"LINSO, Linso datang." Kata-kata seperti itu akan setiap kali
terdengar ke mana pun anda pergi ke Vietnam, kecuali di Hanoi
dan Ho Chi Minh City. Anak-anak kampung di daerah pedesaan,
sekitar 100 km di luar Hanoi, dalam sekejap telah mengerubungi
sebuah mobil Volga yang ditumpangi tamu Indonesia begitu
kendaraan tersebut berhenti. "Linso," kata seorang remaja
sembari mengetuk-ngetuk kaca mobil. Memasukkan telunjuk kanannya
ke dalam mulut, pemuda yang setengah bugil itu memberi isyarat
agar diberi rokok.
Dan Linso, yang tak lain berarti orang Rusia, memang amat
populer di Vietnam. Demikian populernya mereka sehingga setiap
orang yang kulitnya putih, pastilah disebut Linso: Ini rupanya
pernah membuat jengkel seorang diplomat Barat. "Negeri kami
selalu ingin membantu Vietnam, tapi saya keberatan kalau disebut
Linso," katanya.
Tapi betapa pun besarnya bantuan dari Barat itu, pastilah akan
jauh di bawah yang datang dari Uni Soviet. Banyak yang
menyebutkan Rusia telah membantu US$ 3 juta dalam sehari. Ada
juga yang memperkirakan kredit yang mengalir dari Soviet itu
mencapai US$ 6 juta (Rp 3,7 milyar lebih), termasuk untuk
mengongkosi tentara Vietnam di Kampuchea yang ditaksir antara
150. 000 - 200.000 orang. Juga di Laos, yang menurut beberapa
sumber berjumlah 50.000 orang.
Berapa jumlah orang Rusia di Vietnam, tak ada yang bersedia
menjawab secara pasti. Kedutaan Besar Rusia, dikelilingi tembok
tinggi, tak begitu jauh dari Lapangan Ba Dinh, yang menghadap
mosoleum Ho Chi Minh, tak ubahnya bagaikan sebuah Kremlin kecil:
mulai dari rumah kediaman Dubes, para staf dan perkantoran,
sampai fasilitas olahraga, semuanya terpusat di kompleks yang
luas itu.
Tempat lain adalah Hotel Thang Loi. Di hotel buatan Kuba itu
juga banyak dihuni orang Rusia. Mereka, seperti diakui seorang
Hongaria yang tinggal di hotel tiga tingkat paling mewah di
Hanoi itu, lebih suka bergaul dengan sesamanya.
"Mereka juga tak banyak bergaul dengan orang Vietnam," kata
seorang pegawai hotel yang pandai bicara Rusia. Kesenangan untuk
berkumpul antar.mereka sendiri seperti orang Jepang itu juga
nampak di Ho Chi Minh City, dulu Saigon. Hotel Caravelle yang di
zaman rezim Thieu paling eksklusif, kini boleh dibilang diborong
warga Rusia. "Kurang lebih 300 orang Rusia tinggal di situ,"
kata seorang di sana.
Malam itu, 17 Oktober lalu, misal nya, iring-iringan sembilan
bis merk Robur meninggalkan Hotel Caravelle yang kini sudah
berganti nama, membawa turis Soviet berkeliling kota. Di Ho Chi
Minh City itu pula konon terdapat sebuah kompleks perumahan
mewah untuk para ahli dan penasihat militer dari Soviet.
Toh Vietnam nampaknya keberatan kalau Uni Soviet memiliki
pangkalan di negerinya. Sebuah kapal perang Soviet telah singgah
di pelabuhan kota Hue pertengahan bulan lalu. Beberapa sumber
Barat di Hanoi menafsirkan kedatangan kapal perang mutakhir itu,
dan rombongan angkatan laut Sovietnya yang dipimpin seorang
admiral, sebagai pembuka jalan akan adanya pangkalan asing. Tapi
seorang pejabat Deplu Vietnam membantahnya. "Itu tidak mungkin.
Kami meman amat dekat dengan Soviet dan menyambut kedatangan
kapal perang itu. Tapi itu tak ada hubungannya dengan pangkalan
Soviet," katanya.
Memang belum ada bukti yang kuat bahwa Soviet sudah membuka
pangkalan di Vietnam. Tapi kebaikan hati mereka tidak berarti
tanpa syarat. Sebuah sumber yang mengetahui mengatakan
buah-buahan dari Vietnam itu banyak juga yang "diekspor" ke
Soviet, terutama buah nanas. Terakhir terbetik berita manusia
pun sudah dikirim ke Rusia. "Banyak orang-orang Vietnam yang
mencari pengalaman di Soviet. Mereka kebanyakan adalah para
pekerja pabrik, " kata seorang di Hanoi.
Sebuah sumber asing di Hanoi membenarkan adanya pengiriman
besar-besaran orang-orang Vietnam ke Soviet. "Kabarnya mereka
itu semacam pekerja tamu (gastarbeiter) yang biasanya terdiri
dari buruh-buruh kasar," katanya. Informasi yang diperoleh
sumber tersebut mungkin ada benarnya. Minh Ky Dang, sekretaris
kaum pengungsi Vietnam di Negeri Belanda mengaku telah menerima
laporan sebanyak setengah juta orang Vietnam telah diterbangkan
ke Rusia dan Bulgaria.
Sumber-sumber pemerintah di Hanoi, menurut Minh Ky Dang,
menjelaskan mereka itu tediri dari kaum sukarelawan yang ingin
bekerja di daerah industri Siberia dan Bulgaria. "Tapi,
nyatanya, sebagian besar buruh itu adalah bekas tahanan yang
menghuni apa yang disebut kamp-kamp reedukasi, yang dikirim ke
sana sebagai imbalan bantuan ekonomi dan persenjataan yang besar
yang diterima Hanoi dari Uni Soviet," kata Dang seperti dikutip
koran South China Morning Post pekan lalu.
Seorang diplomat Jerman Timur dikabarkan telah menggebrak meja,
ketika salah seorang rekannya dari Eropa Timur bertanya tentang
eksodus manusia itu. "Tidak ada yang bebas tanpa ikatan," begitu
ia dikutip. Selain Bulgaria, maka Jerman Timur terkenal amat
dekat dengan Uni Soviet. Tapi seberapa jauh kebenaran berita
itu, entahlah.
Bagaimanapun, seperti dikatakan PM Pham Van Dong, . . .
kerjasama menyeluruh dengan ni Soviet adalah beleid utama
Vietnam" (lihat wawancara). Salah satu dari ungkapan kerjasama
yang mesra itu tercermin dalam sebuah acara musik dan tarian
rakyat Vietnam di gedung opera Ho Chi Minh City. Dalam ruangan
sejuk yang lebih separuh dihadiri penonton Rusia, penyanyi tenar
Hong Van, 30 tahun yang cantik itu membawakan lagu bernama:
Sebuah tiket ke Rusia, yang mendapat keplok luar biasa. Lalu
tiga penyanyi amatir, pakai lengan panjang dan berdasi,
membawakan lagu berjudul: Rusia Cintaku. Dan hadirin memintanya
untuk diulang lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini