Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Markas Besar Partai Islam Se-Malaysia (PAS) di kawasan mentereng Bangsar Utama, pusat Kota Kuala Lumpur, disesaki puluhan orang, Kamis pekan lalu. Petinggi partai dan sejumlah pemimpin oposisi Malaysia berkumpul. Menteri Besar Perak Nizar Jamaluddin menjadi pusat perhatian. Mereka membahas kisruh politik di negara bagian terbesar kedua di Malaysia yang dipimpin Nizar itu.
”Kami sedang menyatukan suara untuk menuntut pemerintah menuntaskan konflik di Perak,” kata Anwar Ibrahim, pemimpin oposisi Malaysia yang hadir dalam pertemuan itu, kepada Tempo. ”Jangan sampai persoalan berlarut-larut, menghabiskan tenaga dan emosi,” ujarnya.
Sore itu, Pakatan Rakyat—koalisi oposisi yang terdiri atas Partai Keadilan Rakyat, Partai Islam Se-Malaysia, dan Partai Aksi Demokratik—memang mesti merapatkan strategi. Sejak kerusuhan pecah di Gedung Parlemen di Ipoh, Perak, Kamis dua pekan lalu, otomatis mereka tak lagi memimpin jalannya pemerintahan dan parlemen. Nizar diturunkan paksa dari jabatannya oleh Zambry Abdul Kadir dari Barisan Nasional. Ketua Parlemen V. Sivakumar pun diseret paksa ke luar sidang dan langsung digantikan R. Ganesan, juga dari kubu Barisan.
”Kami meminta pemerintah mengadakan pemilihan umum untuk membentuk parlemen dan memilih menteri besar yang baru,” kata Anwar. Pakatan yakin, jika pemilu jadi digelar, suara rakyat Perak pastilah akan berpihak kepada mereka.
Beberapa hari setelah kerusuhan itu, Pakatan sebetulnya sudah bergerak cepat mengembalikan kekuasaan mereka. Senin pekan lalu, oposisi mengajukan tuntutan kepada Pengadilan Tinggi Ipoh untuk mengembalikan Menteri Besar Nizar ke posisinya. Tuntutan itu dipenuhi. Namun, baru sehari Nizar kembali ke kantornya dengan kawalan penuh Kepolisian Diraja Malaysia, datang putusan dari pengadilan banding di Putrajaya yang menangguhkan pengembalian kekuasaan kepadanya. Zambry rupanya melayangkan banding di pengadilan itu.
Setelah permohonannya dikabulkan, Selasa pekan lalu Zambry langsung mengumumkan bahwa dia masih berhak atas jabatan Menteri Besar Perak. Tanpa ragu, Zambry datang ke kantornya. ”Saya akan tetap bertugas sampai ada keputusan dari pengadilan lebih tinggi,” kata Zambry menegaskan.
Merasa tak terima, Nizar pun melayangkan gugatan ke pengadilan federal. Pengadilan ini baru akan mengeluarkan putusan pekan ini. ”Saya merasa sayalah menteri besar yang sah,” kata Nizar sesaat setelah melayangkan gugatan. ”Keputusan pengadilan tinggi tak bisa ditangguhkan.”
Nizar memimpin Perak setelah oposisi memenangi pemilu di Perak, tahun lalu, dengan perolehan 31 kursi berbanding 28 kursi untuk Barisan. Februari lalu, pemerintah menganulir kekuasaan Pakatan setelah tiga anggotanya menyeberang ke Barisan Nasional sebagai anggota independen. Perolehan kursi berbalik untuk Barisan. Zambry pun mengambil alih jabatan Nizar.
Pengadilan Tinggi Ipoh menyatakan jabatan menteri besar tak bisa beralih begitu saja dengan berubahnya konfigurasi kursi. Perpindahan harus didahului dengan mosi tak percaya. Padahal mosi tak percaya tidak pernah diajukan. Atas dasar pernyataan pengadilan inilah Nizar bertahan.
Penasihat Partai Aksi Demokratik, Lim Kit Siang, mengatakan salah satu strategi oposisi adalah bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Abdul Razak. Menurut Lim, krisis di Perak tak sekadar berdimensi lokal, tapi sudah merupakan cerminan krisis konstitusi dan institusi bangsa.
Najib mengatakan pemerintah bersedia duduk berunding dengan kelompok oposisi, meski mengisyaratkan keberatan pada tuntutan Pakatan. Menurut Najib, jika waktunya tiba, Barisan Nasional siap menghadapi pemilu tersebut. Namun, menurut Najib, penyelenggaraan pemilu itu sangat bergantung pada keputusan Sultan Perak Azlan Shah. ”Putusan pengadilan harus dihormati dan pemilihan umum sebenarnya bukanlah pilihan yang bijak karena akan memakan biaya yang sangat besar,” kata Najib.
Untuk mempercepat penyelesaian konflik ini, Nizar mengirim surat kepada Sultan Perak. Dalam surat yang diantar ajudannya itu, Nizar mengusulkan pembubaran parlemen.
Keberatan pemerintah menggelar pemilu ulang di Perak dipandang Pakatan sebagai bentuk ketakutan akan kekalahan Barisan Nasional. ”Manalah mungkin nasib demokrasi ditentukan oleh setuju-tidaknya mahkamah?” kata Anwar dengan geram.
Pakatan, kata Anwar, akan terus mendesakkan pemilu ulang. ”Selama ini kami sudah cukup sabar menghadapi krisis ini,” katanya. Jika gagal, menurut Anwar, tak ada pilihan lain. ”Kami akan turun ke jalan. Biarlah parlemen jalanan milik rakyat yang akan menentukan,” katanya.
Angela Dewi (AFP, BBC, Bernama, Malaysiakini, Malaysiatoday)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo