Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IRING-IRINGAN mobil berpacu ke Camp Victory, markas militer Amerika Serikat di kawasan bandara internasional Bagdad, pada siang yang terik Selasa pekan lalu. Iring-iringan itu kini biasa terjadi di ibu kota Irak itu. Yang istimewa, di salah satu mobil terdapat bekas presiden Saddam Hussein. Tiba di tujuan, laiknya kri-minal kelas kakap, bekas diktator itu digiring delapan pengawal berbadan kekar masuk ke sebuah gedung. Borgol membelenggu kedua tangan, dan rantai membeliti pinggangnya.
Tiba di bekas istananya itu, Saddam digiring ke satu kursi di dalam pembatas dari kayu. "Selamat pagi," sapa Saddam kepada hadirin, termasuk sejumlah pejabat Pemerintah Sementara Irak, yang di antaranya musuh bebuyutan rezim lama. Sekelompok wartawan yang hadir sudah diseleksi aparat militer AS. Hanya ada satu kamera video terarah ke Saddam. Rekaman tanpa suara yang disensor militer AS itulah yang ditonton rakyat Irak. Hari itu, Saddam menghadapi pra-sidang sebelum diadili di pengadilan khusus kriminal. Ia tanpa dampingan pengacara.
Pada usia ke-67, Saddam tampak makin renta. Cambang dan kumisnya kian memutih, dengan kerut-merut dan gelembung menggelayut di bawah kedua matanya. Ketimbang saat ia dicokok pasukan AS pada Desember tahun silam, ia lebih rapi dan tubuhnya lebih langsing, dibalut jas abu-abu bergaris tipis dan kemeja putih serta celana hitam. Sepatu hitamnya tampak mengkilap. "Saya Saddam Hussein, Presiden Irak," ujarnya menjawab hakim yang mengecek identitasnya.
Hakim tunggal yang tak disebut namanya membacakan dakwaan. Saddam didakwa dengan tujuh kejahatan atas kemanusiaan. Itu meliputi pengeboman dengan senjata kimia yang menewaskan 5.000 penduduk Kurdi di Halabia (1988), pembunuhan anggota keluarga elite Kurdi dan pemimpin politik, penindasan terhadap etnis Kurdi dan Syiah, dan invasi ke Kuwait (1990).
"Saya mendengarnya dari siaran televisi yang menyebutkan hal itu terjadi selama pemerintahan Presiden Saddam Hussein," ia menanggapi dakwaan de-ngan kalem. Tapi Saddam menolak dakwaan soal invasi terhadap Kuwait. "Saya heran, Anda sebagai rakyat Irak mendakwa saya dengan tuduhan itu ketika tiap orang tahu bahwa Kuwait bagian dari Irak," tuturnya. Bahkan ia mencecar sang hakim dengan, "Anda menyeret Saddam ke pengadilan ketika rakyat Kuwait mengatakan mereka dapat membeli perempuan Irak di jalanan seharga 10 dinar."
Sambil menolak kewenangan pengadilan mengadilinya, ia berkukuh masih Presiden Irak yang ditumbangkan invasi ilegal AS dan sekutunya. "Ini panggung teater untuk jualan kampanye pemilu Bush. Kriminal yang sejati adalah Bush," ia menuding. Ia juga menolak meneken pernyataan tentang dakwaan dan hak-haknya tanpa dampingan pengacara. "Pengadilan ini tak akan adil," ujar Tim Hughes. Menurut salah satu pengacara Saddam ini, Saddam kebal terhadap tuntutan karena ia masih Presiden Irak yang sah.
Tapi Penasihat Keamanan Nasional Irak, Mowaffaq al-Rubaie, berkeras menyebut sidang awal itu tak menggambarkan pengadilan terhadap Saddam. "Kami berjanji kepada rakyat Irak, dunia Arab, dan masyarakat internasional bahwa Saddam akan memperoleh pengadilan yang adil," kata Mowaffaq.
Reaksi rakyat Irak beragam. Di sebuah kedai di Kahramana, Bagdad, Rommy Fibri dari TEMPO menyaksikan derai tawa yang seketika raib saat televisi Al-Jazeera mengabarkan rencana pengadilan Saddam sehari sebelumnya. "Gantung saja Saddam. Kalau ketemu, akan saya cincang dia," kata Abdul Nasr setengah berteriak. Tapi Ahmad Aulawyi, 60 tahun, justru mencerca situasi kacau di negerinya kini. "Di zaman Saddam, hidup saya lebih enak. Tak ada kejahatan, apalagi dijajah tentara asing," ujar bekas kontraktor itu. Namun, rata-rata warga Bagdad yang ditemui wartawan majalah ini, termasuk Wakil Menteri Luar Negeri Hamid al-Bayati, setuju Saddam dihukum berat. "Rakyat Irak akan puas dengan hukuman mati atas dirinya," kata Hamid.
Hukuman mati memang terbuka setelah Pemerintah Sementara Irak meninjau kembali keputusan pemerintah pendudukan AS yang sempat menghapus hukuman mati. Apalagi 30 karung berkas bukti kejahatan Saddam sudah di meja majelis hakim. "Seluruh bukti merujuk pada Saddam," ujar seorang anggota tim investigasi Saddam kepada TEMPO.
Seusai sidang, dua polisi bergegas membantu Saddam berdiri dari kursinya. "Hati-hati, saya sudah renta," pinta sang mantan diktator.
RFX, Rommy Fibri (Bagdad)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo