Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pindah Bola di Ukraina

Dukungan terhadap kubu oposisi Victor Yushchenko kian menguat. Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Ukraina, pemilu ulang digelar tiga pekan lagi.

6 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam Ambassador of the Dead, novel karya Askold Melnyczuk, seorang bocah Amerika berdarah Ukraina setiap tahun dipaksa bertentangan dengan guru-gurunya di sekolah. Kepada Alex—nama bocah itu—para guru mengatakan, Ukraina sesungguhnya negeri yang tak pernah ada. Sementara si bocah yakin, tanah nenek moyangnya itu ada. Akhirnya, salah satu guru bilang: "Coba tunjukkan kepada teman-teman sekelasmu letaknya (Ukraina) di peta." Alex berjalan ke peta yang tergantung di dinding kelas. "Seberapa pun kerasnya dia mencari, Alex tak dapat menemukan tanah leluhurnya," tulis Melnyczuk.

Peristiwa itu amat menyedihkan hati Alex sehingga dia berharap agar penyakit yang pernah dia derita kambuh kembali. Alex menyandang penyakit yang membuat kulitnya menjadi transparan dan lambat-laun akan melenyapkan dirinya. Melnyczuk, pengarang Amerika itu, melukiskan, untuk mencegah dirinya raib, Alex harus berteriak sekeras-kerasnya. Ukraina dan si bocah Alex seakan menjalani garis takdir yang sama.

Dalam perjalanan sejarahnya, negeri itu telah mengalami berulang kali terhapus dari peta dunia (lihat Jatuh-Bangun Sepanjang Jalan). Seperti Alex, ratusan ribu penduduk telah berteriak sekeras-kerasnya di jalanan kota Kiev—ibu negeri Ukraina—selama tiga pekan terakhir dalam hawa musim dingin. Di lapangan terbuka Independence Square di Kiev, mereka menuntut kemenangan demokrasi. Mereka meminta agar calon dari kubu oposisi, Viktor Yushchenko, 50 tahun, naik ke kursi presiden. Menurut mereka, dialah pemenang sejati pemilu 21 November lalu. Sebaliknya, "juara bertahan" Viktor Yanukovych mengumumkan dirinya yang menjadi pemenang dan berhak menjadi presiden.

Toh, teriakan warga Ukraina tidak sia-sia. Kamis pekan lalu, mereka membuka blokade atas pusat-pusat pemerintahan setelah Verkhovna Rada alias parlemen Ukraina telah mengabulkan mosi tidak percaya mereka terhadap pemerintahan Yanukovych. Mosi dihasilkan lewat voting 229 suara untuk Yushchenko, selisih tiga suara saja dari jumlah minimal yang dibutuhkan dalam parlemen dengan 450 kursi itu.

Reformasi konstitusi yang memungkinkan pemilu ulang juga telah disiapkan dengan asumsi Mahkamah Agung menganulir hasil pemilu 21 November. Dalam pemilu itu, PM Viktor Yanukovych mengklaim kemenangan melawan Victor Yushchenko. Kontan saja pendukung oposisi tidak terima. Mengapa? Hasil hitung cepat menetapkan Yushchenko unggul sampai 11 persen. Konflik antara Yanukovych, 54 tahun, yang pro-Rusia dan kandidat oposisi Viktor Yushchenko, 50 tahun, yang dekat dengan Eropa seolah membuka babak baru dalam perang dingin Timur dan Barat. Sejumlah analis menyatakan, masing-masing blok kekuatan terus bekerja intensif untuk mempengaruhi hasil akhir pemilu.

Bola panas pun bergulir ke tampuk Presiden Leonid D. Kuchma. Menyusul mosi tak percaya yang dimenangkan di parlemen, dia harus memecat Yanukovych dalam waktu 60 hari hingga terbentuknya kabinet baru. Kuchma memang memilih Yanukovych sebagai penggantinya. Tapi dia pun melihat betapa cengkeramannya terus melemah sejak Yushchenko mengerahkan publik ke jalan-jalan ibu kota dan provinsi lainnya di Ukraina Barat. Bukan berarti riwayat Kuchma sudah tamat. Dia juga tak menyerah begitu saja.

Melalui unjuk rasa tandingan di Donetsk, provinsi terkaya di Ukraina Timur, dukungan yang tersisa di parlemen, ancaman pemisahan diri di Ukraina Timur jika Yushchenko menjadi presiden, Kuchma menemukan cara apik untuk bermanuver: dia menyusun orkestrasi satu jalan keluar yang "aman" jika ingin selamat di masa pensiun. "Itulah yang sekarang harus dilakukan Kuchma," ujar Mikhail Pogrebinsky, Direktur Pusat untuk Studi-studi Konflik dan Politik Kiev. Caranya?

Tidak gampang, memang. Selama bertahun-tahun berkuasa Kuchma, 66 tahun, dituding lekat dengan korupsi dan menjadi dalang atas pembunuhan seorang wartawan yang banyak mengkritik pemerintahannya. Sang Presiden juga dituding berperan dalam kecurangan pemilu lalu.

Sejumlah analis politik dan diplomat Barat di Ukraina mengatakan, pilihan Kuchma pada Yanukovych adalah agar "putra mahkota" yang disiapkan oleh Kuchma itu tak menggugatnya di kemudian hari. Namun, melihat dukungan publik yang berkobar-kobar pada Yuschenko, Kuchma mengusulkan "jalan tengah" berikut ini: pemilu ulang hendaknya dilakukan dari awal lagi, dan bukan semata-mata memilih kembali kedua Viktor.

Usulan ini tak mudah diterapkan, karena Yushchenko tidak saja mendapat tempat di hati sebagian besar warga Ukraina, juga negara-negara Eropa dan AS. Yuschenko telah meminta kepada massanya untuk tetap bertahan di Independence Square kalau tuntutan kontes ulangnya dengan Yanukovych gagal terpenuhi. Aksi blokade akan dibutuhkan kembali. Sedangkan Yanukovych tegas-tegas melawan mosi dari parlemen. "Sebuah move politik yang melawan hukum. Saya tak akan mengakuinya," kata dia.

Di tengah kemelut ini, warga Ukraina amat menderita. Harga barang-barang melambung tinggi. Warga resah dan mulai menarik simpanan uang mereka dari bank-bank. Singkat cerita, titik kritis kian mendidih dan melahirkan sejumlah pertanyaan berat: akankah aparat pro-Yanukovych bakal bergerak dengan kekerasan? Jalan mana yang akhirnya dipilih oleh militer Ukraina? Akankah Ukraina terjun bebas ke dalam perang sipil dan para pembela demokrasi akan kalah?

Dalam novelnya yang pertama, What Is Told, Askold Melnyczuk melukiskan betapa tokoh dalam ceritanya menanti kepastian atas sejumlah pertanyaan: "Klaim posisimu, Anakku, jangan malu, dunia menunggu kepastian darimu. Klaim posisimu. Dunia menanti," tulis Askold Melnyczuk.

Begitu pula jutaan warga Ukraina. Mereka kini tengah menanti dengan waswas jawaban terhadap masa depan negeri mereka.

Wuragil (BBC, NYTimes, CNN, AP)


Jatuh-Bangun Sepanjang Jalan

  • Ukraina, sebuah wilayah Kievan-Rus, mulai berkembang pada abad ke-9. Bangsa Mongol menginvasi wilayah ini pada abad ke-13. Dua abad kemudian, wabah penyakit dan peperangan memusnah-kan hampir seluruh populasinya. Di wilayah ini berkembanglah para pengungsi barbar yang dikenal sebagai Kazaks atau Cossacks.
  • Pada akhir 1700-an, wilayah Ukraina dan Polandia terimpit di antara kekaisaran Rusia, Prusia, dan Austro-Hungaria. Setelah Perang Dunia I dan Revolusi Rusia, Ukraina menjadi rebutan Rusia dan Polandia. Ukraina resmi menjadi bagian dari Uni Soviet pada 1922. Selang lima tahun kemudian, Stalin menghancurkan nasionalisme di Ukraina. Saat itu lebih dari tujuh juta warga Ukraina dibunuh, kelaparan, dan terusir.

    1938

  • Dalam Perang Dunia II, lima juta warga Ukraina tewas dalam pertem-puran antara Tentara Merah dan Pasukan Nazi Jerman. Di antara korban tewas itu terdapat lebih dari sejuta warga Yahudi Ukraina.

    1986

  • April 1986, ledakan di reaktor nuklir Chernobyl mengirimkan debu radioaktif ke seluruh Eropa Timur. Desember 1991, setelah pecahnya Uni Soviet, Ukraina memilih merdeka. Tingkat inflasi yang tinggi, langkanya bahan bakar, dan kesulitan suplai energi menjangkiti negeri baru itu serta mempertegas jurang perbedaan regional dan etnik yang ada.

    1990

  • Sepanjang 1990-an, Ukraina berupaya mendebat Rusia untuk kontrol atas Laut Hitam, kepemilikan senjata nuklir peninggalan era Uni Soviet, dan hubungan dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO. Pada 2001, Uni Eropa menyerukan penyelidikan atas kematian Georgiy Gongadze, wartawan yang konsisten mengkritik pemerintahan Leonid Kuchma.

    2002

  • Pemilu 2002 diwarnai kecurangan. Ribuan warga memprotes Presiden Kuchma. Aksi anti-Kuchma kian marak pada 2003.

    2004

  • 21 November 2004, Perdana Menteri Viktor Yanukovych yang pro-Rusia dinyatakan sebagai pemenang dalam pemilihan presiden. Para pemantau independen menegaskan ada kecurangan. Ratusan ribu warga pendukung kandidat oposisi pro-Barat, Viktor Yushchenko, unjuk rasa ke jalan-jalan. Pemerintahan negara berpenduduk 48 juta jiwa itu lumpuh.
  • 25 November 2004, Mahka-mah Agung membekukan pengumuman hasil pemilu dengan mempertim-bangkan keberatan-keberatan yang diajukan oposisi.
  • 26 November 2004, Yanu-kovych dan Yushchenko menggelar pembicaraan untuk mencari solusi.
  • 27 November 2004, sejumlah anggota parlemen menyatakan pemilu tidak sah, mengesahkan voting untuk mosi tidak percaya terhadap Komisi Pemilu.
  • 28 November 2004, beberapa provinsi di Ukrai-na Timur meng-ancam akan memisahkan diri apabila Yush-chenko yang dimenangkan menjadi presiden.
  • 29 November 2004, Mahka-mah Agung mulai meng-gelar sidang mendengarkan protes dari oposisi dan argumen dari pro peme-rintah.
  • 1 Desember 2004, Parle-men menge-luarkan mosi tidak percaya kepada peme-rintahan.
  • 3 Desember 2004, Mahka-mah Agung diharapkan sudah mem-bacakan keputusannya.

    Wuragil (Guardian, BBC)

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus