Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kasus Kartika Di Malang

Kartika ratna thahir digugat bekas lurah dari malang, perkara pembelian tanah. ayah & 2 orang temannya dituduh ingkar janji. gugatan pemerintah indonesia terhadap dirinya di pengadilan singapura belum putus.

13 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM putus gugatan terhadap dirinya oleh pemerintah Indonesia di pengadilan Singapura, Kartika Ratna, punya perkara pula di Malang. Sebagai pemiiik dan komisaris perusahaan real estate PT Ratna Malang Land (RML), dia digugat Djajoesman, penduduk Jalan Langsep, Malang, lewat pengacara R.A.F. Soewarso Basoeki. Bersama janda H.A. Thahir itu, digugat pula Tejakusuma d/h Tan Tjim Boo (ayah Ratna), Aming Syamsi (Kuasa PT RML) dan Rahardjo Sudji (Direktur PT RML). Djajoesman dan Tejakusuma sudah lama berkenalan. "Sewaktu saya masih kepala desa, saya selalu ambil minyak goreng di rumah Teja," cerita Djajoesman kepada Dahlan Iskan dari TEMPO. Ayah Kartika ini memang punya perusahaan minyak goreng. Tahun 1973, ketika Djajoesman sudah mengundurkan diri dari jabatan lurah, Tejakusuma menemui teman lamanya itu lagi. Kali ini dengan mengendarai mobil Volvo bernomor polisi B (Jakarta). Di dalamnya duduk seorang wanita cantik. "Ini anak saya yang di Singapura," katanya memperkenalkan. Djajoesman kemudian diminta jasa baiknya untuk mencarikan tanah. Ketika itu ada 5 orang pemilik tanah sawah di Desa Gading Kasri yang mau menjual tanah meliputi 3,5 ha. Letaknya di kiri kanan sawah Djajoesman sendiri. "Semula saya tak mau menjual tanah saya satu-satunya itu. Tapi Ratna membujuk terus. Akhirnya saya jual juga dengan syarat," kata pensiunan lurah itu. Syarat itu sebagaimana berkali-kali dikatakan Kartika Ratna, Djajoesman akan ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan perumahan yang akan dibangun di situ. Karena itu Djajoesman melepaskan tanahnya yang 0,5 ha sekalipun harganya hanya seperempat dari harga umum. Belasan kali Kartika datang ke rumah Djajoesman dan tak jarang pensiunan lurah itu diajak menaiki Volvonya. Beberapa kali dia melihat sendiri lokasi, biarpun harus mencopot sepatunya dan ditenteng mengelilingi pematang. Lokasi itu dikenal sebagai kawasan "Malang atas" yang sekarang jadi daerah perluasan kota. Semula Djajoesman meminta surat hitam di atas putih sebagai orang yang ditunjuk untuk menguasai tanah tersebut. Tapi Kartika menjawab "Apa janji saya selama ini ada yang tidak tepat?" Pembayaran tanah berjalan lancar. Bahkan Kartika pernah membayar dengan uang dollar AS. "Saya diberitahu cara-cara menggunakannya dan hari itu juga saya tukarkan. Lantas untuk pembayaran berikutnya dengan rupiah saja karena kasihan pada saya," kisah Djajoesman. Kurang Kuat Tahun 1974, Djajoesman diajak naik Volvo ke kantor Notaris untuk membikin akta jual-beli. Lantaran Kartika Ratna bertempat tinggal di Singapura, akta itu kemudian dibuat atas nama ayahnya (Tejakusuma). Setelah itu lama Kartika tak muncul. Terakhir dia datang menemui Djajoesman akhir 1975 dan memperkenalkan anak muda umur 20-an yang disebutkan sebagai anaknya dan bakal menjadi pemilik real estate-nya. Kabar mengenai Kartika baru dia dengar kembali awal 1980. Secara kebetulan Djajoesman melihat gambar Kartika di koran. Langsung ia mengirim surat ke PT Ratna Malang Land di Jalan Blora, Jakarta, menanyakan rencana pembangunan perumahan di Malang itu. Sebulan kemudian datang interlokal dari Surabaya yang mengaku dari PT Teja Sekawan. Isi berita tanah itu sudah dibeli PT Teja Sekawan. Djajoesman tak peduli. Atas nasihat pengacaranya, ia mengirimkan surat ke berbagai instansi agar jangan melayani orang yang hendak meminta surat pemilikan tanah yang dia kuasai. Sekalipun PT Ratna Malang Land belum mengkonversikan pembelian tanah itu, Camat Klojen, Malang, berani membikinkan akta jual-beli antara PT RML dengan PT Teja Sekawan. Berdasarkan kenyataan ini Djajoesman meminta dilakukan sita jaminan yang kemudian dikabulkan Pengadilan Negeri Malang dan dilaksanakan 19 Agustus. Dasar gugatan Djajoesman karena dia merasa dirugikan, sebab tak mungkin dia menjual tanahnya dengan harga "sahabat" kalau tak ada janji Ratna yang akan menunjuknya sebagai pemborong pembangunan perumahan itu. Harga pasaran ketika itu Rp 2.000/m dijual Rp 600/m. "Tapi seandainya hidupnya lancar, saya kira Kartika Ratna tidak bakal ingkar janji," kata Djajoesman, bekas lurah yang sekarang jadi leveransir dan menyewakan balai pertemuan di samping rumahnya. Tanpa bukti nyata tentang janji Kartika Ratna, gugatan Djajoesman tampak kurang kuat. Peradilannya sendiri belum dipastikan kapan berlangsung, karena Gde Sudarta SH, Ketua Pengadilan Negeri Malang yang akan memimpin sedang cuti. Masih tanda tanya apakah tergugat seperti Tejakusuma, apalagi Kartika Ratna yang lagi buron bisa dipanggil. Rahardjo Sudji (Direktur PT RML) sejak awal September berada di Singapura untuk menjenguk istri dan anaknya yang tinggal di sana. Dia belum mendapat panggilan. Cuma kabarnya dia sudah mendengar gugatan Djajoesman dari PT Teja Sekawan. Namun Aming Syamsi membantah keterlibatannya dengan kasus RML. "Saya tak ada urusan dengan Ratna Malang Land," katanya. Menurutnya, dia hanya menjadi kuasa PT RML dalam pembayaran harga pembelian tanah kepada Djajoesman Aming, 35 tahun, menurut pengakuannya juga sudah diperiksa Kejaksaan Agung tentang keterlibatannya dalam perusahaan milik Kartika, yang semuanya dia bantah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus