Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pemilu Berdarah

Orang-orang bengali (pengungsi dari bangladesh) yang tinggal di assam, diberi hak pilih akibatnya terjadi aksi-aksi kekerasan antara penduduk pribumi dan orang-orang bengali.(ln)

26 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATYA Narayan Ram terjatuh dan tewas seketika. Kepalanya telah ditebas di hadapan orang banyak. Peristiwa yang mengerikan ini hanya satu dari sekian banyak kejadian berdarah di Assam sejak 1 Februari. Pada saat itu, Narayan Ram, seorang tokoh partai Congress I, sedang sibuk berkampanye untuk pemilu yang konon dipaksakan oleh pemerintah pusat di New Delhi. "Pemilu di Assam merupakan yang paling aneh sepanjang sejarah negeri ini," tulis majalah India Today (edisi 15 Februari). Mengapa aneh? Assam, negeri damai di timur-laut India yang dulu terkenal sedunia karena tehnya, sejak 4 tahun terakhir dilanda kerusuhan yang tak kunjung berhenti. Sebab utamanya adalah "orang asing" yakni orang Bengali pengungsi dari Bangladesh yang menerobos masuk dan hampir tidak mungkin dipulangkan kembali. Jumlah mereka seluruhnya 5 juta plus pengungsi dari Nepal. Mereka begitu miskin dan begitu Islam, hingga bukan saja sulit menyesuaikan diri tapi lama kelamaan merupakan duri dalam daging bagi pribumi Assam. Dengan alasan politis, pemerintahan PM Indira Gandhi memberikan hak pilih bagi 5 juta pendatang yang tak disukai ini. Tindakan semacam itu ditafsirkan oleh pribumi Assam sebagai legalisasi pemukiman orang Bengali di Assam, sesuatu yang sejak mula mereka tentang habis-habisan. Selama 4 tahun, berbagai kelompok penentang termasuk ke dalamnya Persatuan Siswa Assam Semesta (AASU) menuntut agar "orang asing" itu dikirim pulang. Terakhir mereka menuntut agar hak pilih para Bengali dicabut kembali. Kalau tidak, demikian mereka bersumpah, mereka menolak pemilu, bahkan kalau perlu menyabotnya. Dan itulah yang benar-benar terjadi. Sejak pemilu tahap pertama dimulai, aksi-aksi kekerasan menjalar ke mana-mana, tidak terkecuali di Gauhati, ibukota Assam. Desa-desa kaum Bengali diserbu, dibakar dan penduduknya dianiaya. Menurut sumber tidak resmi, sudah 25 desa diserang yang mengakibatkan 300 orang tewas. Akibatnya di tiga daerah pemilihan, pemungutan suara terhambat. Di beberapa tempat lain kotak suara belum sempat dibuat hingga penduduk yang berminat terhalang memberikan suara. Keadaan semakin memburuk ketika para Bengali balik menyerang pribumi. Mereka mengamuk dengan busur, panah, senapan dan pedang. Situasi jadi semakin gawat dan meruncing tapi New Delhi bertekad meneruskan pemilu. Pekan silam ratusan tentara didatangkan demi memperkuat 70. 000 polisi yang bertugas di Assam selama ini. Tapi pertikaian justru menimpa sesama penegak keamanan itu. Tembak-menembak terjadi antara polisi dan tentara, menewaskan 3 orang dari pihak tentara. Di New Delhi sementara itu, partai oposisi Janata dan Bharitya Janata memboikot sidang Parlemen yang dibuka Jumat silam. Partai Komunis dan kelompok sayap kiri memang tidak memboikot tapi menuntut perdebatan terbuka tentang peristiwa Assam. Besar kemungkinan pemilu berdarah di sana akan jadi bumerang yang memukul balik Ny. Gandhi. Inilah kemungkinan paling buruk yang harus dihadapi oleh pemimpin Congress I itu. Mengapa? Sesudah kalah di front selatan (Andhra Pradesh, Karnataka & Tripura) Januari berselang, Indira Gandhi bermaksud memukul balik lewat front utara. Kemenangan Congress I di New Delhi memantapkan tekadnya untuk memenangkan Assam. Padahal di daerah ini partai oposisi Janata merupakan mayoritas berkuasa dengan 53 kursi, sedangkan Congress cuma kebagian 26 kursi. Berdasarkan kenyataan ini agak sulit dimengerti mengapa Indira Gandhi melancarkan usaha coba-coba yang bisa fatal akibatnya. Mungkin Congress yakin sekali suara imigran Bengali cukup kuat untuk diandalkan tanpa memperhitungkan tekad pribumi Assam. Dan bagi Ny. Gandhi, Assam bisa saja jadi sebuah kerikil lain yang menjatuhkan, sesudah kerikil yang bernama: Rama Rao, pemenang pemilu di Andhra Pradesh. Secara etnis kultural pribumi Assam, sekitar 15 juta, jauh berbeda dari mayoritas India yang berdarah Arya. Mereka konon masih serumpun dengan orang Tibet dan Birma. Kenyataan ini saja sudah membentuk jurang antara New Delhi dan Assam, yang kemudian diperlebar oleh soal imigran Bengali. Tidak mungkin pemerintahan Indira Gandhi mengusir pulang "orang asing" ini, sedangkan pribumi Assam tidak mungkin hidup serasi dengan mereka yang berbeda ras, agama dan budaya. Nampaknya Assam akan menjadi buah simalakama bagi PM Indira Gandhi, justru pada saat India sibuk mempersiapkan penyelenggaraan KTT Non-Blok di New Delhi, 1-11 Maret.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus