Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BRUSSELS - Partai-partai politik arus utama Eropa mendapat pukulan telak dalam pemilihan pada Ahad lalu, meski masih dapat menahan gelombang partai ekstrem kanan yang dipimpin oleh Marine Le Pen, Matteo Salvini, dan Nigel Farage.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam salah satu pemungutan suara demokrasi terbesar di dunia, kelompok-kelompok utama kanan-tengah dan kiri-tengah kehilangan mayoritas gabungan suara mereka di Parlemen Eropa dalam menghadapi tantangan kelompok anti-euro dan ultranasionalis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan hasil yang dirilis pada Ahad malam waktu setempat, blok ekstrem kanan yang diwakili Partai Nasionalis serta Partai Kebebasan dan Demokrasi Langsung diproyeksikan meraih 115 kursi, meningkat drastis dari 78 kursi dalam pemilu 2014.
Hasil gemilang yang diraih oleh ekstrem kanan semakin tervalidasi dengan kemenangan di tiga negara besar Uni Eropa, yaitu Italia, Prancis, dan Inggris.
Di Italia, Partai Lega Nord atau Liga Utara pimpinan Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini memperkokoh cengkeraman kekuasaannya dengan kemenangan meyakinkan. Partai Liga diproyeksikan memenangi 33,6 persen suara atau 28 kursi, unggul jauh dari partai sayap kiri Partai Demokrat, yang hanya meraih 23,5 persen atau 14 kursi.
Sementara itu, di Inggris, dua partai tradisional, Partai Konservatif dan Partai Buruh, dipermalukan oleh Partai Brexit, partai yang baru berumur 5 bulan. Dipimpin oleh Nigel Farage-tokoh utama di balik kemenangan kubu Leave dalam Referendum Keanggotaan Inggris di Uni Eropa-partai yang dibentuk sebagai wujud protes terhadap tidak kunjung tercapainya kesepakatan Brexit itu menang telak dengan raihan 31,7 persen.
Di Prancis, Presiden Emmanuel Macron yang terkenal dengan visinya yang pro-Uni Eropa tidak berdaya menghadapi mantan pesaingnya dalam pilpres 2017, Marine Le Pen. Partai Le Pen, National Rally, unggul tipis 1 persen dengan raihan 23,5 persen dari Partai Macron, La Republique En Marche.
"Kami menghadapi kekuatan kubu tengah yang menyusut," kata Manfred Weber, kandidat utama Jerman dari Partai Rakyat Eropa (EPP) dalam kontestasi menggantikan Jean-Claude Juncker sebagai Ketua Komisi Eropa. Kendati demikian, Weber menegaskan tidak ada peluang untuk kerja sama dengan para ekstremis dari kiri dan kanan dalam.
Pertarungan antara warga pendukung Uni Eropa dan mereka yang menentangnya terlihat dalam jumlah pemilih pada pemilu kali ini. Sementara dalam setiap pemilihan Uni Eropa sejak yang pertama pada 1979 menunjukkan penurunan jumlah pemilih di 28 negara, kali ini jumlah pemilih mencapai 51 persen atau lebih dari 200 juta orang. Hasil ini juga menunjukkan jumlah tertinggi dalam 20 tahun terakhir.
Hasil total dari 28 negara anggota Uni Eropa juga menunjukkan merosotnya suara yang diraih dua partai tradisionalis, yang selama ini mendominasi parlemen, yaitu blok kanan-tengah Partai Rakyat Eropa (EPP) dan blok kiri-tengah Aliansi Progresif Sosialis dan Demokrat (S&D).
Untuk pertama kalinya kombinasi kursi kedua partai tidak akan mencapai mayoritas 376 kursi dari total 751 kursi di Parlemen Uni Eropa. Kedua partai diproyeksikan hanya meraih 329 kursi, masing-masing 179 kursi untuk EPP dan 150 kursi untuk S&D, anjlok dari 412 kursi dalam pemilu sebelumnya.
Ambruknya dukungan terhadap partai tradisionalis memang sudah diprediksi. Kemarahan warga Eropa terhadap meningkatnya jumlah imigran memicu melesatnya suara partai ekstrem kanan.
Namun peningkatan suara dua kubu lain, yaitu blok Liberal dan blok Partai Hijau, diharapkan dapat membendung peningkatan pengaruh blok ekstrem kanan. Kedua blok yang cenderung pro-Uni Eropa ini diperkirakan berkoalisi dengan blok partai tradisional. AL JAZEERA | YAHOO NEWS | GUARDIAN | SITA PLANASARI AQUADINI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo