MEMANG dunia makin sempit. Kamboja bukan lagi cuma urusan ASEAN. Maka Pertemuan Menlu ASEAN pekan lalu, di Bandar Seri Begawan, Brunei, menyatakan bahwa suatu jalan keluar menyeluruh atas masalah Kamboja akan lebih sempurna kalau mengikutsertakan juga kekuatan ekstra regional, terutama yang punya kepentingan di kawasan ini. Kekuatan ekstra itu memang tak disebutkan secara eksplisit, meski tak pelak lagi, yang dimaksud tentulah AS, Jepang, Uni Soviet, dan RRC. Tapi, kata Menlu Indonesia Alex Alatas, pelibatan kekuatan ekstraregional itu masih tergantung pada keberhasilan Jakarta Informal Meeting (JIM) II, 19-21 Februari mendatang. Mengenai rencana JIM II itu sendiri sudah dipastikan bahwa hampir semua pihak yang terlibat di Kamboja bersedia untuk hadir. Kecuali pihak Khmer Merah yang masih akan memberi kabar segera. Di kertas, kemungkinan tercapainya suatu persetujuan di negeri yang kacau oleh peperangan selama sepuluh tahun itu cukup baik. Apalagi negeri yang terlibat secara tak langsung sudah mulai mengadakan pendekatan. Vietnam dan RRC, misalnya, sudah memulai suatu proses perbaikan hubungan. Itu dibuktikan dengan kunjungan Wakil Menlu Vietnam Dinh No Liem ke Beijing pada akhir pekan silam. Sementara itu antara Muangthai dan Vietnam juga telah tercapai saling pengertian. Menlu Thailand telah mengadakan kunjungan ke negeri sosialis itu pada Januari lalu atas undangan resmi. Itulah kunjungan resmi pertama seorang pemimpin Muangthai dalam 13 tahun terakhir ini. Sikap bersahabat kedua negeri itu, tentu saja, suatu perubahan besar. Muangthai-lah negara ASEAN yang paling berkepentingan agar Kamboja tak menjadi ancaman. Di tingkat yang lebih tinggi lagi, perdamaian Moskow-Beijing tampaknya bukan lagi suatu kemustahilan. Rupanya kedua negara komunis raksasa yang tak akur selama hampir 30 tahun itu mulai menyadari kebaikan persahabatan ketimbang pertengkaran. Besar kemungkinan bahwa perbaikan hubungan Beijing-Moskow akan terlaksana dengan kunjungan Mikhail Gorbachev ke Cina dalam tahun ini juga. Keakuran kedua negeri ini penting bagi penyelesaian Kamboja, sebab Soviet menjadi penyokong Vietnam, sementara Cina mendukung Khmer Merah. Banyak pihak yang berusaha mencari "kredit" sebagai kalangan yang paling berhasil dalam mencari penyelesaian masalah Kamboja. Misalnya saja, Prancis yang merasa terikat secara historis dengan wilayah itu, berhubung kedudukannya sebagai bekas penjajah. ASEAN sendiri menginginkan agar tercapainya kompromi dan perdamaian di sana akan meningkatkan gengsi organisasi regional itu. Tapi yang patut menjadi perhatian ASEAN mungkin malah hubungan yang lebih baik antara Cina-Vietnam, dan Uni Soviet-Cina. Sebab, agaknya negara-negara sosialis itulah yang bisa mengatur Kamboja secara "persaudaraan sosialis". Pentingnya ASEAN terlibat di sini: guna memantau jangan sampai "persaudaraan" itu menjadi satu poros kekuatan komunis yang bisa membahayakan ASEAN.A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini