Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Orde baru datang di beijing

Kongres rakyat nasional, memutuskan pemisahan kekuasaan antara partai dengan pemerintah (siasat dengan melawan sisa-sisa pengikut mao), perubahaan-perubahan yang terjadi di cina dan pergantian-pergantian pemimpin.

13 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WALAUPUN sering disebut 'hanya tukang stempel', sidang Kongres Rakyat Nasional kali ini tampaknya membuka lemharan baru dalam sejarah Cina. Jauh dari kebiasaan, pada acara pembukaannya, suara riuh tepuk tangan hampir tak kedengaran. Namun sewaktu Wakil PM Yao Yilin menyampaikan laporan pemerintah mengenai berbagai sukses yang dicapai tepuk tangan mulai terdengar. Antara lain ketika ia menyebut suksesnya peluncuran roket dan kenaikan produksi tv. Dan keplokan yang agak keras terdengar ketika Yao mengatakan, "bila seorang pejabat yang bertanggungjawab di bidang ekonomi gagal, ia harus dihukum pidana." Sewaktu laporan panjang itu dibacakan Yao sebagian besar anggota KRN (berjumlah 3225) itu asyik memperhatikan kertas tertulisnya yang ada di meja mereka. Sementara Wakil PM Deng Xiao-ping, tokoh di balik layar yang selama ini dianggap 'otak' dari perubahan yang terjadi di Cina, kelihatan santai dan penuh kepercayaan. Deng duduk sebarisan dengan Ketua Hua Guo-feng dan Wakil-wakil Ketua Partai Komunis Cina (PKC) lainnya. Sambil merokok, ia rupanya tidak tertarik untuk melihat laporan tertulis itu yang juga ada di mejanya. Sidang KRN yang dibuka 30 Agustus itu adalah yang pertama kalinya sejak 16 tahun ini membolehkan wartawan asing meliput acaranva. Mungkin sekali ini pula paling banyak terlihat tokoh tua yang terpaksa dipapah ketika akan duduk. Bahkan Ketua KRN Ye Jianying, 82 tahun, sewaktu membacakan teks pidato pembukaan terpaksa diberi bantal penyangga agar duduknya lebib enak. Sejumlah orang muda terus berjaga-jaga untuk membantu tokoh-tokoh tua bila sewaktu-waktu mereka akan bergerak. Jauh hari sebelum sidang ini dimulai berbagai keputusan yang akan diambil sebenarnya sudah bocor ke luar. Termasuk masalah pergantian perdana menteri dari Hua Guo-feng ke Zhao Ziyang. Lembaga KRN ini seolah hanya berfungsi mengesahkan keputusan yang diambil oleh Komite Sentral PKC. Suatu perdebatan tak mungkin terjadi dalam sidang serupa ini. Maka pengumuman Hua Guo-feng, 59 tahun, tentang pengunduran dirinya dari jabatan perdana menteri dalam suatu pidatonya (7 September) tak begitu mengejutkan. Ini merupakan akibat dari suatu bagian konflik terselubung yang berlangsung antara dia dan Deng. Deng yang dikenal punya akar di kalangan kader partai memang sudah mempersiapkan Zhao Ziyang, 61 tahun, sebagai pengganti Hua. Zhao yang baru April lalu diangkat sebagai Wakil PM sebelumnya adalah Sekretaris Pertama PKC Sichuan. Selama memegang kendali pemerintahan dl provinsi yang penduduknya 100 juta itu ia telah banyak melakukan perubahan besar di bidang ekonomi. Antara lain ia membuka pasaran bebas bagi hasil pertanian dan memperbaiki manajemen perusahaan negara. Dan tahun lalu produksi pertanian di wilayahnya naik 28%, dari tahun 1976. Munculnya Zhao Ziyang, 61 tahun, sebagai Perdana Menteri banyak diartikan sebagai usaha Deng menjaga kelangsungan program '4 modernisasi'. Ia rupanya begitu khawatir kalau program ini jatuh ke tangan orang yang tidak dipercayainya. Di samping mengorbitkan Zhao, ia juga mempersiapkan Hu Yaobang untuk menduduki jabatan Sekretaris Jenderal PKC. Dalam pidatonya Hua menjelaskan pergantian jabatan di kalangan top pemerintahan itu. "Ini diperlukan untuk memperkuat kepemimpinan kolektif dan mengakhiri kebiasaan terlalu lamanya seorang kader duduk dalam suatu jabatan," katanya. Di samping Hua, 7 wakil perdana menteri ikut mengundurkan diri, Yaitu Deng Xiao-ping (76 tahun), Li Xiannian (76 tahun), Chen Yun (76 tahun), Marsekal Xu Xiangqian (80 tahun), Wang Zhen (74 tahun), Wang Renzhong (74 tahun) dan Chen Yonggui (65 tahun). Namun Hua tetap menduduki jabatan Ketua PKC. Sedang Deng, Li Xiannian dan Chen Yun juga tetap sebagai Wakil Kctua PKC. Hua juga mengumumkan pemisahan kekuasan antara partai dan pemerintah. Menurut dia, pemisahan itu memungkinkan bagi pemimpin partai untuk lebih mengkonsentrasikan tugasnya dalam urusan partai. Begitu pula halnya dengan mereka yang memimpin pemerintahan. Tapi di balik itu semua perubahan ini memperlihatkan bahwa Cina kembali pada struktur kekuasaan yang lama. Yaitu semasa Liu Shaoqi sebagai Presiden dan Mao Tse-tung sebagai Ketua Partai, pada awal tahun 60-an. Setelah Li tersingkir pada masa Revolusi Kebudayaan 1969, kekuasaan di Cina praktis berada di tangan Mao sendiri. Dan sejak itu campur tangan partai dalam urusan pemerintahan semakin besar. Begitu pun dengan pemisahan ini sekali lagi orang melihat ke arah Deng. Bukan tak mungkin Deng mencoba mencegah campur tangan partai atau golongan pengikut Mao yang bisa menghalangi program modernisasi yang dicanangkannya. Di masa Mao, berulang kali program pembangunan terhalang karena intervensi sang Ketua yang tak sudi dengan azas 'komunisme luntur'. Apalagi sejak dulu konflik antara hong (kesadaran politik) dan zbuan (keahlian teknis dan kemampuan berorganisasi) selalu mendasari polarisasi politik di Cina. Usaha mendekatkan hong dan zbuan semakin terlihat akhir-akhir ini. Sebuah buku petunjuk partai hasil sidang pleno ke-5 bagian ke-11. Komite Sentral PKC menyebutkan Anggota partai mestilah menjadi pejuang terdepan dalam menyelesaikan '4 modernisasi' dan berusaha sekeras mungkin untuk menjadi 'merah' dan 'ahli'. Merah berarti memiliki orientasi politik yang kukuh dan benar. Ahli berarti belajar dan menguasai profesi sehingga menjadi spesialis dalam pekerjaannya. Memang sejak dicanangkannya program modernisasi pemerintah Cina telah melaksanakan berbagai perubahan yang kadang-kadang terasa cukup radikal. Misalnya, sekarang perusahaan milik pribadi mulai dikembangkan. Bahkan dalam waktu dekat ini pajak pendapatan akan dikenakan pada setiap individu yang memiliki usaha sendiri, seperti pemilik toko dan tukang kayu. Dan untuk membenarkan kebijaksanaan baru ini, Hua telah membeberkan berbagai kesalahan masa lalu. Antara lain, "pentingnya pemilikan kolektif dan individu bagi keseluruhan ekonomi selama ini telah diabaikan." la mengatakan bahwa Repelita I (1953-1957) paling sukses, tapi Repelita berikutnya mulai dirusak oleh ekses dari Lompatan Besar Ke Depan, dan lebih rusak lagi keadaannya ketika muncul Revolusi Kebudayaan. MUNGKIN belajar dari kesalahan masa lalu, penguasa Orde Baru di Cina membuka diri bagi kemungkinan yang lain. Apa yang selama ini berlaku di negara kapitalis sekarang mulai diterapkannya di Cina. Seperti pembagian keuntungan bagi buruh yang bekerja di perusahaan negara dan adanya insentif. Bahkan perusahaan negara mulai tahun depan juga diharuskan membayar pajak. Ini adalah konsekuensi manajemen perusahan tersebut jadi suatu badan otonom. Proses perubahan tampaknya masih akan terus berlangsung. Seberapa lama lagi Cina akan tetap di jalan sosialis mungkin masih sulit untuk dijawab. Seorang pemuda menulis di Harian Buruh, dan mempertanyakan "Apakah sosialisme satu-satunya jalan menuju kebahagiaan?" dan dia bertanya lagi: "Mengapa kemiskinan masih tetap ada, padahal selama bertahun-tahun kita mengumandangkan komunisme paling ideal?" Paling tidak kemiskinan selalu melahirkan berbagai pertanyaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus