SEORANG lelaki duduk di muka lift kuno sambil membaca koran di
lantai bawah sebuah gedung apartemen di rue de Berri nomor 35,
Paris, Prancis. Dan di tingkat lima gedung tua dan sederhana itu
dua orang lelaki yang lain duduk di bangku kecil di samping
lift sambil minum kopi susu. Beberapa botol kosong dan karton
bekas makanan kecil terserak di anak tangga. Mereka habis
berjaga malam di muka pintu apartemen Pangeran Norodom Sihanouk.
Agaknya. Dan ketiga-tiganya adalah orang Prancis.
Lalu tepat pukul sepuluh pagi, hari Selasa 18 Desember 1979
pintu apartemen itu dibuka oleh Khek Lerang, 35, jurubicara
Sihanouk. Setelah mengucapkan salam dan berjabat tangan dengan
ramah sang Pangeran mempersilakan duduk. Beberapa saat kemudian
seorang lelaki lain umur duapuluhan dengan jas lengkap datang
membawa dua gelas air jeruk. Ada juga tiga orang perempuan di
apartemen yang cukup besar itu. Dan ketika Sihanouk mulai duduk
di atas sofa di ruang tamu, wajahnya nampak jadi lebih serius.
Ia mengenakan jas model lama yang sederhana dan menjawab semua
pertanyaan yang diajukan dengan nada tinggi. Seperti
kebiasaannya.
Dan berikut ini adalah wawancara koresponden TEMPO di Paris,
Noorca M. Massardi dengan Pangeran Norodom Sihanouk di apartemen
yang disediakan oleh pemerintah Prancis tersebut.
Monseigneur, dalam acara Dossiers de l' ecran 27 November anda
menyatakan bahwa anda akan kembali ke Kambodia walaupun anda
tidak berhasil membebaskannya dari pendudukan Vietnam. Apa
maksud anda dan apa yang akan anda lakukan untuk menyelesaikan
konflik tersebut?
Bila Perdana Menteri Thailand, memberikan izin kepada saya untuk
datang ke Kambodia melalui perbatasannya, saya akan segera
datang ke sana. Dan bila tentara nasionalis yang saya pimpin
diizinkan berpangkal di daerah Thailand untuk menyiapkan
penyerbuan ke Kambodia, saya akan dengan senang hati datang ke
sana.
Anda menyatakan juga keinginan anda untuk tinggal dan hidup
bersama para pelarian Kambodia di kamp-kamp pengungsi yang
berada di Thailand.
Seperti sudah saya nyatakan, kehadiran saya di tengah para
pengungsi itu akan lebih berarti bila saya diizinkan membentuk
suatu kekuatan militer di sana. Bila tidak, maka hadirnya saya
di sana akan hanya untuk tujuan kemanusian saja.
Apabila penyelesaian politik yang sedang anda usahakan ini
gagal, penyelesaian apalagikah yang hendak anda jalankan?
Hanya ada satu kemungkinan lain yakni militer. Saya kini telah
berunding mengenai soal ini dengan Cina. Jadi belum bisa saya
katakan bagaimana hasilnya. Dan saya yakin Cina akan mendukung
saya. Tapi pemerintah Prancis belum setuju mengenai penyelesaian
militer ini.
Apa yang anda lakukan selama ini di Beijing dan di Pyongyang?
Beijing dari dulu adalah sahabat saya. Dan Kim Il Sung sudah
menyatakan kepada saya bahwa dia akan mendukung sepenuhnya usaha
apa pun yang saya jalankan untuk menyelesaikan problem Kambodia
ini.
Monseigneur, anda pernah menyaIakan kepada wartawan teve Prancis
Antenne 2 di New York bahwa anda tidak setuju terhadap sikap
Cina yang tetap mendukung Pol Pot. Apakah aksi anda sekarang ini
didukung juga oleh Beijing?
Selain berkawan dengan Pol Pot, Cina juga bersahabat baik dengan
saya. Dan saya yakin Cina akan segera meninggalkan Pol Pot bila
kekuatan tentara nasionalis telah tersusun baik. Sebab anda
harus tahu bahwa tentara Khmer Merah sekarang ini sudah
terpecah-pecah. Tentang kekuatan tentara Vietnam, saya akui,
mereka memang lebih kuat. Tapi para pendukung saya tetap meminta
saya untuk menjadi pemimpin mereka.
Tapi walaupun anda dianggap sebagai satu-satunya pemimpin
nasional, banyak juga yang kini berjuang di hutan-hutan Kambodia
yang tidak mengakui kepemimpinan anda tersebut, seperti Norodom
Saranyavong misalnya.
Siapa yang mengatakan itu? Norodom itu adalah kemenakan saya
sendiri.
Tapi di reportase teve FR 3 dia bilang Sihanouk bukan pemimpin
mereka.
Ya tapi itu hanya dimaksud untuk menghimpun mereka yang tidak
begitu senang kepada saya.
Bila anda tak keberatan untuk menjawabnya, Monseigneur, dari
manakah anda mendapat bantuan keuangan selama ini?
(Marah) Dari mana? Apa anda pikir saya datang ke Paris ini
dengan mengantungi banyak uang? Saya sudah bilang bahwa untuk
tiket ke Paris ini adalah Cina yang membelikannya. Dan selama
saya tinggal di Prancis, pemerintah Prancislah yang menyediakan
hotel dan rumah ini sekarang. Pertanyaan anda sungguh tidak
bersahabat. Dan orang-orang selalu bertanya dengan curiga. Saya
ini miskin, saudara!
(Bangkit dari kursinya). Tapi kalau tak ada yang mau mengongkosi
saya, para pendukung saya telah siap untuk membiayai sekadarnya.
Bahkan untuk isi perut saya sekarang ini, para kompatriot
sayalah yang membawanya ke sini tiap hari.
(Menuju pintu ruang makan) Mari ke sini! Lihat! Lihatlah di atas
meja itu. Itulah makanan saya yang baru dibawakan untuk saya!
(Di atas baki ada beberapa potong roti, dan beberapa botol
minuman. Dan Khek Lerang yang berada di ruang itu memandang
Sihanouk lagi seperti hendak menyabarkan sikap Sihanouk yang
amat tersinggung itu). Coba katakan kepada mereka ini Khek,
bahwa saya ini bukan manusia yang bisa dibeli oleh orang asing
mana pun. Saya bukan orang macam Son Sann (eks PM masa Sihanouk
-- red) yang telah menjual dirinya. (Khek Lerang terus
mengiyakan) Wartawan Indonesia ini juga mengatakan bahwa saya
tidak diakui oleh rakyat Kambodia seluruhnya sebagai pemimpin
mereka. Suruh dia bikin angket sendiri baik di Paris atau di
Kambodia. Tanyakan kepada mereka, apa betul mereka tidak
mengakui Sihanouk sebagai pemimpin mereka?
(Setelah duduk kembali) Monseigneur, bagaimana sikap anda
terhadap Partai Komunis Prancis yang hanya mengakui penguasa
Kambodia sekarang?
Partai Komunis Prancis itu berkiblat ke Moskow sedang Moskow
pendukung Vietnam. Jadi gampang dipahami. Dan saya tak perlu
heran terhadap sikap mereka.
Bila anda berhasil mengajak Vietnam ke meja perundingan yang
baru di Jenewa nanti dan bila mereka mau meninggalkan Kambodia,
pemerintahan yang macam apakah yag hendak anda bentuk kelak?
Saya akan melakukan pemilihan umum dengan disaksikan oleh
wakil-wakil dari organisasi internasional. Bagi saya tidak
penting siapa yang akan jadi pemimpin Kambodia nanti. Apakah
Heng Samrin, Pol Pot atau siapa saja. Yang pasti pemilihan itu
harus demokratis. Dan pemerintahan Kambodia harus benar-benar
dipimpin oleh mereka yang dipilih oleh seluruh rakyat tanpa
campur tangan asing. Sebab perjuangan saya sekarang ini adalah
untuk menyelamatkan seluruh rakyat dan negeri saya.
Jadi bukan untuk kepentingan pribadi anda?
Kepentingan pribadi apa? Apakah untuk kepentingan pribadi bila
saya sekarang berjuang untuk menyingkirkan imperialis Vietnam
dari tanah-air saya? Saya punya istana di Beijing dan di
Pyong-yang, tapi saya lebih suka hidup menderita dalam
perjuangan, apakah itu untuk kepentingan pribadi? Dan apakah
bila negeri anda diserbu negara lain anda akan diam saja
berpangku tangan?
Monseigneur, ketika pemerintah Inggris menarik dukungannya
terhadap Pol Pot, bagaimana sikap anda?
Dukungan terhadap Pol Pot adalah tidak benar dan sangat melukai
rakyat Kambodia. Karena Pol Pot adalah pembunuh rakyat Kambodia.
Anda harus membaca editorial koran Australia The Age (ia
bangkit dan memperlihatkan fotokopi koran tersebut tanggal 30
November 1979) yang mengritik Asean dan pemerintahnya atas
sikapnya yang mendukung Pol Pot. Dan tindakan Thatcher yang
mencabut dukungannya kepada Pol Pot adalah baik sekali. Tapi
Asean malah mencela sikap Inggris itu. Bagi saya kecaman
terhadap Thatcher itu buruk sekali. Bacalah artikel The Age
itu karena begitulah seharusnya sikap Asean.
Tapi bagaimana sebenarnya tanggapan anda pribadi terhadap sikap
Asean dalam menghadapi masalah Kambodia dan terutama sikap
pemerintah Indonesia belakangan ini?
Dukungan Asean terhadap rezim pembunuh Pol Pot adalah suatu
langkah yang salah. Asean tidak seharusnya berbuat begitu. Asean
harus mengatakan bahwa Kambodia sekarang tidak memiliki
pemerintahan, seperti yang telah dinyatakan oleh Inggris. Dan
mereka harus menyatakan bahwa rakyat Kambodia harus memiliki hak
untuk memilih dengan bebas pemerintahannya sendiri. Kursi di PBB
harus tetap dibiarkan kosong sampai menunggu terbentuknya suatu
pemerintahan hasil pemilu yang akan menduduki kursi tersebut.
Itulah yang harus dilakukan.
Kepada para wartawan Antenne 2 di New York anda menyatakan, saya
kutip: " . . . saya ingin beristirahat dan saya ingin hidup
bebas seperti burung . . . " Lalu apa yang menyebabkan anda
berubah sikap setibanya anda di Paris?
Saya tidak pernah berubah pikiran, saudara! Tapi para kompatriot
sayalah yang meminta saya untuk datang dan memimpin suatu aksi
politik! Saya tidak berubah sikap! Bukan saya yang mendatangi
mereka. Mereka yang mengundang saya supaya keluar dari tempat
peristirahatan. Lalu bagaimana saya bisa beristirahat bila para
kompatriot saya mengajak saya untuk berjuang? Tanya saja kepada
dia! (menunjuk Khek Lerang, dan Khek membenarkan).
Di depan wartawan teve Prancis TF 1 PM. Pham Van Dong di Hanoi
kemarin menyatakan bahwa tidak benar Vietnam menyerbu Kambodia,
bahwa negara apa pun akan bertindak seperti dia terhadap
Kambodia dan bahwa tcntara Vietnam akan segera ditarik dari
Kambodia bila Kambodia sudah tenang. Pada suatu saat. Bagaimana
tanggapan anda dan apakah menurut anda ia akan menepati
janjinya?
Pham Van Dong tidak pernah menepati janjinya. Ia pernah berjanji
kepada saya bahwa ia akan menghormati kebebasan, netralitas, dan
kesatuan wilayah teritorial Kambodia, tapi ia tak menepati
kata-katanya. Orang Vietnam adalah para pendusta. Agresor negeri
saya adalah para pembohong. Vietnam hanya mengerti bahasa
kekerasan belaka. Makanya biar pun kita lemah, kita harus
berjuang melawan Vietnam, karena Vietnam tidak akan mengerti
bahasa yang lain. Dan Vietnam tidak akan pernah menarik
tentaranya dari Kambodia. Tidak akan. Sampai kapan pun. Itu
sebabnya rakyat Kambodia harus berjuang bila ia ingin
menyelamatkan negaranya.
Setelah 15 tahun anda berada di puncak kekuasaan, apakah anda
tidak merasa lelah, Monseigneur, untuk berjuang sekali lagi?
Lihat dong saya. Saya bukan orang tua bangka. Biar pun umur saya
sudah 57 tahun, saya masih kuat. Dan lagi saya terlalu cinta
negeri saya untuk menjadi lelah. Kita akan lelah, akan capek,
bila kita tak mencintai lagi tanah air. Dan selama kita masih
mencintai negara kita, kita tak boleh merasa lelah.
Pertanyaan terakhir, Monseigneur. Masih dalam wawancara dengan
Antenne 2 di New York anda mengatakan bahwa waktu itu "Sihanouk
adalah manusia tanpa harapan dan seorang 'gila' yang jenial".
Sihanouk yang macam apakah anda sekarang ini?
Bukan saya yang mengatakan bahwa Sihanouk adalah orang 'gila'.
Tapi seorang jenderal Prancis yang tahun 1953 merasa kaget
ketika saya meminta supaya Prancis membebaskan Kambodia. Anda,
wartawan, jangan memutarbalikkan kata-kata supaya saya
bertentangan kata terhadap apa yang telah saya ucapkan.
Saya tak akan pernah plin-plan. Anda selalu mengubah kalimat dan
memisahkannya dari konteks supaya anda bisa menyatakan bahwa
Sihanouk adalah jenis yang selalu berubah pendapat, yang
plin-plan setiap waktu. Saya tak pernah menjilat-ludah kembali.
Karena saya mencintai negeri saya dan apa yang saya lakukan
adalah untuk negeri saya.
Bila suatu kali saya bilang ingin pensiun dan kali yang lain
ingin berjuang, itu karena untuk negeri saya. Saya lelah, saya
ingin pensiun, tapi apa saya harus menolak kehendak para
kompatriot saya yang meminta saya untuk ikut bersama mereka?
Tentang sebutan "gila tapi jenial" bukan saya yang menjulukinya.
Sebab untuk menjadi 'gila' harus diperiksa sebelumnya oleh para
dokter. Tapi dokter-dokter saya tidak mengatakan bahwa saya
sudah gila. Lalu jangan dong menyebut saya dengan kwalifikasi
gila seperti itu.
Tentang saya adalah 'orang tanpa harapan', saya tidak pernah
hilang harapan karena saya terus-menerus berjuang melawan
imperialisme Amerika, kolonialisme Prancis. Saya bersama
Presiden Soekarno berjuang melawan imperialisme. Dan waktu itu
orang-orang Indonesia bersikap baik kepada saya. Pers Indonesia
juga begitu. Tidak seperti sekarang. Jauh dari keadaan pers
sekarang. Sejak Presiden Soeharto, semuanya berubah. Dan bukan
saya yang berubah. Anda semua yang telah berubah. Bukan saya, he
he he. Saya harus katakan hal itu.
Anda tahu, Indonesia telah berpihak kepada Lon Nol kontra saya.
Selamanya. Dan sekarang Indonesia berada di pihak Pol Pot
melawan saya. Selamanya. Dan itu bukan salah saya. Coba apa yang
telah saya perbuat kepada Indonesia? Tidak ada! Dan saya tak
pernah ikut campur dalam urusan anda. Anda tak akan pernah
menyaksikan Indonesia diduduki oleh saya. Tak akan pernah ! He
he he . . .
Merci, Monseigneur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini