dicapai? Paling tidak, eksistensi kami utuh kembali di muka opini dunia. Keberadaan Palestina adalah legal. Kami adalah bangsa pemilik tanah yang tersita. Kami sedang menuntut pengembalian hak-hak kami. Dan jangan lupa, proses pendekatan sekarang jauh lebih baik daripada dulu. Sikap lebih bijaksana datang, baik dari AS maupun dari PLO sendiri. Saya optimistis. Sebenarnya, menurut Anda, di mana letak Israel? Itulah yang akan kami kembalikan pada Dewan Keamanan PBB. Badan itulah yang mengatur hak hukum setiap negara. Tanah Palestina dulu, 1948, terpaksa dibagi dua untuk Yahudi dan Arab Palestina. Karenanya, Anda jangan tanyakan di mana posisi Israel di bumi Palestina. Waktu itu, negara-negara Arab tak menyetujuinya, tapi harus menerima karena tekanan negara-negara besar. Anda paham, hukum internasional tak membenarkan pengambilan tanah karena peperangan. Yang kami lihat, Palestina sendiri terpecah-pecah dan susah akur .... Tampaknya saja kami terpecah, tapi tujuan tetap sama: tanah air. Ada pihak-pihak yang menduga bahwa upaya diskusi dengan Israel hanyalah menjerumuskan tujuan akhir Palestina membentuk negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini