Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 13 Mei 1981, Mehmet Ali Agca menembak dan melukai Paus Yohanes Paulus II di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu, pukul 17.19 waktu setempat, Paus Yohanes Paulus II sedang melakukan kunjungan terhadap umat untuk Audiensi Umum pada hari Rabu. Ia sedang membawa seorang gadis kecil ke pelukannya dan kemudian mengulurkannya kembali pada orang tuanya. Tak berselang lama, terdengan letusan tembakan sebanyak empat kali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paus Yohanes Paulus II tertembak oleh peluru pertama di bagian perut dan tembakan kedua di tangan kiri. Ia pun ambruk di kendaraan terbuka yang sedang membawanya berkeliling lapangan. Penembakan tersebut membuat umat panik dan akhirnya Paus dilarikan ke Rumah Sakit Gemelli Roma untuk dilakukan tindakan operasi.
Motif Mehmet Ali Agca, penembak Paus Yohanes Paulus II ini masih menjadi misteri. Ia tercatat mengubah pernyataannya beberapa kali. Pada 1970-an, Agca pernah bergabung dengan kelompok teroris sayap kanan Turki yang disebut Gray Wolves atau Serigala Abu-abu.
Kelompok ini dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan ratusan pejabat publik, penyelenggara buruh, jurnalis, dan aktivis sayap kiri sebagai bagian dari misi mereka membersihkan Turki dari pengaruh sayap kiri. Gray Wolves ternyata memiliki hubungan dekat dengan politisi sayap kanan, petugas intelijen, dan komandan polisi.
Pada Februari 1979, editor surat kabar liberal bernama Abdi Ipekci dibunuh di dekat rumahnya di Istanbul, Turki. Agca pun ditangkap dan didakwa atas kejahatan itu. Sambil menunggu persidangannya, ia melarikan diri dari penjara militer pada November 1979.
Di selnya, ia meninggalkan sepucuk surat yang terkait rencana perjalanan Yohanes Paulus II ke Turki. Surat itu berbunyi:
“Imperialis Barat yang takut akan kesatuan kekuatan politik, militer, dan ekonomi Turki dengan negara-negara Islam yang bersaudara mengirim Komandan Tentara Salib Yohanes Paulus di bawah topeng seorang pemimpin agama. Jika kunjungan yang tidak tepat waktu dan tidak berarti ini tidak dibatalkan, saya pasti akan menembak paus. Inilah satu-satunya alasan saya melarikan diri dari penjara.”
Pada 27 Desember 1983, Paus Yohanes Paulus II sempat mengunjungi dan memaafkan Agca di Rebibbia Prison di Roma, Italia. Ia membacakan Regina Caeli atau doa ratu surga untuk menghormati Bunda Maria dan memberikan pengampunan kepada Agca.Ia bahkan menyebut Agca sebagai saudara.
Kendati telah dimaafkan, Agca tetap dijatuhi beberapa hukuman, seperti penjara seumur hidup di Italia dan hukuman mati akibat pembunuhan terhadap Abdi Ipekci. Namun, seluruh hukuman tersebut akhirnya tidak dijatuhi kepada Agca karena pada 18 Januari 2010 ia mendapatkan bebas bersyarat.
Setelah bebas dari penjara, Agca memperlihatkan diri kepada publik di Vatikan pada 27 Desember 2014. Saat itu, ia menaruh bunga mawar putih di makam Santo Yohanes Paulus II dan menyatakan bahwa ia ingin bertemu dengan Paus Fransiskus. Namun, permohonannnya tersebut tidak terpenuhi.
Beberapa tahun setelah kebebasannya dari penjara, Mehmet Ali Agca bercerita kepada The Mirror bahwa ia menyesal telah melakukan percobaan pembunuhan kepada Paus Yohanes Paulus II dan menyatakan bahwa Uni Soviet merupakan otak atau dalang di balik percobaan pembunuhan tersebut.
MICHELLE GABRIELA | EIBEN HEIZIER | AMELIA RAHIMA SARI