Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pengganyang janda mao

Keempat tokoh radikal dari shanghai, diduga telah dihukum mati. chiang ching sangat dibenci tokoh partai & dinilai sebagai wanita yang serakah kekuasaan. antara maoisme & tradisi cina, ada kesinambungan.

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KISAH cinta Mao hanya Samar-Samar. Mula-mula oleh keluarganya dipertunangkan dengan seorang gadis bernama keluarga Li. Tapi ia tak pernah mau berhubungan dengan gadis tersebut. Yang tercatat ialah bahwa cinta pertamanya jatuh ke gadis Yang K'ai-hui, anak seorang profesor. Waktu itu ia kira-kira berumur 25, bekerja dengan gaji kecil di Peking, serta tinggal sekamar dengan tujuh mahasiswa. Gadis K'ai-hui adalah anak Yang Ch'ang-chi, guru filsafat ethika Mao, yang ide-idenya banyak mempengaruhi pemuda ini. Mao sering-diundang ke rumah sang guru, dan rasa cinta yang dalam tumbuh di situ. Mereka menikah kemudian, setelah Mao dapat jabatan kepala sekolah dasar di Changsha, 1920. Tapi di tahun 1930, waktu umur Mao 37, sang isteri dihukum mati oleh pasukan Chiang Kai-shek. Kesedihan Mao terasa antara lain dari sajak-sajaknya. Kenangannya panjang. Di musim panas 1937, ia sekali bertanya kepada wartawati Amerika yang mengikuti perjuangannya. Agnes medley, adakah ia pernah mencintai seorang pria, dan kenapa. dan apa arti cinta baginya. Di saat lain ia akan membacakan sajak yang mengenang K'ai-hui. Toh sementara itu, sejak 1928, Mao hidup bersama dengan seorang gadis muda berumur 18, Ho Tsu-chen. Dari wanita ini lahir 5 anak sepanjang 9 tahun -- satu di antaranya dalam Perjalanan Panjang. Tsu-chen wanita yang kuat: dalam keadaan hamil ia toh bisa terus hidup melalui perjalanan yang bengis dan penuh penderitaan itu. Tapi betapapun, akhirnya wanita ini jatuh sakit, dan arus dikirim ke Moskow di tahun 1937 untuk berobat. Di saat kosong itulah wanita penuh gaya yang kemudian bernama Chiang Ching muncul. Itu terjadi di suatu hari di tahun 1939. Seorang aktris film yang cukup terkenal dari Shanghai tiba bersama rombongannya di Yenan, tempat Mao dan kaum komunis bermarkas. Namanya Lan-p'ing. Ia adalah salah satu dari sejumlah seniman, cendekiawan dan mahasiswa yang secara bergelombang datang menggabungkan diri dengan gerakan Mao -- yang bagi mereka tampak lebih konsekwen menentang penjajahan Jepang ketimbang kaum Nasionalis di bawah Chiang Kai-shek. Dan ternyata Lan-p'ing dapat menyembuhkan hati Mao seketika. Mereka menikah, meskipun bukannya tanpa cibiran bibir dari orang sekeliling. Siapakah Lan-p'ing, yang kemudian diberi nama Chiang Ching ("Sungai Hijau") konon oleh Ketua Mao'? Riwayat masa kecilnya gelap. Ia lahir mungkin tahun 1912, di Tsinan, di timur laut Shantung. Keluarganya tak kaya. Ayahnya mungkin meninggal waktu anak ini masih kecil. Di sekitar umur 7 atau 8 ia -- yang waktu itu bernama Luan Shu-meng -- tinggal bersama ayah ibunya, Li Tsu-ming. Dengan diangkat jadi anak, gadis cilik Shu-meng berganti nama jadi Li Yho. Sekitar 1930, ia masuk sekolah drama eksperimentil di dekat Tsinan. ~Namanya ia ganti lagi jadi Li Ching-y~ul. Tiga tahun kemudian ia masuk ke ~Universitas Tsingtao, yang waktu itu t~engah dalam pergolakan intelektuil ~telah kerusuhan mahasiswa setahun ~sebelumnya. Di sini agaknya gadisny~a kelak bakal jadi isteri Maoÿ20 ini pertama kali bersintuhan dengan komunisme. Di sini pula ia dikenal sebagai "N~ona Besar Li", karena sikapnya yang menonjol dengan ego (dan mungkin juga mulut) yang terlalu besar buat kalan~gan pria Cina. 1934, ia meninggalkan Tsingtao untuk masuk ke dunia film di Shanghai. Jika informasi orang-orang Rusia ~dapat dijadikan pegangan, Nona Li di ~sini bekerja buat produser "kapitalis" sebagai bintang film. Meenurut sumber ~lain, selama tiga ta~hun di Shanghai ia bekerja untuk studio-studio sayap kiri dengan memakai nama Lan P'i ("Apel Biru"). Perang pecah dengan Jepang. Studio tempat Lan P'ing bekerja berpindah dari Shanghai, menuju ke kota-kota yang dikuasai pasukan Cina di Wuhan dan Chungking. Sembari membuat film terus sepanjang jalan, Lan P'ing pun akhirnya sampai ke Yenan, kota di barat laut Cina, yang waktu itu sudah jadi suatu pusat kegiatan yang hidup dari perjuangan dan kebudayaan. Lan P'ing pun mengganti nama jadi Chiang Ching, katanya atas usul Ketua Mao. Ia sebentar belajar di Institut Kesenian Lu Hsun dan kemudian pindah ke bagian arsip Komisi Militer komunis. 1941. anak pertamanya, perempuan, lahir. Anak Mao ini diberi natlla Li Na. Beberapa tahun kemudian, lahir anak perempuan lain. Kali ini namanya Mao Mao. Semenjak jadi ibu, Chiang C'hing jarang nampak di depan umum, sebagaimana biasanya isteri tokoh-tokoh komunis. Pemunculannya waktu menyambut kunjungan Presiden Sukarno dengan Ny. Hartini ke Peking di tahun 1962, sungguh merupakan kekecualian. Tapi nampaknya itu tak berarti ego si "Nona Besar Li" telah padam dari diri Ny. Mao. Dan kesempatan tiba ketika Mao lse tung merasa tak cukup didukuni, kawan-kawan separtainya. "Saya sendirian, bersama massa", begitu katanya sebagai dikutip oleh sastrawan Perancis Andre Malraux dalam buku Antimemoires. Tak betah dan kesal di sekeliling orang-orang Partai di Peking, Mao berangkat ke Shanghai. Selama 9 bulan di antara 1965 - 1966 itu ia tinggal di kota itu. Chiang C'hing-lah yang menemaninya. Di sini pula jalinannya dengan ketiga pemimpin radikal lain makin erat. Yao Wen-yuan bahkan pernah dikabarkan jadi menantu Mao. Orang inilah yang memulai "tembakan pertama" revolusi kebudayaan. Dengan restu Mao, Nopember 1965 ia menulis di koran Wen Hui Pao, menyerang penulis sandiwara dan wakil walikota Wuhan. Dan revolusi kebudayaan pun berkecamuk, yang hakikatnya dipimpin Mao sendiri -- setelah ia kasih unjuk kesehatan dirinya dengan berenang di sungai Yangtze. Chiang Ching sendiri sebetulnya sudah mulai "bergerak" 1964. Bekas aktris ini merombak Opera Peking. Selama revolusi kebudayaan ia aktif berpidato. Salah satu pidatonya yang terkenal di tahun 1966 mengganyang "rock-and-roll, jazz, strip-tease, impresionisme, sinnbolisme, abstraksionisme dan modernisme" sebagai hal-hal yang "dimaksudkan meracuni dan melumpuhkan piki- ran rakyat". Pidato ini seeara blak-blakan menguliti tokoh-tokoh Opera Peking. Penulis biografi Mao, Stuart Schram di tahun 1967 menilai pidato Chiang Ching ini sebagai contoh dari seorang yang penuh dengki dan dendam yang sedang menikmati kemenangannya atas tokoh-tokoh partai yang telah lama meremehkannya dan membikinnya penasaran, dan juga kemenangannya atas para pemain teater tradisionil yang suksesnya menyebabkan ia cemburu". Si Nona Besar Li telah kembali dalam bentuk Nyonya Ketua yang galak. Chiang Ching dibenci, terutama oleh para tokoh partai. Tapi Revolusi kebudayaan menyebabkan ia kuasa dan menakutkan. Mereka yang membenci dan menakutinya tak akan menyebut nama Chiang Ching dalam percakapan, melainkan dengan isyarat: daun telinga dipegang, melambangkan giwang, yang berarti "si perempuan" itu. Dan waktu orang-rang yang membenci kaum radikal berdemonstrasi di lapangan Tien An Men April yang lalu -- setelah mereka memperingati almarhum Chou En-lai pada hari raya Ceng Ing (C'hing Ming) mereka dengan sengaja menaruh karangan bunga untuk almarhumh Yang K'ai-hui. Tak mengherankan bila karikatur yang paling bengis dibuat untuk melukiskan janda Mao itu ketika kaum radikal diganyang para demonstran sampai pekan lalu. Juga kata-kata yang kasar. Chiang Ching dinyatakan sebagai Tzu-~hi, wanita penguasa Cina di pertengahan abad 19 yang kabarnya serakah kekuasaan. Sebuahÿ20 poster dinding menyatakan bahwa ketika Mao sakit, Chiang Ching ba~hkan minta pergi ke Tachai. ~Sela~ma perjalanan itu ia berfoya-foya. Bahkan sebuah laporan kepada Komite Sentral kabarnya menyatakan bahwa b~eberapa saat sebelum Mao wafat, Chiang C'hing datang. Ia memaksa mengangkatnya dalam usaha agar Mao menjawab beberapa pertanyaan. "Dosanya patut dibalas dengan 10.000 kematian", kata sebuah poster.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus