Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pejuang dari rue de berri

Wawancara tempo, noorca marendra massardi dengan sihanouk di paris. soal kekuatan militer, pengungsi serta hubungannya dengan cina.

5 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG lelaki duduk di muka lift kuno sambil membaca koran di lantai bawah sebuah gedung apartemen di rue de Berri nomor 35, Paris, Prancis. Dan di tingkat lima gedung tua dan sederhana itu dua orang lelaki yang lain duduk di bangku kecil di samping lift sambil minum kopi susu. Beberapa botol kosong dan karton bekas makanan kecil terserak di anak tangga. Mereka habis berjaga malam di muka pintu apartemen Pangeran Norodom Sihanouk. Agaknya. Dan ketiga-tiganya adalah orang Prancis. Lalu tepat pukul sepuluh pagi, hari Selasa 18 Desember 1979 pintu apartemen itu dibuka oleh Khek Lerang, 35, jurubicara Sihanouk. Setelah mengucapkan salam dan berjabat tangan dengan ramah sang Pangeran mempersilakan duduk. Beberapa saat kemudian seorang lelaki lain umur duapuluhan dengan jas lengkap datang membawa dua gelas air jeruk. Ada juga tiga orang perempuan di apartemen yang cukup besar itu. Dan ketika Sihanouk mulai duduk di atas sofa di ruang tamu, wajahnya nampak jadi lebih serius. Ia mengenakan jas model lama yang sederhana dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan nada tinggi. Seperti kebiasaannya. Dan berikut ini adalah wawancara koresponden TEMPO di Paris, Noorca M. Massardi dengan Pangeran Norodom Sihanouk di apartemen yang disediakan oleh pemerintah Prancis tersebut. Monseigneur, dalam acara Dossiers de l' ecran 27 November anda menyatakan bahwa anda akan kembali ke Kambodia walaupun anda tidak berhasil membebaskannya dari pendudukan Vietnam. Apa maksud anda dan apa yang akan anda lakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut? Bila Perdana Menteri Thailand, memberikan izin kepada saya untuk datang ke Kambodia melalui perbatasannya, saya akan segera datang ke sana. Dan bila tentara nasionalis yang saya pimpin diizinkan berpangkal di daerah Thailand untuk menyiapkan penyerbuan ke Kambodia, saya akan dengan senang hati datang ke sana. Anda menyatakan juga keinginan anda untuk tinggal dan hidup bersama para pelarian Kambodia di kamp-kamp pengungsi yang berada di Thailand. Seperti sudah saya nyatakan, kehadiran saya di tengah para pengungsi itu akan lebih berarti bila saya diizinkan membentuk suatu kekuatan militer di sana. Bila tidak, maka hadirnya saya di sana akan hanya untuk tujuan kemanusian saja. Apabila penyelesaian politik yang sedang anda usahakan ini gagal, penyelesaian apalagikah yang hendak anda jalankan? Hanya ada satu kemungkinan lain yakni militer. Saya kini telah berunding mengenai soal ini dengan Cina. Jadi belum bisa saya katakan bagaimana hasilnya. Dan saya yakin Cina akan mendukung saya. Tapi pemerintah Prancis belum setuju mengenai penyelesaian militer ini. Apa yang anda lakukan selama ini di Beijing dan di Pyongyang? Beijing dari dulu adalah sahabat saya. Dan Kim Il Sung sudah menyatakan kepada saya bahwa dia akan mendukung sepenuhnya usaha apa pun yang saya jalankan untuk menyelesaikan problem Kambodia ini. Monseigneur, anda pernah menyaIakan kepada wartawan teve Prancis Antenne 2 di New York bahwa anda tidak setuju terhadap sikap Cina yang tetap mendukung Pol Pot. Apakah aksi anda sekarang ini didukung juga oleh Beijing? Selain berkawan dengan Pol Pot, Cina juga bersahabat baik dengan saya. Dan saya yakin Cina akan segera meninggalkan Pol Pot bila kekuatan tentara nasionalis telah tersusun baik. Sebab anda harus tahu bahwa tentara Khmer Merah sekarang ini sudah terpecah-pecah. Tentang kekuatan tentara Vietnam, saya akui, mereka memang lebih kuat. Tapi para pendukung saya tetap meminta saya untuk menjadi pemimpin mereka. Tapi walaupun anda dianggap sebagai satu-satunya pemimpin nasional, banyak juga yang kini berjuang di hutan-hutan Kambodia yang tidak mengakui kepemimpinan anda tersebut, seperti Norodom Saranyavong misalnya. Siapa yang mengatakan itu? Norodom itu adalah kemenakan saya sendiri. Tapi di reportase teve FR 3 dia bilang Sihanouk bukan pemimpin mereka. Ya tapi itu hanya dimaksud untuk menghimpun mereka yang tidak begitu senang kepada saya. Bila anda tak keberatan untuk menjawabnya, Monseigneur, dari manakah anda mendapat bantuan keuangan selama ini? (Marah) Dari mana? Apa anda pikir saya datang ke Paris ini dengan mengantungi banyak uang? Saya sudah bilang bahwa untuk tiket ke Paris ini adalah Cina yang membelikannya. Dan selama saya tinggal di Prancis, pemerintah Prancislah yang menyediakan hotel dan rumah ini sekarang. Pertanyaan anda sungguh tidak bersahabat. Dan orang-orang selalu bertanya dengan curiga. Saya ini miskin, saudara! (Bangkit dari kursinya). Tapi kalau tak ada yang mau mengongkosi saya, para pendukung saya telah siap untuk membiayai sekadarnya. Bahkan untuk isi perut saya sekarang ini, para kompatriot sayalah yang membawanya ke sini tiap hari. (Menuju pintu ruang makan) Mari ke sini! Lihat! Lihatlah di atas meja itu. Itulah makanan saya yang baru dibawakan untuk saya! (Di atas baki ada beberapa potong roti, dan beberapa botol minuman. Dan Khek Lerang yang berada di ruang itu memandang Sihanouk lagi seperti hendak menyabarkan sikap Sihanouk yang amat tersinggung itu). Coba katakan kepada mereka ini Khek, bahwa saya ini bukan manusia yang bisa dibeli oleh orang asing mana pun. Saya bukan orang macam Son Sann (eks PM masa Sihanouk -- red) yang telah menjual dirinya. (Khek Lerang terus mengiyakan) Wartawan Indonesia ini juga mengatakan bahwa saya tidak diakui oleh rakyat Kambodia seluruhnya sebagai pemimpin mereka. Suruh dia bikin angket sendiri baik di Paris atau di Kambodia. Tanyakan kepada mereka, apa betul mereka tidak mengakui Sihanouk sebagai pemimpin mereka? (Setelah duduk kembali) Monseigneur, bagaimana sikap anda terhadap Partai Komunis Prancis yang hanya mengakui penguasa Kambodia sekarang? Partai Komunis Prancis itu berkiblat ke Moskow sedang Moskow pendukung Vietnam. Jadi gampang dipahami. Dan saya tak perlu heran terhadap sikap mereka. Bila anda berhasil mengajak Vietnam ke meja perundingan yang baru di Jenewa nanti dan bila mereka mau meninggalkan Kambodia, pemerintahan yang macam apakah yag hendak anda bentuk kelak? Saya akan melakukan pemilihan umum dengan disaksikan oleh wakil-wakil dari organisasi internasional. Bagi saya tidak penting siapa yang akan jadi pemimpin Kambodia nanti. Apakah Heng Samrin, Pol Pot atau siapa saja. Yang pasti pemilihan itu harus demokratis. Dan pemerintahan Kambodia harus benar-benar dipimpin oleh mereka yang dipilih oleh seluruh rakyat tanpa campur tangan asing. Sebab perjuangan saya sekarang ini adalah untuk menyelamatkan seluruh rakyat dan negeri saya. Jadi bukan untuk kepentingan pribadi anda? Kepentingan pribadi apa? Apakah untuk kepentingan pribadi bila saya sekarang berjuang untuk menyingkirkan imperialis Vietnam dari tanah-air saya? Saya punya istana di Beijing dan di Pyong-yang, tapi saya lebih suka hidup menderita dalam perjuangan, apakah itu untuk kepentingan pribadi? Dan apakah bila negeri anda diserbu negara lain anda akan diam saja berpangku tangan? Monseigneur, ketika pemerintah Inggris menarik dukungannya terhadap Pol Pot, bagaimana sikap anda? Dukungan terhadap Pol Pot adalah tidak benar dan sangat melukai rakyat Kambodia. Karena Pol Pot adalah pembunuh rakyat Kambodia. Anda harus membaca editorial koran Australia The Age (ia bangkit dan memperlihatkan fotokopi koran tersebut tanggal 30 November 1979) yang mengritik Asean dan pemerintahnya atas sikapnya yang mendukung Pol Pot. Dan tindakan Thatcher yang mencabut dukungannya kepada Pol Pot adalah baik sekali. Tapi Asean malah mencela sikap Inggris itu. Bagi saya kecaman terhadap Thatcher itu buruk sekali. Bacalah artikel The Age itu karena begitulah seharusnya sikap Asean. Tapi bagaimana sebenarnya tanggapan anda pribadi terhadap sikap Asean dalam menghadapi masalah Kambodia dan terutama sikap pemerintah Indonesia belakangan ini? Dukungan Asean terhadap rezim pembunuh Pol Pot adalah suatu langkah yang salah. Asean tidak seharusnya berbuat begitu. Asean harus mengatakan bahwa Kambodia sekarang tidak memiliki pemerintahan, seperti yang telah dinyatakan oleh Inggris. Dan mereka harus menyatakan bahwa rakyat Kambodia harus memiliki hak untuk memilih dengan bebas pemerintahannya sendiri. Kursi di PBB harus tetap dibiarkan kosong sampai menunggu terbentuknya suatu pemerintahan hasil pemilu yang akan menduduki kursi tersebut. Itulah yang harus dilakukan. Kepada para wartawan Antenne 2 di New York anda menyatakan, saya kutip: " . . . saya ingin beristirahat dan saya ingin hidup bebas seperti burung . . . " Lalu apa yang menyebabkan anda berubah sikap setibanya anda di Paris? Saya tidak pernah berubah pikiran, saudara! Tapi para kompatriot sayalah yang meminta saya untuk datang dan memimpin suatu aksi politik! Saya tidak berubah sikap! Bukan saya yang mendatangi mereka. Mereka yang mengundang saya supaya keluar dari tempat peristirahatan. Lalu bagaimana saya bisa beristirahat bila para kompatriot saya mengajak saya untuk berjuang? Tanya saja kepada dia! (menunjuk Khek Lerang, dan Khek membenarkan). Di depan wartawan teve Prancis TF 1 PM. Pham Van Dong di Hanoi kemarin menyatakan bahwa tidak benar Vietnam menyerbu Kambodia, bahwa negara apa pun akan bertindak seperti dia terhadap Kambodia dan bahwa tcntara Vietnam akan segera ditarik dari Kambodia bila Kambodia sudah tenang. Pada suatu saat. Bagaimana tanggapan anda dan apakah menurut anda ia akan menepati janjinya? Pham Van Dong tidak pernah menepati janjinya. Ia pernah berjanji kepada saya bahwa ia akan menghormati kebebasan, netralitas, dan kesatuan wilayah teritorial Kambodia, tapi ia tak menepati kata-katanya. Orang Vietnam adalah para pendusta. Agresor negeri saya adalah para pembohong. Vietnam hanya mengerti bahasa kekerasan belaka. Makanya biar pun kita lemah, kita harus berjuang melawan Vietnam, karena Vietnam tidak akan mengerti bahasa yang lain. Dan Vietnam tidak akan pernah menarik tentaranya dari Kambodia. Tidak akan. Sampai kapan pun. Itu sebabnya rakyat Kambodia harus berjuang bila ia ingin menyelamatkan negaranya. Setelah 15 tahun anda berada di puncak kekuasaan, apakah anda tidak merasa lelah, Monseigneur, untuk berjuang sekali lagi? Lihat dong saya. Saya bukan orang tua bangka. Biar pun umur saya sudah 57 tahun, saya masih kuat. Dan lagi saya terlalu cinta negeri saya untuk menjadi lelah. Kita akan lelah, akan capek, bila kita tak mencintai lagi tanah air. Dan selama kita masih mencintai negara kita, kita tak boleh merasa lelah. Pertanyaan terakhir, Monseigneur. Masih dalam wawancara dengan Antenne 2 di New York anda mengatakan bahwa waktu itu "Sihanouk adalah manusia tanpa harapan dan seorang 'gila' yang jenial". Sihanouk yang macam apakah anda sekarang ini? Bukan saya yang mengatakan bahwa Sihanouk adalah orang 'gila'. Tapi seorang jenderal Prancis yang tahun 1953 merasa kaget ketika saya meminta supaya Prancis membebaskan Kambodia. Anda, wartawan, jangan memutarbalikkan kata-kata supaya saya bertentangan kata terhadap apa yang telah saya ucapkan. Saya tak akan pernah plin-plan. Anda selalu mengubah kalimat dan memisahkannya dari konteks supaya anda bisa menyatakan bahwa Sihanouk adalah jenis yang selalu berubah pendapat, yang plin-plan setiap waktu. Saya tak pernah menjilat-ludah kembali. Karena saya mencintai negeri saya dan apa yang saya lakukan adalah untuk negeri saya. Bila suatu kali saya bilang ingin pensiun dan kali yang lain ingin berjuang, itu karena untuk negeri saya. Saya lelah, saya ingin pensiun, tapi apa saya harus menolak kehendak para kompatriot saya yang meminta saya untuk ikut bersama mereka? Tentang sebutan "gila tapi jenial" bukan saya yang menjulukinya. Sebab untuk menjadi 'gila' harus diperiksa sebelumnya oleh para dokter. Tapi dokter-dokter saya tidak mengatakan bahwa saya sudah gila. Lalu jangan dong menyebut saya dengan kwalifikasi gila seperti itu. Tentang saya adalah 'orang tanpa harapan', saya tidak pernah hilang harapan karena saya terus-menerus berjuang melawan imperialisme Amerika, kolonialisme Prancis. Saya bersama Presiden Soekarno berjuang melawan imperialisme. Dan waktu itu orang-orang Indonesia bersikap baik kepada saya. Pers Indonesia juga begitu. Tidak seperti sekarang. Jauh dari keadaan pers sekarang. Sejak Presiden Soeharto, semuanya berubah. Dan bukan saya yang berubah. Anda semua yang telah berubah. Bukan saya, he he he. Saya harus katakan hal itu. Anda tahu, Indonesia telah berpihak kepada Lon Nol kontra saya. Selamanya. Dan sekarang Indonesia berada di pihak Pol Pot melawan saya. Selamanya. Dan itu bukan salah saya. Coba apa yang telah saya perbuat kepada Indonesia? Tidak ada! Dan saya tak pernah ikut campur dalam urusan anda. Anda tak akan pernah menyaksikan Indonesia diduduki oleh saya. Tak akan pernah ! He he he . . . Merci, Monseigneur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus