Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Di masa lalu, Viktor Motorin dari Siberia bisa naik pesawat dan tiba di Krimea hanya empat jam kemudian untuk bersantai di apartemen liburannya. Sekarang dia harus terbang dulu ke Moskow dan kemudian menghabiskan satu setengah hari di kereta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perang di Ukraina, yang kini telah berlangsung selama 18 bulan, mempersulit banyak warga Rusia untuk mencapai tempat favorit musim panas mereka di wilayah Laut Hitam Krimea, yang direbut dan dianeksasi Moskow dari Ukraina pada 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dan keselamatan merupakan salah satu faktor bagi sebagian orang, terutama setelah dua serangan besar Ukraina sejak Oktober lalu terhadap Jembatan Krimea sepanjang 19 km yang menghubungkan Rusia melalui jalan darat dan kereta api ke semenanjung tersebut.
Namun setelah mempertimbangkan kekhawatiran tersebut, Motorin, dari kota Khanty-Mansiysk di Siberia bagian barat, mengatakan ia memutuskan bahwa melakukan perjalanan tahunannya masih merupakan risiko yang layak untuk diambil.
“Kami hitung cukup aman, apalagi rekan-rekan saya sudah datang ke sini pada Juni, awal Juli. Katanya di sini semua tenang, tidak ada masalah di Jembatan Krimea. Barang, harga, semuanya seperti dulu,” dia berkata.
Orang Rusia sudah tertarik dengan pemandangan indah dan garis pantai berbatu di Krimea sejak zaman Tsar, namun kini pilihan tempat berlibur menjadi rumit karena beberapa faktor yang berkaitan dengan perang.
Sanksi-sanksi telah menghentikan penerbangan ke negara-negara Barat, dan melemahnya mata uang rubel Rusia telah meningkatkan biaya perjalanan ke tujuan populer lainnya, seperti Turki dan Thailand.
Wilayah udara komersial di Krimea telah ditutup sejak Rusia melancarkan apa yang disebutnya “operasi militer khusus” di Ukraina pada Februari 2022, yang berarti pengunjung harus tiba dengan mobil atau kereta api. Perjalanan yang sulit seringkali diperparah dengan antrian panjang di jembatan.
"Kami datang dengan kereta api: memakan waktu dua hari empat jam - tahun ini sangat lama karena kami takut naik mobil. Ini tahun kelima kami datang ke sini untuk berlibur," kata Olga Morskova dari Rybinsk, utara Moskow. sekitar 1.370 km dari Krimea.
Tantangan yang Sulit
Alexei Volkov, presiden Persatuan Industri Perhotelan Nasional, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa jumlah wisatawan di Krimea diperkirakan turun 20-30% tahun ini menjadi antara 6 dan 6,5 juta orang.
“Yang istimewa pada tahun ini adalah banyaknya kesulitan yang disebabkan oleh operasi militer khusus dan tantangan baru bagi industri perhotelan dan penduduk lokal ketika situasi (darurat) lebih sering terjadi,” ujarnya.
“Ini adalah musim tersulit dalam sembilan tahun terakhir kami menjadi bagian dari Rusia,” tambahnya, mengacu pada aneksasi tahun 2014 yang dianggap ilegal oleh sebagian besar negara dan Ukraina telah berjanji untuk membatalkannya.
Resor Laut Hitam Rusia lainnya, yang risiko serangannya lebih kecil, mengalami peningkatan permintaan. Volkov mengatakan okupansi hotel di Sochi mencapai 100%, dan bahkan kota pelabuhan Novorossiysk mengalami peningkatan pengunjung sebesar 6%.
Lebih sedikit pengunjung ke Krimea berarti lebih banyak bagi Kaliningrad di Laut Baltik dan Dagestan di wilayah Kaukasus utara Rusia, katanya.
Bagi salah satu pasangan asal Rusia, pemilihan Krimea sebagai tujuan liburan terbukti berakibat fatal. Baik pria maupun wanita tersebut tewas, dan putri mereka yang berusia 14 tahun terluka, ketika mobil mereka terjebak dalam ledakan ketika mereka melintasi jembatan pada 17 Juli, dalam perjalanan pada malam hari untuk menghindari kemacetan lalu lintas.
Kepala dinas keamanan SBU Ukraina, Vasyl Maliuk, kemudian mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, dan serangan sebelumnya yang menyebabkan kerusakan parah pada jembatan pada Oktober lalu.
Pekan lalu Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pasukannya telah menghancurkan 42 drone yang diluncurkan Ukraina di Krimea dalam satu hari. Gubernur yang ditunjuk oleh Rusia mengatakan dua pesawat lagi ditembak jatuh pada Senin.
Meskipun perang ini sangat dekat, beberapa orang Rusia yang diwawancarai oleh Reuters cenderung meremehkan bahaya tersebut, atau bahkan mengabaikannya sama sekali.
"Tidak, sama sekali tidak ada rasa takut. Kami pergi tanpa berpikir dua kali, tidak takut pada apa pun; semuanya baik-baik saja," kata Alexander Semashko dari Stavropol di Rusia selatan.
“Tujuan perjalanan kami, tentu saja, adalah untuk beristirahat, dan mendukung operator tur Rusia, pelaku bisnis perhotelan, dan pariwisata Rusia, tidak diragukan lagi.”
Sergei Lenkov, dari Vologda di utara Moskow, mengatakan dia percaya pada sistem pertahanan udara Rusia.
"Tidak ada risiko kok. Langit terlindungi. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujarnya.
REUTERS