DIBAYANGI oleh hari depan yang tak menentu, suasana di Taiwan
dewasa ini pada umumnya tenang. Kehidupan sehari-hari berjalan
sebagaimana biasa. Kendati demikian pulau itu tak sanggup
menyembunyikan kenyataan bahwa Taiwan sedang menghadapi krisis,
yang cepat atau lambat pasti akan menimpanya.
Kesulitan negara dengan penduduk 16,4 jula itu berupa politis
dan diplomatik, yang ditentukan oleh dua negara raksasa: RIC
dan AS. Menlu Cyrus Vance berada di Peking untuk membicarakan
normalisasi hubungan Cina-AS. Secara eksplisit ini berarti pula
membicarakan hari depan Taiwan.
Dewasa ini di bidang diplomasi negara pulau itu boleh dikatakan
terasing dan tak punya arti. Hanya Amerika dan Arab Saudi saja
--diantara 23 negara yang secara formil masih punya hubungan
diplomatik dengannya - yang aktif dan berperanan. Tapi,
andaikata AS ingin menormalisasikan hubungannya dengan Peking,
ia harus mengorbankan Taiwan yang berarti pula harus memutuskan
segala katannya, termasuk ikatan militer sebagai pelindung
eksistensi pemerintah pulau itu.
Kelabu
Tapi prospek yang kelabu ini diimbangi oleh Taiwan dengan
keajaiban pembangunan ekonomi. Proses ini diawali tahun 1971
ketika pengucilan diplomatik negara itu dimulai. Terpentalnya
dari keanggotaan PBB tak memacetkan perjalanan cepat negara itu
menuju kemakmuran. Malahan di bidang ekonomi dan pembangunan,
Taiwan makin perkasa ketimbang masa lalu. Taiwan sama dengan
keajaiban ekonomi dan bersama Jepang dan Korea Selatan, telah
jadi bahan iri hati negara berkembang.
Mulanya Taiwan cuma suatu negara agraris. Tapi sekarang ia telah
jadi negara pedagallg terbesar nomor 22 didunia. Di tahun 1952
GNP-nya cuma 1,3 milyar. Pertumbuhan 7 sampai 10 persen tiap
tahunnya telah mendorong GNP-nya sekarang jadi $ 17 milyar.
Hasil per kapita tahun lalu saja $ 809, yang berarti 7 kali
lebih tinggi dari tahun 50-n. Dalam hal gizi, seorang biasa
Taiwan tiap harinya makan 2800 kalori. Ini berarti angka
konsumsi gizi paling tinggi di Asia, termasuk Jepang.
Dalam masa resesi ekonomi 1974-1975 tingkat pertumbuhan anjlok
sampai kira-kira hanya di bawah 1% dan inflasi melonjak sampai
40%. Tapi, menjelang tahun 1976, tingkat perkembangan terkejar
lagi sarmpai 40%. Dan laju inflasi dapat dibendung sampai 3%
saja dengan mengkombinasikan kenaikan harga dengan politik
keuangan yang ketat. Tambahnya lagi, cadangan pembayaran luar
negerinya yang tinggi ($ 4,2 milyar), tentunya akan dapat
menyerap kenaikan harga mi!lyak yang masih menghantui kebanyakan
negara industri. Untuk Taiwan hal itu hanya akan berpengaruh
terhadap kenaikan harga barang.
Taiwan mengekspor 50 persen dari GNP-nya dan telah jadi
pensuplai terkemuka dunia untuk barang keperluan sehari-hari,
dari payung, pesawat tv sampai bola tennis.
Sukses ini sedikitnya telah menghilangkan bayang-hayang suram
rakyat Taiwan akan hari depannya. Belum berhasilnya Cina dan AS
mencapai persetujuan yang berakibat besar atas nasib Taiwan,
setidaknya memberikan lagi peluang bagi Taiwan untuk bernapas
sedikit lega.
Adapun mengenai Amerika, kesediaannya melepaskan Taiwan secara
perlahan-lahan dan berangsur-angsur sudah lama diketahui oleh
Cina. Tentu saja dengan syarat. Dan syarat itu adalah ini: Cina
tak boleh membebaskan Taiwan dengan jalan kekerasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini