Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TOLONGLAH aku, Tuan Blair, hanya Andalah satu-satunya yang mampu membebaskanku. Aku tak ingin mati. Tolong…." Kata-kata memelas ini meluncur dari mulut Kenneth Bigley, 62 tahun. Dalam tayangan video berdurasi 11 menit, Rabu pekan lalu, kakek warga Inggris ini memohon belas kasihan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Ken tertangkap dan disandera kelompok bersenjata Tawhid dan Jihad di Bagdad, Irak, beberapa pekan silam.
Tapi bukan Blair yang membebaskan Ken. Nasib kontraktor sepuh itu terhitung mujur karena para penculik masih membiarkannya selamat. Dua tawanan lain, Eugene Armstrong dan Jack Hensley, yang warga Amerika, kadung menemui ajal. Video rekaman pembunuhan mereka dipertontonkan justru seusai mayatnya ditemukan penduduk Bagdad. CIA menduga pria bertopeng yang mengeksekusi Eugene Armstrong adalah Abu Musab al-Zarqawi sendiri.
Dari semula, Amerika dan Inggris menjadikan Zarqawi target utama. Pemimpin kelompok Tawhid dan Jihad ini dituding sebagai operator Al-Qaidah di Irak. Mereka dianggap bertanggung jawab atas pengeboman, penculikan, dan penembakan yang selama ini terjadi. Dalam kasus Bigley, mereka menuntut AS dan Inggris segera membebaskan Rihab Rashid Taha dan Huda Salih Mahdi Ammash. Kedua ilmuwan senjata biologis pengikut bekas presiden Saddam Hussein itu ditangkap pasukan koalisi tak lama setelah Bagdad menggelimpang, tahun silam.
Perdana Menteri Irak, Iyad Allawi, dan pasukan koalisi tak menduga penculikan warga asing menjadi senjata penekan yang ampuh. Letnan Jenderal Thomas Metz, Wakil Komando Operasi Amerika di Irak, meyakini kelompok Zarqawi hanya berfokus pada "menebar kekacauan di mana-mana", mengoperasikan bom mobil, dan pembunuhan tokoh-tokoh politik yang dianggap prokoalisi. Target mereka membentuk pan-Islamisme di Timur Tengah, khususnya Irak.
Mei 2004, Tawhid dan Jihad menggabungkan diri dengan Salafiah al-Mujahidiah pimpinan Abu Dajanah al-Iraqi. Mereka ini mengaku bertanggung jawab atas pengeboman Izzedin Salim, yang saat itu Ketua Dewan Pemerintahan Transisi Irak. Hingga kini mereka masih pasang target kelas kakap: Iyad Allawi.
Lantas, berhasilkah taktik culik dan bunuh ini? AS dan Inggris menolak keras bernegosiasi. Begitu pula Perdana Menteri Iyad Allawi. "Kami tak sudi bernegosiasi dengan teroris," katanya. Profesor Paul Wilkinson, pakar terorisme dari Universitas St. Andrew, London, mendukung sikap tegas itu. "Sekali saja tuntutan mereka dipenuhi, korban penculikan pasti makin meningkat," ujarnya.
Toby Dodge, pakar Timur Tengah dari Queen Mary College, Universitas London, juga berpendapat serupa. Menurut Dodge, jika tuntutan pertama dipenuhi, pasti—bak kartu domino—akan muncul rentetan tuntutan berikutnya. "Dan kian membuktikan betapa tidak becusnya serdadu Inggris mengontrol keadaan," tuturnya. Dodge dan Wilkinson berkukuh agar Perdana Menteri Blair menolak segala bentuk negosiasi dengan penculik.
Tapi, sebaliknya, Menteri Kehakiman Irak, Malik Dohan Hassan, keburu berjanji akan segera melepas Rihab Rashid Taha. Kabinet transisi juga sudah mempertimbangkan pembebasan Huda Salih Amash. Bahkan Guardian berhasil menemukan fakta bahwa Allawi sudah menyetujui pembebasan keduanya jauh hari sebelum terjadinya penculikan Bigley.
Sayang, baik Dodge maupun Wilkinson lupa bahwa di belakang Bigley masih berbaris sejumlah tawanan lain. Pemerintah Italia, misalnya, mencemaskan nasib warganya, Simona Pari dan Simona Torretta, yang diduga sudah meregang nyawa di tangan penculik. Termasuk juga dua wartawan Prancis. Bahkan Jumat lalu dua warga Mesir diculik gerombolan liar bermobil BMW warna hitam. Siapa pelakunya? Belum ada yang mengaku.
Sejak April 2003, lebih dari 100-an warga asing menjadi korban penculikan di Irak. Dua puluh tujuh di antaranya tewas terbantai. Sejumlah warga Irak pun bernasib serupa, tapi kasusnya selesai dengan uang tebusan. Penculikan memang dilakukan secara acak, tapi yang paling terancam adalah korban dari negara anggota pasukan koalisi.
Di Irak, hidup dan mati memang kerap dipertaruhkan di meja negosiasi.
Rommy Fibri (Guardian, BBC, NYT)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo