Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Brussels - Sekitar 30 ribu orang di Belgia menandatangani dua petisi online yang meminta patung Raja Leopold II dirobohkan karena raja di era kolonial itu telah menghancurkan Kongo di sekitar tahun 1800.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ribuan penandatangan petisi untuk merobohkan patung Raja Leopold II terinspirasi dari aksi unjuk rasa global memprotes kematian pria kulit hitam warga Amerika, George Floyd oleh polisi rasis Minneapolis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu petisi online, menurut laporan Reuters, 6 Juni 2020, digawangi oleh seorang anak laki-laki usia 14 tahun yang membagikan foto monumen itu dan petisi di aplikasi Instagram.
Petisi itu menuntut monumen Raja Leopold II di seluruh Brussels dan di kota Halle.
"Kami anak-anak dan berharap tidak mengungkap identitas kami. Ini alasan kami mencari organisasi untuk mewakili kami," kata Noah, begitu dia menyebut namanya.
Petisinya yang berbahasa Prancis dan Belanda di change.org menyerukan perobohan monumen Leopold II akhir Juni ini karena monumen ini tidak selayaknya ada di negeri Brussels yang multikultur, dan menjadi ibukota Eropa.
Di kota Ghent di Belgia, patung Raja Leopold II dicat warna merah dan diberi tulisan "Saya tidak bisa bernafas", ini kata-kata yang diucapkan George Floyd ketika polisi menekan lututnya ke leher Floyd yang tergeletak di tanah dengan kedua tangan diborgol.
Di kota Antwerpen, patung Raja Leopold II dibakar.
Anak-anak muda Belgia mengatakan mereka malu karena penghormatan terhadap Raja Leopold II masih berlanjut saat jutaan rakyat Kongo diperkirakan tewas pada tahun 1885 hingga 1908 akibat kolonialisme Belgia terhadap negara di benua Afrika itu.
Pasukan raja Leopold II waktu itu memerintahkan tangan para korban dikumpulkan yang kerap ditembak karena menolak kerja paksa. Raja Leopold II pun dituding melakukan genosida terhadap 10 juta rakyat Kongo.