Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pintu perdamaian kamboja

Keempat faksi kamboja berunding di jakarta. bermufakat membentuk dewan nasional tertinggi (snc). berkat keuletan menlu indonesia ali alatas. dk pbb mengusulkan penyelesaian konflik menyeluruh.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pintu Perdamaian Kamboja SEBAGIAN sejarah Kamboja digoreskan di Jakarta, Senin awal pekan ini. Keempat faksi Kamboja yang sudah sebelas tahun bertikai akhirnya berjabatan tangan. Malam itulah sebuah permufakatan besar dicapai: membentuk Dewan Nasional Tertinggi atau SNC -- singkatan dalam bahasa Inggris yang lebih populer. Itu dicapai setelah banyak orang hampir tak -percaya bahwa perundingan tentang Kamboja untuk kesekian kalinya di Jakarta itu bisa membuahkan hasil. Sihanouk dan Hun Sen tak muncul, padahal perundingan direncanakan Rabu sebelumnya. Akhirnya Hun Sen berjanji hadir setelah Sihanouk ber-sedia datang. Jumat malam Hun Sen benar tiba di Jakarta. Tapi Sihanouk tidak. "Ayah sakit," kata Ranaridh, putra Sihanouk yang memimpin Funcinpec, kelompok perlawanan Sihanouk. Untunglah, akhirnya Hun Sen tak -berkeras: ia bersedia duduk di meja perundingan meski Sihanouk absen. Awal jabat tangan empa-t faksi ini tampaknya dimulai oleh langkah Amerika dua bulan lalu, dengan tak lagi mengakui Pemerintahan Koalisi Kamboja (CGDK) pimpinan Sihanouk yang sejak 1982 menjadi wakil resmi bangsa Kamboja di PBB. Langkah itu disusul keberhasilan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB menyusun sebuah dokumen yang berisikan usulan untuk penyelesaian konflik secara men-yeluruh, 28 Agustus lalu, di New York. Dokumen berisi 36 alinea ini mengatur mulai dari pembentukan SNC, pengaturan militer selama masa transisi, pemilu di bawah pengawasan PBB, perlindungan hak-hak asasi manusia, sampai jaminan dunia internasional. Usulan DK PBB itu tentu tak ada artinya b-ila tak dilaksanakan. Pertemuan di Jakarta inilah yang komplet dihadiri para wakil faksi -- Son Sann pemimpin KPNLF, Khieu Samphan dari Khmer Merah, dan Ranaridh Ketua Funcinpec mewakili Sihanouk, dan akhirnya Hun Sen mewakili pemerintahan Phnom Penh -- akhirnya mewujudkan kon- sep menjadi kenyataan. Itu antara lain berkat keuletan dan kesabaran Menteri Luar Negeri Indonesia. Bayangkan, sampai Minggu siang, semua pihak masih belum sepakat membuka perundingan secara resmi. Lewat pertemuan di Suite 745 tempat Menteri Alatas berpangkalan bersama Menteri Negara Urusan Luar Negeri Prancis, Nyonya Edwige Avice, akhirnya disepakati membuka pertemuan sore hari itu juga. Tak lebih dari 25 menit, upacara resmi pun selesai. Kembali lagi mereka sibuk konsultasi di Suite 745. Bahkan petang itu Hun Sen sempat berunding dengan Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta, John Monjo. "Kami hanya bertukar pandangan, ini lanjutan pertemuan di Vientiane," kata keduanya seusai pertemuan. Apa pun isinya, itulah kontak pertama Hun Sen secara langsung dengan Pemerintah Amerika. Di tengah bayangan itulah serangkaian konsultasi kembali dilakukan di kamar Alatas, Senin keesokan harinya. Perundingan memang lamban dan ketat. Pihak yang bersengketa memang belum sepakat tentang komposisi keanggotaan SNC. Gambarannya memang masih belum jelas betul. Yang remang-remang muncul adalah usulan bahwa S-NC akan terdiri dari 12 orang yang terdiri dari 6 wakil rezim Hun Sen, ditambah masing-masing 2 wakil dari 3 faksi lain. Sementara itu, kelompok Hun Sen menghendaki keenam wakil lainnya tidak perlu mencerminkan faksi-faksi. Akhirnya, ditemukan rumusan yang bisa disepakati semua pihak. Yakni, kedua belas anggota SNC dianggap tak mewakili faksi mana pun. Kenyataannya, 6 orang berasal dari kelompok Hun Sen, dan masing-masing 2 orang dari 3 faksi lainnya. Yang penting, menurut Alatas, "Untuk pertama kalinya bisa dicapai kesepakatan tanpa keberatan apa-apa." Kini tinggal menggelindingkan bola lebih lanjut. Kata Hun Sen, "Soal gencatan senjata bisa kita bicarakan dalam SNC nanti." Ini tentu tergantung kewibawaan pimpinan masing-masing, untuk mencegah insiden yang tak perlu, yang bisa membubarkan kesepakatan. Yopie Hidayat dan Liston P. Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus