Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Fahmi Basya Dan Seterusnya

Fahmi Basya ditahan kaskopkamtib karena merencanakan pembunuhan presiden soeharto, ny.tien & beberapa pejabat tinggi. DM-UI meminta LBH menyelesaikan masalah ini, tapi tak disetujui menteri P & K.(nas)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKARA Sawito ternyata masih panjang ceritanya. Letjen Ali Murtopo yang sebelumnya pernah meramalkan "tidak akan berkepanjangan", dalam kunjungannya ke Sulawesi Utara lebih kurang dua pekan lalu mengakui bahwa soalnya "memang serius". Bahkan Kepala Bakin Yoga Sugama mengungkapkan pekan lalu telah ditahannya empat orang lagi dalam hubungan "gerakan Sawito". Keterangan Yoga itu juga menyebutkan Sawito bukanlah otak dari gerakan itu. "Mudah-mudahan nanti bisa diketahui siapa dalang atau yang ada di belakang gerakan itu", demikian Yola. Tapi selagi masyarakat bertanya-tanya siapa-siapa yang turut ditahan di 'samping ke empat orang yang identitasnya telah diketahui sebelumnya (TEMPO, 2 Oktober) -- berita yang mengejutkan muncul sehubungan dengan penahanan Fahmi Basya, mahasiswa FIPIA Universitas Indonesia dan menjabat ketua umum Masjid Arif Rahman Hakim. Fahmi yang ditahan sejak 28 September yang lalu, menurut Kas Kopkamtib Laksamana Sudomo, mengaku merencanakan "membunuh Presiden Soeharto, nyonya Tien, dan beberapa pejabat tinggi termasuk Laksamana Sudomo". Juga untuk menghancurkan "tempat-tempat" maksiat dengan"molotov cocktail". Munculnya niat membunuh dari Fahmi yang diketahui di kalangan teman-temannya berpribadi pendiam dan sederhana itu, menurut Kas Kopkamtib, karena terdorong dan terpengaruh seorang juru da'wah "yang kasetnya sudah disita". Sudomo tidak bersedia mengungkapkan siapa juru da'wah yang dimaksud. Tak dijelaskan apakah juru da'wah yang mempengaruhi Fahmi tersebut telah diperiksa' yang berwajib. Yang jelas dalam kasus Fahmi, menurut Laksus Jaya Mayjen Mantik, telah 10 orang yang diperiksa. Fahmi sendiri menurut penjelasan Sudomo akan diajukan ke pengadilan. Karena itu Kas Kopkamtib meminta masyarakat untuk "tidak membesar-besarkan dan tidak memberi reaksi serta tetap tenang". Buyung Reaksi toh datang juga. "Terlepas alasan dan wewenang Laksusda Jaya menangkap dan menahan seseorang, namun disesalkan cara dan tempat penahanan tersebut", demikian pernyataan pers Majelis Ulama DKI Jakarta. Mayjen G.H. Mantik selaku Panglima Laksusda Jaya sendiri lewat delegasi MU-DKI yang menemuinya menyampaikan permintaan maaf kepada ummat Islam sekiranya cara penangkapan Fahmi tersebut dianggap melanggar kesucian Masjid". Sementara itu Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Dipo Alam segera turun tangan. "Terlepas dari salah tidaknya, kami patut membela warga UI", kata Dipo Alam ketika menemui pimpinan Lembaga Bantuan Hukum Adnan Buyung Nasution awal pekan lalu. DM-UI meminta lembaga tersebut memberi bantuan hukum bagi warganya. Buyung yang didampingi Minang. Warman menyatakan penghargaan atas kepercayaan tersebut. "Ini sikap yang baik dan sekaligus menghilangkan cara lama menyelesaikan lewat koneksi ataupun dengan kekuatan yang diverpolitisir", kata Buyung yang pernah ditahan menyusul peristiwa 15 Januari tahun 1974 lalu. Dasar penahanan Fahmi menurut ketua LBH itu tak jelas. Namun ia menduga ketua Masjid ARH trsebut terkena UU No 5/69 dan Penpres 11/63 perihal subversi. Yang terakhir ini, menurut Buyung, "harus dicabut dari perundang-undangan Indonesia". "Ini sangat bertentangan dengan hak azasi manusia. Karena peraturan itu semua orang bisa saja jadi subversi", katanya di hadapan delegasi DM-UI pimpinan Dipo Alam. Pernyataan Kas Kopkamtib tentang kasus ini, betapapull dinilai oleh ketua LBH itu telah "membentuk opini yang menghukum Fahmi. Harusnya diserahkan ke pengadilan", tambahnya. Tapi upaya DM-UI menemui dan meminta bantuan hukum LBH ternyata kurang disambut Menteri P & K Letjen dr. Syarif Thayeb. Ditemui wartawan seusai menghadap Presiden di Bina Graha hari Rabu pekan lalu, Syarif Thayeb berkata, "DM-UI sebenarnya tidak perlu ke LBH untuk minta pembela". Sebab apa? Karena. menurut Menteri P & K "dalam perkara-perkara seperti itu biasanya pengadilan menyediakan pembela". Lalu dalam menanggapi usaha DMUI menemui LBH, Syarif Thayeb menghubung-hubungkan usainya periode DMUI pimpinan Dipo Alam. Maka Dipo Alam pun memberi komentar: "Kok masin sempat-sempatnya Menteri tahu jabatan DM-UI sudah habis'? Padahal DM-UI tidak mengenal istilah domisioner. Tapi apa Menteri mengurus juga masa jabatan seluruh dewan-dewan mahasiswa se-Indonesia"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus