Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Perang Nuklir: Bedah Senjata Nuklir, Efek Deteren dan Kepemilkan Hulu Ledak Nuklir

Provokasi perang nuklir memasuki babak baru sejak Rusia mengancam penggunaannya sebagai buntut konflik di Ukraina yang disokong Barat.

14 Oktober 2022 | 17.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
"Rudal balistik antarbenua berat Sarmat berhasil diluncurkan uji coba. Sistem ICBM pertama seperti itu diatur untuk siaga tempur pada akhir tahun ini," kata Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto : Military-today

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Moskow -Perang Nuklir yang dapat memusnahkan miliaran manusia semakin mengancam. Hal itu tak lepas dari pernyataan Moskow usai Amerika Serikat terlibat lebih pada krisis Rusia-Ukraina. Berkaitan dengan senjata nuklir, apakah itu efek deteren?

Efek Deteren

Melansir dari britannica.com, deterrence atau efek deteren merupakan strategi militer di mana satu kekuatan menggunakan ancaman pembalasan secara efektif untuk mencegah serangan dari kekuatan musuh. Dengan munculnya senjata nuklir, istilah deteren sebagian besar telah diterapkan pada strategi dasar kekuatan nuklir dan sistem aliansi utama. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Premis dari strategi ini adalah bahwa setiap kekuatan nuklir mempertahankan tingkat tinggi kemampuan destruktif instan dan luar biasa terhadap agresi apa pun. Yaitu kemampuan yang terlihat dan dapat dipercaya oleh calon penyerang, untuk menimbulkan kerusakan pada penyerang dengan kekuatan yang bertahan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Elemen penting dalam deteren yang berhasil adalah tingkat ketidakpastian di pihak calon penyerang. Apakah kekuatan target, meskipun diserang dan rusak parah, tetap akan membalas bahkan dengan risiko menderita lebih lanjut. 

Dengan demikian, strategi pencegahan nuklir atau nuclear-deterrence strategy bergantung pada dua kondisi dasar. Yakni kemampuan untuk membalas setelah serangan mendadak harus dianggap kredibel, dan keinginan untuk membalas harus dianggap sebagai suatu kemungkinan, meskipun tidak harus sebagai suatu kepastian. 

Kepemilikan Senjata Nuklir

Secure second strike adalah kemampuan untuk menyerang balik dengan senjata nuklir dan menyebabkan kerusakan besar pada musuh setelah terkena serangan nuklir. Kemampuan Secure second strike dipandang sebagai kunci pencegah nuklir selama Perang Dingin.

Strategi itu juga yang sebagian menjelaskan jumlah senjata nuklir fantastis yang dipelihara oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet selama perlombaan senjata. 

Secure second strike juga merupakan keprihatinan yang mengikuti doktrin massive retaliation. Doktrin ini juga dikenal sebagai teori pemanfaatan nuklir, di mana pembalasan nuklir akan terancam jika terjadi serangan, dan mengabaikan implikasi Mutually Assured Destruction (MAD). Implikasi ini berarti kedua negara yang menyerang dan membela akan dimusnahkan. 

Kebijakan Amerika Serikat pada awal 1950-an adalah bahwa negara harus siap untuk menanggapi ancaman keamanan dengan senjata nuklir. Kebijakan ini ditetapkan dalam konteks pengakuan atas superioritas yang luar biasa dari kekuatan konvensional Soviet. 

Konflik Rusia-Ukraina

Walaupun secara tidak lagsung mengancam penggunaan senjata nuklir, Rusia menegaskan tak akan menggunakan senjata nuklir di Ukraina. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menggambarkan spekulasi media bahwa Moskow mungkin menggunakan senjata nuklir atau kimia dalam konflik Ukraina adalah kebohongan mutlak.

Dari sudut pandang militer, tidak perlu menggunakan senjata nuklir...

 

“Dari sudut pandang militer, tidak perlu menggunakan senjata nuklir di Ukraina untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tujuan utama senjata nuklir Rusia adalah untuk mencegah serangan nuklir,” kata Sergei Shoigu dalam pidatonya di konferensi keamanan internasional. di Moskow.

Presiden Rusia Vladimir Putin. Sputnik/Gavriil Grigorov/Pool via REUTERS 

Presiden Rusia Vladimir Putin juga memperingatkan secara eksplisit akan konflik nuklir setelah PBB menyatakan bahwa dunia sedang "menuju malapetaka". 

Putin mengatakan jika tidak akan ada pemenang dalam perang nuklir. Ia menegaskan, konflik seperti itu tidak boleh dimulai. Hal itu disampaikannya dalam surat kepada konferensi tentang perjanjian non-proliferasi nuklir (NPT).

Merembet Jadi Ketegangan Nuklir Baru? 

Komentar Putin ini menarik perhatian sebab sebelumnya ada kekhawatiran global atas konfrontasi nuklir yang telah meningkat setelah invasi Rusia pada Februari 2022. 

NPT merupakan pertemuan tingkat tinggi yang telah lama tertunda untuk meninjau perjanjian bersejarah 50 tahun lalu. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir demi dunia yang bebas nuklir. 

Perjanjian Non-Proliferasi yang dikenal sebagai NPT memiliki kepatuhan terluas dari perjanjian kontrol senjata, dengan 191 negara sebagai anggota. Itu berlaku sejak 1970. 

Di bawah ketentuannya, lima kekuatan nuklir utama yaitu Amerika Serikat, Cina, Rusia, Inggris dan Prancis setuju bernegosiasi untuk menghilangkan persenjataan dan negara tanpa senjata nuklir. Mereka berjanji untuk tidak memperolehnya dengan imbalan dan jaminan untuk dapat mengembangkan energi nuklir demi tujuan damai. Perang nuklir pun bisa dihindari.

DANAR TRIVASYA FIKRI
Baca juga : Risiko Perang Nuklir, Menlu Inggris: Putin Terkenal Tukang Ancam

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus