Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Peluh di Balik Gerakan Imigran

Mereka bekerja keras, juga memberi sumbangan besar. Sukses pun didulang. Para imigran gelap bebas deportasi.

24 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para imigran gelap di Amerika Serikat kini bisa lega. Pekan lalu Presiden Barack Obama mengumumkan perbaikan aturan keimigrasian yang membela mereka. "Semua orang sepakat, sistem imigrasi kita rusak," kata Obama dalam video yang ditaruh di situs Gedung Putih dan akun Facebook-nya, Rabu pekan lalu. "Sayangnya, Washington membiarkannya membusuk terlalu lama."

Tahun lalu perubahan aturan keimigrasian itu sudah lolos dari Senat. Tapi House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat) yang dikuasai Republik menghalanginya. Menurut orang-orang Republik, banyaknya jumlah imigran akan mengurangi lapangan kerja bagi warga Amerika sendiri.

Obama pun mengambil langkah sepihak, menggunakan otoritasnya sebagai presiden. Ini merupakan intervensi eksekutif terbesar dalam tiga dekade belakangan.

Dengan perubahan aturan keimigrasian itu, lebih dari 4 juta imigran gelap di Amerika akan terbebaskan dari ancaman deportasi. Meski belum tentu membawa mereka ke pintu kewarganegaraan, setidaknya terdapat jaminan tak akan ada lagi anak-anak yang terpisah dari orang tua akibat deportasi. Selain itu, ada sekitar 1 juta orang lain yang akan merasakan dampaknya, dengan cara berbeda. Dalam paket kebijakan baru itu, pemerintah Obama memperluas visa bagi pekerja di sektor industri teknologi tinggi.

Para pendukung aturan itu pun lega. Komunitas imigran, organisasi, dan yayasan pembela hak imigran telah lama memeras peluh demi hasil ini. Dari sekadar menggelar diskusi, aksi protes, hingga kampanye di berbagai lini terus dilakukan. Perusahaan-perusahaan sektor industri berteknologi tinggi yang bersatu dalam Compete America tak henti melobi. "Kami telah memberi Presiden opsi-opsi yang kami pikirkan," kata Scott Corley, Direktur Eksekutif Compete America.

Bahkan lebih dari US$ 300 juta juga telah dialirkan. Koran The New York Times menyebutkan beberapa yayasan, seperti Ford Foundation, Carnegie Corporation of New York, Open Society Foundation, dan Atlantic Philanthropies, telah menggelontorkan uang cukup besar untuk membuat Obama mengetuk palu undang-undang pro-imigran itu.

Awalnya gerakan ini sangat kecil dan berserakan. Baru sekitar tujuh tahun lalu, saat Presiden George W. Bush gagal mengegolkan undang-undang imigrasi di Kongres, mereka seolah-olah terbangunkan. "Saat itu seolah-olah pantat kami baru ditendang," kata Frank Sharry, Direktur Eksekutif America's Voice, yang telah lama aktif di gerakan perlindungan imigran ini.

Beberapa organisasi bersatu. Mereka sepakat memperbesar gerakan masyarakat, memperluas kerja hingga memobilisasi pemilih, menciptakan riset kebijakan untuk menyokong kampanye pro-imigran, dan melantangkan suara dengan menjalin komunikasi dengan media.

"Kami benar-benar membicarakan perihal gerakan yang bisa meraih hadiah terbesar: perundangan-undangan yang menempatkan 11 juta orang di jalan menuju kewarganegaraan," kata Sharry.

Beberapa organisasi pro-hak imigran berbaris di garis terdepan, di antaranya National Council of La Raza yang berbasis Latin (NCLR), Mexican American Legal Defence and Educational Fund (Maldef), dan National Immigration Law Center. Di belakang mereka, yayasan-yayasan filantropi siap dengan dananya.

Pada 2003, Ford dan Carnegie, bersama beberapa organisasi penyandang dana lain, mulai menyatukan dana yang terus dialirkan hingga belakangan ini. Carnegie, misalnya, hingga kini telah menggelontorkan US$ 100 juta. Open Society Foundation, yang dibangun imigran asal Hungaria, George Soros, telah mengeluarkan US$ 76 juta dari kantong mereka.

The Atlantic Philanthropies yang didirikan Charels Feeny, miliarder Irlandia-Amerika, menyumbang US$ 69 juta. "Kami ingin melindungi kepentingan imigran," kata Stephen McConnel dari Atlantic. Sedangkan Ford menyerahkan US$ 80 juta.

Kini imigran pun bersiap menikmati kenyamanan hidup di Amerika.

Purwani Diyah Prabandari (The New York Times, The Washington Post, Reuters, The Hill)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus