Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Profil PM Bangladesh Sheikh Hasina: Dari Pejuang Demokrasi Menjadi Wanita Besi

PM Sheikh Hasina pernah bergabung dengan saingannya dalam perjuangan memulihkan demokrasi, namun kekuasaan memisahkan aliansi mereka.

8 Januari 2024 | 17.06 WIB

Mahasiswa memegang plakat Perdana Menteri Sheikh Hasina di Universitas Dhaka, menjelang pemilihan umum di Dhaka, Bangladesh, 4 Januari 2024. REUTERS  /Mohammad Ponir Hossain
Perbesar
Mahasiswa memegang plakat Perdana Menteri Sheikh Hasina di Universitas Dhaka, menjelang pemilihan umum di Dhaka, Bangladesh, 4 Januari 2024. REUTERS /Mohammad Ponir Hossain

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina pernah bergabung dengan saingannya dalam perjuangan memulihkan demokrasi, tetapi kekuasaannya yang lama ditandai dengan penangkapan para pemimpin oposisi, tindakan keras terhadap kebebasan berpendapat dan penindasan terhadap perbedaan pendapat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hasina, 76, memenangkan masa jabatan keempat berturut-turut dan kelima secara keseluruhan dengan memenangi pemilu Minggu, 7 Januari 2024, yang diboikot oleh oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) untuk kedua kalinya dalam tiga pemilu terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putri pendiri Bangladesh, Sheikh Mujibur Rahman, yang memimpin kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan, Hasina beruntung bisa mengunjungi Eropa ketika sebagian besar keluarganya dibunuh dalam kudeta militer pada 1975.

Lahir pada tahun 1947, di barat daya Bangladesh, kemudian Pakistan Timur, Hasina adalah anak tertua dari lima bersaudara. Hasina menyelesaikan kelulusannya dalam Sastra Bengali dari Universitas Dhaka pada tahun 1973 dan memperoleh pengalaman politik sebagai perantara bagi ayahnya dan para pengikut mahasiswanya.

Dia kembali ke Bangladesh dari India, tempat dia tinggal di pengasingan, pada 1981 dan kemudian bergandengan tangan dengan musuh politik Khaleda Zia, ketua Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), untuk memimpin pemberontakan rakyat demi demokrasi yang menggulingkan penguasa militer Hossain Mohammad Irsyad dari kekuasaan pada 1990.

Namun aliansi dengan Zia tidak bertahan lama dan persaingan yang sengit dan mengakar antara kedua perempuan tersebut, yang sering disebut 'pertempuran para begum', terus mendominasi politik Bangladesh selama beberapa dekade.

Hasina pertama kali memimpin partai Liga Awami meraih kemenangan pada tahun 1996, menjalani masa jabatan lima tahun sebelum mendapatkan kembali kekuasaan pada tahun 2009, dan tidak pernah kalah lagi.

Seiring berjalannya waktu, ia menjadi semakin otokratis dan pemerintahannya ditandai dengan penangkapan massal terhadap lawan politik dan aktivis, penghilangan paksa, dan pembunuhan di luar proses hukum.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah memperingatkan akan adanya pemerintahan satu partai oleh Liga Awami pimpinan Hasina.

Zia, yang merupakan mantan perdana menteri, dipenjara pada 2018 atas tuduhan korupsi yang menurut pihak oposisi dibuat-buat. Mantan perdana menteri yang sakit itu diizinkan tinggal di rumah di Dhaka berdasarkan ketentuan khusus sejak pandemi Covid-19 tetapi dilarang melakukan aktivitas politik.

Putra Khaleda, Tarique Rahman, adalah penjabat ketua partai BNP, namun dia berada di pengasingan setelah beberapa tuduhan diajukan terhadapnya. Dia telah menyangkal semuanya. Pemimpin paling senior partai berikutnya, Mirza Fakhrul Islam Alamgir, dan beberapa orang lainnya telah dipenjara sejak protes mematikan pada akhir Oktober.

Menolak Mundur

BNP dan kelompok hak asasi manusia mengatakan pemerintahan Hasina menangkap 10.000 pekerja partai oposisi atas tuduhan yang dibuat-buat menjelang pemilihan umum Minggu.

Hasina menolak tuntutan BNP untuk mengundurkan diri dan mengizinkan pemerintah netral menjalankan pemilu, dan menuduh pihak oposisi menghasut protes anti-pemerintah yang telah mengguncang Dhaka sejak akhir Oktober dan menewaskan sedikitnya 14 orang.

Baik Hasina maupun para pesaingnya menuduh lawan-lawan mereka berusaha menciptakan kekacauan dan kekerasan untuk menggagalkan perdamaian politik dan membahayakan demokrasi yang belum mengakar kuat di negara Asia Selatan yang berpenduduk 170 juta jiwa itu.

Hasina mengatakan dia tidak perlu membuktikan kredibilitas pemilu kepada siapa pun. “Yang penting adalah apakah rakyat Bangladesh mau menerima pemilu ini.”

Para pengkritik mengatakan bahwa 15 tahun terakhir kekuasaannya ditandai dengan pemerintahan yang otoriter, namun Hasina juga dipuji karena mampu membalikkan perekonomian dan industri garmen secara besar-besaran, serta mendapat pujian internasional karena melindungi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan di negara tetangga, Myanmar.

Namun perekonomian juga melambat tajam sejak perang Rusia Ukraina mendorong kenaikan harga bahan bakar dan impor makanan, sehingga memaksa Bangladesh tahun lalu meminta dana talangan sebesar $4,7 miliar kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Inflasi mencapai 9,5% pada November, salah satu yang tertinggi dalam beberapa dekade.

Mengatasi inflasi akan menjadi tantangan terbesarnya pada masa jabatan berikutnya, sementara fokusnya adalah pada bagaimana ia berupaya menegakkan demokrasi.

REUTERS

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus