Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Namamu adalah perempuan

Pakistan negeri bersendikan ajaran islam. namun hukum yang diterapkan masih merugikan wanita. untuk pertama kali dipimpin wanita, benazir & nusrat bhutto. oposisi menolak, bertentangan dengan islam.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Namamu adalah perempuan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TASLIM Bibi, seorang gadis muda Pakistan, tinggal di Karachi. Belum lama ini ia mengadukan seorang pria yang telah memperkosanya. Tapi pengadilan justru menganggap Bibi melakukan zina. Ia diganjar lima tahun hukuman bui. Si pria dibebaskan. Nasib Bibi menggambarkan posisi wanita Pakistan dibawah hukum yang berlaku, di negeri yang menyatakan bersendikan ajaran Islam itu. Mungkin Islam tak langsung jadi sebab. Selama beratus tahun, wanita Pakistan, seperti perempuan di mana pun juga dalam sejarah, disebut seperti dalam ucapan satu tokoh dalam lakon Shakespeare: "Kerapuhan, namamu adalah perempuan!" Yang agak khas Pakistan mungkin ini: di sejumlah wilayah pedesaan, sampai sekarang bahkan masih berlaku ketentuan yang cukup dahsyat. Kerabat seorang gadis berhak memukul si peran jika ia kedapatan berbicara dengan seorang pria yang bukan muhrimnya. Javeed Iqbal, seorang hakim Mahkamah Agung Pakistan, menyebut perlakuan terhadap wanita di Pakistan sebagai "karakteristik masyarakat feodal yang didominasi kaum pria". Tapi di masyarakat seperti itulah kini justru muncul pemimpin wanita semacam Benazir dan Nusrat Bhutto. Putri dan istri Ali Bhutto ini, yang merupakan pimpinan Partai Rakyat Pakistan (PPP) yang menang dalam pemilu pekan lalu, membuat sejarah: untuk pertama kalinya sebuah negara Islam ini abad ke-20 ini dipimpin oleh seorang wanita. Kaum wanita Pakistan banyak yang bersemangat dengan itu. "Benazir dapat memberi kami kebebasan," kata Hamida, seorang wanita muda berkerudung dan bergaun tertutup di tempat pemberian suara di wilayah kumuh Karachi, pekan lalu. Sedang Shamim Kazmi, seorang aktivis wanita Pakistan, menyebut Benazir sebagai "tokoh yang menunjukkan bahwa wanita dapat keluar dinding rumahnya". Tapi tak sedikit pula kaum wanita Pakistan yang mengaku tak memilih Benazir, karena "lebih memilih agama". Sikap ini tak mengherankan, mengingat dalam masa kampanye pihak Aliansi Demokrasi Islam (ADI), partai saingan utama PPP, gencar menuduh Benazir dan Nusrat "tidak lslami". Selebaran pun keluar menuding Benazir. Anak bekas pejabat yang bersekolah di Barat ini, sewaktu nun di sana, konon pernah menganjurkan penggunaan alat kontrasepsi juga foto lama Nusrat yang sedang melantai dengan bekas Presiden AS Gerarld Ford muncul. Berdansa cara Barat selama ini memang dianggap "haram" oleh masyarakat tradisional Pakistan. Mungkin, memang benar bahwa gaya hidup keluarga Bhutto bukanlah gaya hidup yang sesuai dengan selera kebanyakan orang Islam Pakistan. Tapi, di samping itu, serangan kepada Benazir tak cuma mengenai gaya hidup, tapi juga jenis kelamin. "Tak ada tempat bagi pemerintahan wanita dalam Islam," itulah yang kerap dikumandangkan, juru kampanye kubu ADI. Banyak rakyat setuju. "Bagaimana mungkin kita diperintah oleh cewek berpendidikan Barat?" kata seorang pria yang tingg di Islamabad. Dan dari suara seperti ini dunia di luar Islam juga ikut menyebutkan bahwa lslam memang melarang kepemimpinan oleh wanita -- suatu sikap yang dewasa ini dianggap terbelakang. Benarkah? Menurut Hena Jilani "Islam tak melarang wanita memerintah." Benazir sendiri, dalam otobiografinya yang baru terbit, Daughter Of the East, menjawab masalah ini dengan cara kaum feminis abad ke-20: "Adalah interpretasi salah kaum pria atas ajaran Islam, dan bukan ajaran itu sendiri yang membatasi kesempatan kaum wanita untuk memerintah dengan kecakapan yang tak kalah dibanding pria." Benazir benar. Sejarah mencatat adanya sejumlah penguasa wanita dalam pemerintahan Islam di berbagai tempat di dunia. Di kemaharajaan Usmani di Turki, misalnya, tercatat apa yang disebut "seratus lima puluh tahun pemerintahan wanita: Ratu Asma dan Ratu Arwa (dikenal dengan Ratu Sayyidah). Keduanya terkenal sebagai penguasa yang cakap memerintah, yang sempat membangun jalan berpuluh kilometer -- di antaranya menembus bukit. Di Indonesia pun tercatat 5 penguasa wanita dalam kerajaan Islam. Mereka adalah Ratu Nah-Risyah (1400-1428) dari Kerajaan Islam Samudara Pasai, dan Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Syah (1641-1675), Sri Ratu Nur Alam Nakiatuddin Syah (1675-1677), Sri Ratu Inayat Zakiatuddin Syah (1677-1688), Sri Ratu Kumala Syah (1688-1699), semua di Aceh. Di anak benua India sendiri tercatat dua penguasa wanita dalam pemerintahan Islam. Yakni Razia Sultana, yang memerintah kesultanan Moghul pada abad ke-13 Masehi, dan Ratu Chand Bibi, yang memerintah sebuah kesultanan Isalam kecil pada periode prakemerdekaan. Memang soal kepemimpinan wanita dalam Islam hingga kini masih diperdebatkan. Dalam Quran memang tak ada ayat yang menyebutkan masalah ini. Tapi dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan jelas dalam Perang Onta, saat pasukan Ali melawan Aisyah (isteri Nabi), sahabat Nabi bernama Abu Bakrah teringat kata-kata Muhammad saw., "Tak akan sukses suatu bangsa yang mengangkat seorang wanita sebagai pimpinan mereka." Sabda itu merupakan komentar Nabi tentang berita bahwa rakyat Persia mengangkat Putri Khusrou sebagi ratu di sana. Tapi mungkin dalam kebingungan itu seorang wanita dalam kampanye PPP di Lahore berteriak-teriak keras tentang Benazir: "Ia bukan wanita, ia seorang Bhutto." Farida Sendjaja dan Ahmadie Thaha (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus