Oslobodenye

DI kota yang terkepung, masih ada surat kabar beredar. Namanya Oslobodenye. Arti kata itu: pembebasan. Koran ini, menurut Eyup Ganic, seorang politikus Bosnia, tetap mencoba mempertahankan reputasinya: memberitakan kebenaran. Itu sebabnya, bangunan tempat koran ini berkantor paling rusak karena paling sering dihujani mortir oleh orang Serbia, yang rupanya tak senang dengan berita-berita Oslobodenye. Meski redaktur pelaksananya orang Serbia, surat kabar ini tak takut-takut menyebut Radovan Karadzic, pemimpin etnis Serbia di Bosnia, dan Presiden Serbia Slobodan Milosevic sebagai maniak perang, dengan artikel maupun karikatur. Sejak sebelum perang pecah, Oslobodenye mempertahankan pendapatnya bahwa pluralistik etnis tak bisa dimungkiri di Bosnia. Karena itu, "kami menentang ide pemerintah unuk membuat kantong-kantong etnis," kata Branko Tomic, redaktur pelaksana koran ini. Ide itu sendiri pernah dengan seru didiskusikan oleh para wartawan Oslobodenye. Mereka, yang terdiri dari berbagai etnis, mencoba membagi halaman korannya: berapa halaman berita tentang etnis Serbia, berapa muslim Bosnia, berapa Kroasia. Kesimpulan diskusi: itu bukan manajemen yang baik dalam mengelola surat kabar. "Dan tentu saja bukan cara yang baik untuk mengelola negara," kata Branko Tomic. Empat tahun lalu surat kabar ini berhasil mempertahankan kemerdekaannya. Yakni menolak pengelolaan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah dan partai komunis. Dan tahun berikutnya, 1989, Oslobodenye mendapat sebutan surat kabar terpilih dari pemerintah Federal Yugoslavia. Tirasnya waktu sekitar 100.000 eksemplar, tiap hari terbit 24 halaman. Mungkin karena dilahirkan pada waktu perang, 1943, sebagai surat kabar bawah tanah untuk melawan pendudukan Nazi, Oslobodenye bisa tetap bertahan dalam suasana perang kini. "Oslobodenye adalah simbol ketabahan hati Sarajevo agar tetap hidup," kata Zoran Pirolic, seorang reporter radio setempat. "Koran ini lahir untuk melawan fasisme dan kini kami melawan fasis lagi ... hal berharga yang patut dilakukan," kata Tomic, yang istri dan keluarganya ternyata berpihak pada Serbia. Para pegawai dan wartawan Oslobodenye tak pernah meninggalkan kantornya yang terletak di sebuah menara tua yang sudah hampir runtuh. Mereka benar-benar bekerja demi idealisme: tak memperhitungkan sewaktu waktu nyawa bisa melayang. Juga mereka harus bekerja dengan segala kekurangan: keterbatasan kertas dan kemampuan mesin cetak, dan dalam peliputan telepon tak lagi bisa dipakai. Sejauh ini dua karyawannya tewas, dan 20 yang lain luka parah. Maka, dari 24 halaman, Oslobodenye kini cuma terbit delapan halaman, tanpa sebaris pun iklan. Hanya ada iklan obituari, itu pun iklan gratis: pemasang iklan, yakni keluarga yang kehilangan anggotanya di medan perang, tidak dipungut bayaran. Meski masih bisa terbit tiap hari di kota berpenduduk sekitar 350.000 itu, (meski banyak warga Sarajevo yang mengungsi, ibu kota Bosnia ini sendiri dijadikan tempat pengungsian oleh penduduk sekitarnya) koran ini cuma dicetak 10.000 eksemplar, mengingat hambatan-hambatan yang ada. Cara penjualannya: lewat kios-kios yang masih ada, dan diedarkan oleh karyawan sendiri dibantu keluarganya. Kantor berita Reuters yang meliput ihwal Oslobodenye ini tak menyebutkan berapa yang laku dan berapa harganya. "Jika perang membunuh surat kabar ini," kata ganic si politikus itu, "ia akan dicatat mati dengan nama harum." Dan korannya sendiri akan menjadi dokumen sejarah sangat berharga.