Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perang (atau terorisme sesaudara)

Perang antara orang palestina yang bergaris keras yang dibantu irak dengan golongan moderat pimpinan yaser arafat dimulai sejak penggranatan dubes irak. (ln)

12 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI London, Dubes Irak, Thaha Ahmad al Dawud, nyaris jadi korban penggranatan akhir bulan silam. Beberapa saat sebelum ia menaiki molilnya yang terparkir di halaman kedutaan, seorang wanita menggelindingkan granat ke bawah mobil itu. Granat meledak. Mobil hancur. Dawud selamat, karena ia masih berada di dalam kantor. Insiden ini kemudian menjadi awal dari perang tak berkesudahan antara orang-orang Palestina yang bergaris keras (dibantu Irak) dan golongan moderat pimpinan Yaser Arafat. Polisi London berhasil menahan wanita yang melemparkan granat tersebut. Tapi ini saja tidak lantas mendinginkan hubungan London-Bagdad yang beberapa hari sebelumnya telah terlibat kegiatan saling mengusir diplomat yang didakwa terlibat kegiatan mau-mata. Orang-orang Palestina yang moderat terang tidak puas dengan keputusan London menahan wanita pelempar granat itu. Dan terjadilah insiden Paris pada pekan berikutnya. Menara Pengawas Hari Senin 31 Juli, kedutaan Irak mendadak diserbu dan diduduki oleh sebuah kelompok kecil orang Palestina. Terjadi pembunuhan sebelum pada akhirnya penyerbu itu menyerahkan diri kepada polisi Perancis. Sebelum menyerahkan diri, mereka menuntut diterbangkan ke London guna menjemput teman wanita mereka yang ditahan oleh polisi Inggeris, untuk selanjutnya diterbangkan ke Bagdad. Permintaan ini terang tidak bisa dipenuhi. Pada saat itu buruh-buruh pada menara pengawas penerbangan Perancis sedang melakukan pemogokan. Tiba-tiba dari dalam kedutaan dimuntahkan sejumlah peluru pada saat polisi membawa keluar penyerbu Palestina yang menyerahkan diri itu. Seorang polisi tewas, dan gerilyawan Palestina itu luka parah. Keputusan Presiden Perancis, d'Estaing untuk membebaskan diplomat-diplomat Irak yang menembaki polisi -- dengan alasan kekebalan diplomatik -- akhirnya menimbulkan protes keras dari korps polisi Perancis. "Protes itu bisa dimengerti, bahkan amat terhormat," begitu komentar Presiden Perancis. Tapi Paris tidak bisa berbuat banyak terhadap Irak, negeri Arab yang mempunyai hubungan dagang terbesar dengan Perancis. Irak adalah pensuplai kedua bagi kebutuhan minyak Perancis. Ketika ribut Paris-Bagdad belum juga usai, terjadi pula insiden lain di Paris. Pekan silam, suatu kelompok bersenjata menyerbu kantor perwakilan PLO di Paris. Kepala perwakilan PLO, Izeddin Qalaq dan seorang pembantunya tewas. Sumber-sumber Palestina menyebut pihak penyerang sebagai gerilyawan Palestina pimpinan Abu Nidal yang pro Irak. Kabarnya golongan ini pula yang J anuari lalu yang membunuh Said Hamami, kepala perwakilan PLO di London. Izeddin dan Said Hamami adalah tokoh-tokoh moderat yang mempunyai hubungan erat dengan Yaser Arafat. Korban yang jatuh di pihak golongan moderat ini kemudian menjadi bahan bakar bagi tindakan berdarah mereka terhadap orang-orang Irak di Karachi, Pakistan. Tanggal 2 Agustus pekan silam, dua orang bersenjata mcnyerbu Konsulat Jenderal Irak di Karachi. Konjen Naji Zain al Din selamat, tapi seorang stafnya tewas. Pihak penyerang yang menggunakan paspor Yaman, seorang tewas dan satunya luka parah. Tiga hari kemudian, tanggal 5 Agustus, sebuah insiden berdarah terjadi pula di Islamabad, ibu kota Pakistan. Kini yang jadi sasaran adalah pihak moderat. Kantor PLO di Islamabad yang dipimpin oleh Yousef Abu Hantash menjadi ajang balas dendam oleh orang-orang bersenjata yang "menggunakan bahasa Arab dengan aksen Irak." Kepala perwakilan selamat, tapi seorang polisi Pakistan dan 3 orang Palestina tewas hari itu. Intel Irak Perang saudara di kalangan Palestina? Kenyataan ini kelihatannya tidak dibantah oleh mereka yang terlibat. "Kami akan menghentikan kegiatan kami jika golongan kanan juga berbllat yang sama," kata seorang juru bicara Abu Nidal di Beirut awal pekan ini. Yaser Arafat maupun orang yang dekat dengannya nampaknya masih enggan memberikan komentar. Barangkali karena mereka masih sibuk di Libanon yang hingga kini masih belum ketentuan juntrungannya. Tapi dalam pertemuan dewan pusat PLO di Damaskus baru-baru ini, Arafat kabarnya berkata: "Bila anda mendengar bahwa saya mati, ketahuilah bahwa intel Irak bertanggung jawab terhadap hal ini."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus