WALAUPUN sering disebut 'hanya tukang stempel', sidang Kongres
Rakyat Nasional kali ini tampaknya membuka lemharan baru dalam
sejarah Cina. Jauh dari kebiasaan, pada acara pembukaannya,
suara riuh tepuk tangan hampir tak kedengaran. Namun sewaktu
Wakil PM Yao Yilin menyampaikan laporan pemerintah mengenai
berbagai sukses yang dicapai tepuk tangan mulai terdengar.
Antara lain ketika ia menyebut suksesnya peluncuran roket dan
kenaikan produksi tv. Dan keplokan yang agak keras terdengar
ketika Yao mengatakan, "bila seorang pejabat yang
bertanggungjawab di bidang ekonomi gagal, ia harus dihukum
pidana."
Sewaktu laporan panjang itu dibacakan Yao sebagian besar anggota
KRN (berjumlah 3225) itu asyik memperhatikan kertas tertulisnya
yang ada di meja mereka. Sementara Wakil PM Deng Xiao-ping,
tokoh di balik layar yang selama ini dianggap 'otak' dari
perubahan yang terjadi di Cina, kelihatan santai dan penuh
kepercayaan. Deng duduk sebarisan dengan Ketua Hua Guo-feng dan
Wakil-wakil Ketua Partai Komunis Cina (PKC) lainnya. Sambil
merokok, ia rupanya tidak tertarik untuk melihat laporan
tertulis itu yang juga ada di mejanya.
Sidang KRN yang dibuka 30 Agustus itu adalah yang pertama
kalinya sejak 16 tahun ini membolehkan wartawan asing meliput
acaranva. Mungkin sekali ini pula paling banyak terlihat tokoh
tua yang terpaksa dipapah ketika akan duduk. Bahkan Ketua KRN Ye
Jianying, 82 tahun, sewaktu membacakan teks pidato pembukaan
terpaksa diberi bantal penyangga agar duduknya lebib enak.
Sejumlah orang muda terus berjaga-jaga untuk membantu
tokoh-tokoh tua bila sewaktu-waktu mereka akan bergerak.
Jauh hari sebelum sidang ini dimulai berbagai keputusan yang
akan diambil sebenarnya sudah bocor ke luar. Termasuk masalah
pergantian perdana menteri dari Hua Guo-feng ke Zhao Ziyang.
Lembaga KRN ini seolah hanya berfungsi mengesahkan keputusan
yang diambil oleh Komite Sentral PKC. Suatu perdebatan tak
mungkin terjadi dalam sidang serupa ini.
Maka pengumuman Hua Guo-feng, 59 tahun, tentang pengunduran
dirinya dari jabatan perdana menteri dalam suatu pidatonya (7
September) tak begitu mengejutkan. Ini merupakan akibat dari
suatu bagian konflik terselubung yang berlangsung antara dia dan
Deng. Deng yang dikenal punya akar di kalangan kader partai
memang sudah mempersiapkan Zhao Ziyang, 61 tahun, sebagai
pengganti Hua.
Zhao yang baru April lalu diangkat sebagai Wakil PM sebelumnya
adalah Sekretaris Pertama PKC Sichuan. Selama memegang kendali
pemerintahan dl provinsi yang penduduknya 100 juta itu ia telah
banyak melakukan perubahan besar di bidang ekonomi. Antara lain
ia membuka pasaran bebas bagi hasil pertanian dan memperbaiki
manajemen perusahaan negara. Dan tahun lalu produksi pertanian
di wilayahnya naik 28%, dari tahun 1976.
Munculnya Zhao Ziyang, 61 tahun, sebagai Perdana Menteri banyak
diartikan sebagai usaha Deng menjaga kelangsungan program '4
modernisasi'. Ia rupanya begitu khawatir kalau program ini jatuh
ke tangan orang yang tidak dipercayainya. Di samping
mengorbitkan Zhao, ia juga mempersiapkan Hu Yaobang untuk
menduduki jabatan Sekretaris Jenderal PKC.
Dalam pidatonya Hua menjelaskan pergantian jabatan di kalangan
top pemerintahan itu. "Ini diperlukan untuk memperkuat
kepemimpinan kolektif dan mengakhiri kebiasaan terlalu lamanya
seorang kader duduk dalam suatu jabatan," katanya.
Di samping Hua, 7 wakil perdana menteri ikut mengundurkan diri,
Yaitu Deng Xiao-ping (76 tahun), Li Xiannian (76 tahun), Chen
Yun (76 tahun), Marsekal Xu Xiangqian (80 tahun), Wang Zhen (74
tahun), Wang Renzhong (74 tahun) dan Chen Yonggui (65 tahun).
Namun Hua tetap menduduki jabatan Ketua PKC. Sedang Deng, Li
Xiannian dan Chen Yun juga tetap sebagai Wakil Kctua PKC.
Hua juga mengumumkan pemisahan kekuasan antara partai dan
pemerintah. Menurut dia, pemisahan itu memungkinkan bagi
pemimpin partai untuk lebih mengkonsentrasikan tugasnya dalam
urusan partai. Begitu pula halnya dengan mereka yang memimpin
pemerintahan.
Tapi di balik itu semua perubahan ini memperlihatkan bahwa Cina
kembali pada struktur kekuasaan yang lama. Yaitu semasa Liu
Shaoqi sebagai Presiden dan Mao Tse-tung sebagai Ketua Partai,
pada awal tahun 60-an. Setelah Li tersingkir pada masa Revolusi
Kebudayaan 1969, kekuasaan di Cina praktis berada di tangan Mao
sendiri. Dan sejak itu campur tangan partai dalam urusan
pemerintahan semakin besar.
Begitu pun dengan pemisahan ini sekali lagi orang melihat ke
arah Deng. Bukan tak mungkin Deng mencoba mencegah campur tangan
partai atau golongan pengikut Mao yang bisa menghalangi program
modernisasi yang dicanangkannya.
Di masa Mao, berulang kali program pembangunan terhalang karena
intervensi sang Ketua yang tak sudi dengan azas 'komunisme
luntur'. Apalagi sejak dulu konflik antara hong (kesadaran
politik) dan zbuan (keahlian teknis dan kemampuan berorganisasi)
selalu mendasari polarisasi politik di Cina.
Usaha mendekatkan hong dan zbuan semakin terlihat akhir-akhir
ini. Sebuah buku petunjuk partai hasil sidang pleno ke-5 bagian
ke-11. Komite Sentral PKC menyebutkan Anggota partai mestilah
menjadi pejuang terdepan dalam menyelesaikan '4 modernisasi' dan
berusaha sekeras mungkin untuk menjadi 'merah' dan 'ahli'. Merah
berarti memiliki orientasi politik yang kukuh dan benar. Ahli
berarti belajar dan menguasai profesi sehingga menjadi spesialis
dalam pekerjaannya.
Memang sejak dicanangkannya program modernisasi pemerintah Cina
telah melaksanakan berbagai perubahan yang kadang-kadang terasa
cukup radikal. Misalnya, sekarang perusahaan milik pribadi mulai
dikembangkan. Bahkan dalam waktu dekat ini pajak pendapatan akan
dikenakan pada setiap individu yang memiliki usaha sendiri,
seperti pemilik toko dan tukang kayu.
Dan untuk membenarkan kebijaksanaan baru ini, Hua telah
membeberkan berbagai kesalahan masa lalu. Antara lain,
"pentingnya pemilikan kolektif dan individu bagi keseluruhan
ekonomi selama ini telah diabaikan." la mengatakan bahwa
Repelita I (1953-1957) paling sukses, tapi Repelita berikutnya
mulai dirusak oleh ekses dari Lompatan Besar Ke Depan, dan lebih
rusak lagi keadaannya ketika muncul Revolusi Kebudayaan.
MUNGKIN belajar dari kesalahan masa lalu, penguasa Orde Baru di
Cina membuka diri bagi kemungkinan yang lain. Apa yang selama
ini berlaku di negara kapitalis sekarang mulai diterapkannya di
Cina. Seperti pembagian keuntungan bagi buruh yang bekerja di
perusahaan negara dan adanya insentif. Bahkan perusahaan negara
mulai tahun depan juga diharuskan membayar pajak. Ini adalah
konsekuensi manajemen perusahan tersebut jadi suatu badan
otonom.
Proses perubahan tampaknya masih akan terus berlangsung.
Seberapa lama lagi Cina akan tetap di jalan sosialis mungkin
masih sulit untuk dijawab. Seorang pemuda menulis di Harian
Buruh, dan mempertanyakan "Apakah sosialisme satu-satunya jalan
menuju kebahagiaan?" dan dia bertanya lagi: "Mengapa kemiskinan
masih tetap ada, padahal selama bertahun-tahun kita
mengumandangkan komunisme paling ideal?"
Paling tidak kemiskinan selalu melahirkan berbagai pertanyaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini