SATYA Narayan Ram terjatuh dan tewas seketika. Kepalanya telah
ditebas di hadapan orang banyak. Peristiwa yang mengerikan ini
hanya satu dari sekian banyak kejadian berdarah di Assam sejak 1
Februari. Pada saat itu, Narayan Ram, seorang tokoh partai
Congress I, sedang sibuk berkampanye untuk pemilu yang konon
dipaksakan oleh pemerintah pusat di New Delhi. "Pemilu di Assam
merupakan yang paling aneh sepanjang sejarah negeri ini," tulis
majalah India Today (edisi 15 Februari).
Mengapa aneh? Assam, negeri damai di timur-laut India yang dulu
terkenal sedunia karena tehnya, sejak 4 tahun terakhir dilanda
kerusuhan yang tak kunjung berhenti. Sebab utamanya adalah
"orang asing" yakni orang Bengali pengungsi dari Bangladesh yang
menerobos masuk dan hampir tidak mungkin dipulangkan kembali.
Jumlah mereka seluruhnya 5 juta plus pengungsi dari Nepal.
Mereka begitu miskin dan begitu Islam, hingga bukan saja sulit
menyesuaikan diri tapi lama kelamaan merupakan duri dalam daging
bagi pribumi Assam.
Dengan alasan politis, pemerintahan PM Indira Gandhi memberikan
hak pilih bagi 5 juta pendatang yang tak disukai ini. Tindakan
semacam itu ditafsirkan oleh pribumi Assam sebagai legalisasi
pemukiman orang Bengali di Assam, sesuatu yang sejak mula mereka
tentang habis-habisan. Selama 4 tahun, berbagai kelompok
penentang termasuk ke dalamnya Persatuan Siswa Assam Semesta
(AASU) menuntut agar "orang asing" itu dikirim pulang. Terakhir
mereka menuntut agar hak pilih para Bengali dicabut kembali.
Kalau tidak, demikian mereka bersumpah, mereka menolak pemilu,
bahkan kalau perlu menyabotnya. Dan itulah yang benar-benar
terjadi.
Sejak pemilu tahap pertama dimulai, aksi-aksi kekerasan menjalar
ke mana-mana, tidak terkecuali di Gauhati, ibukota Assam.
Desa-desa kaum Bengali diserbu, dibakar dan penduduknya
dianiaya. Menurut sumber tidak resmi, sudah 25 desa diserang
yang mengakibatkan 300 orang tewas. Akibatnya di tiga daerah
pemilihan, pemungutan suara terhambat. Di beberapa tempat lain
kotak suara belum sempat dibuat hingga penduduk yang berminat
terhalang memberikan suara. Keadaan semakin memburuk ketika para
Bengali balik menyerang pribumi. Mereka mengamuk dengan busur,
panah, senapan dan pedang.
Situasi jadi semakin gawat dan meruncing tapi New Delhi bertekad
meneruskan pemilu. Pekan silam ratusan tentara didatangkan demi
memperkuat 70. 000 polisi yang bertugas di Assam selama ini.
Tapi pertikaian justru menimpa sesama penegak keamanan itu.
Tembak-menembak terjadi antara polisi dan tentara, menewaskan 3
orang dari pihak tentara.
Di New Delhi sementara itu, partai oposisi Janata dan Bharitya
Janata memboikot sidang Parlemen yang dibuka Jumat silam. Partai
Komunis dan kelompok sayap kiri memang tidak memboikot tapi
menuntut perdebatan terbuka tentang peristiwa Assam. Besar
kemungkinan pemilu berdarah di sana akan jadi bumerang yang
memukul balik Ny. Gandhi. Inilah kemungkinan paling buruk yang
harus dihadapi oleh pemimpin Congress I itu. Mengapa?
Sesudah kalah di front selatan (Andhra Pradesh, Karnataka &
Tripura) Januari berselang, Indira Gandhi bermaksud memukul
balik lewat front utara. Kemenangan Congress I di New Delhi
memantapkan tekadnya untuk memenangkan Assam. Padahal di daerah
ini partai oposisi Janata merupakan mayoritas berkuasa dengan 53
kursi, sedangkan Congress cuma kebagian 26 kursi. Berdasarkan
kenyataan ini agak sulit dimengerti mengapa Indira Gandhi
melancarkan usaha coba-coba yang bisa fatal akibatnya. Mungkin
Congress yakin sekali suara imigran Bengali cukup kuat untuk
diandalkan tanpa memperhitungkan tekad pribumi Assam. Dan bagi
Ny. Gandhi, Assam bisa saja jadi sebuah kerikil lain yang
menjatuhkan, sesudah kerikil yang bernama: Rama Rao, pemenang
pemilu di Andhra Pradesh.
Secara etnis kultural pribumi Assam, sekitar 15 juta, jauh
berbeda dari mayoritas India yang berdarah Arya. Mereka konon
masih serumpun dengan orang Tibet dan Birma. Kenyataan ini saja
sudah membentuk jurang antara New Delhi dan Assam, yang kemudian
diperlebar oleh soal imigran Bengali.
Tidak mungkin pemerintahan Indira Gandhi mengusir pulang "orang
asing" ini, sedangkan pribumi Assam tidak mungkin hidup serasi
dengan mereka yang berbeda ras, agama dan budaya. Nampaknya
Assam akan menjadi buah simalakama bagi PM Indira Gandhi, justru
pada saat India sibuk mempersiapkan penyelenggaraan KTT Non-Blok
di New Delhi, 1-11 Maret.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini