Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ukraina Temukan 440 Kuburan Massal

Kementerian Pertahanan Ukraina menemukan 440 makam di sebuah kuburan massal di Izium, bekas daerah pendudukan Rusia.

18 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ukraina menemukan 440 kuburan massal di bekas daerah pendudukan Rusia di Izium.

  • Dorongan referendum untuk menghapus Raja Inggris sebagai kepala negara Australia mencuat.

  • Banjir besar di Pakistan diperburuk oleh dampak perubahan iklim akibat ulah manusia.

UKRAINA

440 Kuburan Massal Ditemukan di Izium

KEMENTERIAN Pertahanan Ukraina menemukan 440 makam di sebuah kuburan massal di Izium, kota di kawasan timur Kharkiv yang baru-baru ini direbut kembali dari pendudukan pasukan Rusia. “Tindakan prosedural yang diperlukan sudah dimulai di sana. Harus ada lebih banyak informasi, informasi yang jelas dan terverifikasi akan tersedia besok,” kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pernyataan yang dirilis Kementerian pada Kamis, 15 September lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah telah mulai menggali kuburan itu untuk kemudian diidentifikasi. Pusat Komunikasi Strategis Ukraina mengatakan beberapa kuburan itu masih “segar” dan mayat yang dikubur di sana kebanyakan warga sipil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kantor Komisioner Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengirim pemantau untuk memeriksa kuburan tersebut. “Tujuan mereka pergi ke sana untuk mencoba mengetahui lebih banyak tentang apa yang mungkin terjadi,” ujar Liz Throssell, juru bicara Kantor Komisioner, seperti dikutip Reuters. Dia mengaku belum bisa mengkonfirmasi apakah itu merupakan satu kuburan massal atau sejumlah kuburan individu.


AUSTRALIA

Desakan Penghapusan Raja Inggris Sebagai Kepala Negara Mencuat

Mural Ratu Elizabeth Inggris, di Sydney, Australia, 13 September 2022. REUTERS/Loren Elliott

MASYARAKAT Australia, sebagaimana banyak negara anggota Persemakmuran Inggris lain, turut berkabung atas wafatnya Ratu Elizabeth II. Namun kematian Ratu juga telah mendorong debat tentang Australia menjadi republik kembali mengemuka. “Saya mengatakan waktu berikutnya kita menggelar referendum (soal negara republik) ini tidak akan terjadi sebelum akhir pemerintahan Ratu. Nah, pemerintahan Ratu telah berakhir,” kata mantan perdana menteri Malcolm Turnbull kepada BBC pada Senin, 12 September lalu. Dia menilai referendum tak akan terjadi segera, tapi tak terhindarkan.

Hingga kini, ratu atau raja Inggris otomatis menjadi kepala negara di semua negara Persemakmuran, asosiasi politik negara yang bersetia kepada Kerajaan Inggris. Posisi itu kini digugat. Sebagian masyarakat Australia mendesak jabatan itu dihapus dan kepala negara dipilih melalui pemilihan umum sebagaimana lazimnya negara berbentuk republik. Australia pernah menggelar referendum pada 1999 mengenai hal ini dan hasilnya 55 persen pemilih menolak penghapusan monarki.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan saat ini adalah waktu untuk memberikan penghormatan kepada kehidupan Ratu dan pertanyaan soal konstitusi akan ditangani nanti. Seminggu sebelum peringatan 70 tahun berkuasanya Elizabeth pada Februari lalu, pemerintah mengangkat Matt Thistlethwaite sebagai asisten menteri republik yang bertugas menyiapkan negeri itu menjadi republik.


PAKISTAN

Perubahan Iklim Memperburuk Banjir Bandang

TIM ilmuwan dari World Weather Attribution (WWA) memperkirakan banjir besar yang melanda Pakistan sejak pertengahan Juni lalu berhubungan dengan perubahan iklim akibat ulah manusia. WWA adalah kolaborasi ilmuwan iklim dari berbagai kampus di Inggris, Belanda, Prancis, Amerika Serikat, dan India serta Palang Merah. “Bukti kami menunjukkan bahwa perubahan iklim berperan penting dalam kejadian ini, walaupun analisis kami tak memungkinkan kami menghitung seberapa besar perannya,” kata Friederike Otto, pemimpin tim peneliti dari Imperial College London, Inggris, kepada BBC pada Jumat, 16 September lalu.

Hujan lebat dan banjir di Pakistan berdampak pada 33 juta penduduk, merusak 1,7 juta rumah, dan menewaskan hampir 1.500 orang. Ribuan kilometer jalan serta ratusan jembatan rusak dan hampir 1.500 fasilitas kesehatan hancur. Sekitar 750 ribu ternak tewas dan tanaman pangan yang gagal panen mencapai US$ 2,3 miliar. Kerugian ekonomi diperkirakan lebih dari US$ 30 miliar. Pada akhir Agustus lalu pemerintah mengumumkan darurat nasional.

Hasil pemodelan WWA menunjukkan bahwa hujan selama maksimum lima hari di Sindh dan Balochistan, dua provinsi yang paling banyak mengalami banjir, kini 75 persen lebih sering daripada dulu saat suhu belum naik 1,2 derajat Celsius. Hujan selama 60 hari juga setengah kali lebih lebat daripada sebelumnya. Keadaan akan lebih buruk bila suhu iklim naik lebih tinggi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus