Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser memberikan sinyalemen kalau pelaku penyerangan mematikan di pasar natal Magdeburg pada 20 Desember 2024, menderita penyakit mental. Pelaku melakukan penyerangan dengan cara menabrakan kendaraannya ke orang-orang yang sedang berkumpul di pasar natal tersebut hingga menewaskan lima orang dan lebih dari 200 orang luka-luka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Faeser mengatakan dalam sebuah rapat komite parlemen pada Senin, 30 Desember 2024, motif penyerangan masih belum bisa dipastikan. Namun pihaknya menyadari ada sejumlah tanda-tanda cukup mencolok dari patologis kejiwaan pelaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pelaku tidak sesuai dengan kategori (dugaan) sebelumnya,” kata Faeser, yang menekankan adanya kebutuhan untuk belajar dari kejadian ini, khusunya dalam melacak potensi terduga pelaku yang secara psikologi mengganggu atau didorong oleh sejumlah teori konspirasi yang membingungkan.
Faeser menambahkan pelaku sering menulis sampai ribuan tweets di media sosial X dan hal ini harus dievaluasi. Pelaku penyerangan teridentifikasi bernama Taleb al-Abdulmohsen, 50 tahun, warga Negara Arab Saudi. Dia ditahan dilokasi kejadian setelah menabrakkan mobilnya ke areah orang-orang yang sedang berkerumun di pasar Natal.
Media di Jerman mewartakan berdasarkan sejumlah sumber, Abdulmohsen memang punya riwayat penyakit mental dan diduga positif narkoba saat melakukan penyerangan ke pasar Natal. Seorang wartawan yang pernah mewawancara Abdulmohsen beberapa tahun lalu menggambarkan Abdulmohsen adalah sosok yang suka berubah fikiran.
“Saya punya perasaan kalau dia suka berubah fikiran. Saya tidak mengatakan ini dia gila, namun dia tidak konsisten dalam pembicaraan dan perdebatannya,” kata Mustafa Fetouri, Juru bicara keluarga para korban. Dia meyakini Abdulmohsen tampaknya tidak melakukan penyerangan karena alas an agama
“Dia tidak punya agama. Perbuatannya bertentangan dengan segala bentuk agama, termasuk Kristen dan Yahudi,” kata Fetouri.
Abdulmohsen tinggal di Jerman sejak 2006 dan mendapatkan status sebagai pengungsi pada 2016. Dia punya rekam jejak dengan masalah hukum, di mana pada 2013 dia pernah dijatuhi denda, hanya saja tidak berdampak pada permohonan suakanya. Arab Saudi dilaporkan sudah memperingatkan otoritas Jerman soal Abdulmohsen dan meminta agar dia diekstradisi saja, namun peringatan itu tidak ditindak-lanjuti.
Sumber: RT.com
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini