Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah penelitian terbaru menemukan obat antidepresan murah dapat mengurangi risiko penyakit Covid-19 parah pada hampir sepertiga orang yang berisiko tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Para peneliti menguji obat antidepresan yang biasa digunakan untuk depresi dan gangguan obsesif-kompulsif karena diketahui bisa mengurangi peradangan dan tampak menjanjikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Obat, yang dijual dengan merek Luvox, adalah selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), kata Dr. Angela Reiersen, seorang profesor psikiatri di Universitas Washington di St. Louis yang mengerjakan penelitian tersebut, yang diterbitkan dalam The Lancet Global Health.
Menurut ABC News, Kamis, 28 Oktober 2021, para peneliti telah membagikan hasilnya pada Institut Kesehatan Nasional AS, yang menerbitkan pedoman pengobatan, dan mereka mengharapkan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia WHO.
“Jika WHO merekomendasikan ini, Anda akan melihatnya dipergunakan secara luas,” kata peneliti Dr. Edward Mills dari McMaster University di Hamilton, Ontario, dan menambahkan bahwa banyak negara miskin memiliki obat ini. “Kami berharap ini akan menyebabkan banyak nyawa diselamatkan.”
Pil, yang disebut fluvoxamine, hanya akan menghabiskan sekitar biaya 4 dolar AS atau tak sampai Rp60 ribu untuk satu dosis pengobatan Covid-19.
Sebagai perbandingan, perawatan antibodi IV berharga sekitar $2.000 dan pil antivirus eksperimental Merck untuk COVID-19 adalah sekitar $700 per dosis. Beberapa ahli memperkirakan berbagai perawatan pada akhirnya akan digunakan dalam kombinasi untuk melawan virus corona.
Para peneliti menguji antidepresan ini pada hampir 1.500 pasien terpapar virus corona Brasil yang berisiko sakit parah karena masalah kesehatan lainnya, seperti diabetes. Sekitar setengah minum antidepresan di rumah selama 10 hari, sisanya mendapat pil dummy. Mereka dilacak selama empat minggu untuk melihat siapa yang harus dirawat di rumah sakit atau menghabiskan waktu lama di ruang gawat darurat ketika rumah sakit penuh.
Pada kelompok yang menggunakan obat tersebut, 11% membutuhkan rawat inap atau perpanjangan rawat inap di UGD, dibandingkan dengan 16% dari mereka yang menggunakan pil tiruan.
Hasil penelitian ini membuat ahli independen yang memantau penelitian merekomendasikan untuk menghentikannya lebih awal karena hasilnya jelas.
Pertanyaan tetap tentang dosis terbaik, apakah pasien dengan risiko lebih rendah juga bisa mendapat manfaat dan apakah obat ini harus dikombinasikan dengan perawatan lain.
Proyek yang lebih besar sedang meneliti delapan obat yang ada untuk melihat apakah dapat bekerja melawan virus pandemi. Proyek ini masih menguji obat hepatitis, tetapi yang lainnya – termasuk metformin, hydroxychloroquine dan ivermectin – belum berhasil.
Obat generik murah dan obat terapi Covid-19 Merck bekerja dengan cara yang berbeda dan "mungkin saling melengkapi," kata Dr. Paul Sax dari Brigham and Women's Hospital dan Harvard Medical School, yang tidak terlibat dalam penelitian ini. Awal bulan ini, Merck meminta regulator di AS dan Eropa untuk mengesahkan pil antivirusnya.
Menurut CNN, obat terkait yaitu Prozac atau fluoxetine, yang juga murah dan tersedia lebih luas, harus dipelajari untuk melihat apakah itu bisa membantu pasien Covid-19.
"Sekarang penting untuk menentukan apakah ada efek dan apakah obat ini dapat digunakan secara bergantian untuk Covid-19," tulis peneliti itu dalam laporan mereka.