Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sejarah baru militer thai

Perdana menteri anand dengan berani menggusur para jenderal dari angkatan kelima yang menguasai panggung politik thai. militer tak akan ikut campur dalam politik, kata kasad yang baru.

8 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKAN ini adalah hari-hari sulit bagi Perdana Menteri Anand Panyarachun.Setelah menggusur tiga pimpinan militer Muangthai, ada satu gebrakan yang diharapkan rakyatnya. Yakni, mengumumkan hasil laporan penyelidikan Departemen Pertahanan Muangthai tentang tragedi Mei lalu. Laporan yang langsung disampaikan oleh Menteri Pertahanan Jenderal Banchob Bunnag itu tergolong sensitif dan sangat rahasia. Selain laporan diduga mengungkapkan jatuhnya 46 korban jiwa dan 700 orang luka-luka, yang ditunggu banyak orang Tahi adalah kejelasan nasib sekitar seribu orang yang hingga kini dinyatakan hilang. Yang sampai kini diketahui adalah dikerahkannya 40 ribu pasukan bersenjata lengkap ketika demonstrasi anti pemerintahan Suchinda mencapai puncaknya, pertengahan Mei lalu. Korban pun mulai berjatuhan, tatkala kelompok tentara secara membabi buta melepaskan tembakan. Dalam pengakuannya di depan komisi penyelidik pemerintah Thai awal bulan lalu, Issarapong mengatakan bahwa perintah itu diturunkan untuk mencegah massa yang mulai beringas. "Lagi pula, kami tak bisa disalahkan, karena tentara tak dilengkapi gas air mata dan peluru karet," katanya. Padahal, dari bukti-bukti yang diperoleh tim penyelidik Departemen Pertahanan Thai, ternyata sejumlah kecil tentara yang bermarkas di Bangkok dilengkapi pula dengan gas air mata dan peluru karet. Tapi mereka ini justru ditarik mundur dan digantikan oleh Divisi Infantri Ke-9 yang khusus dilatih untuk berperang, bukan menangani huru-hara sipil. Berdasar sejumlah bukti kuat yang dijelaskan secara rinci dalam laporan tim penyelidik Departemen Pertahanan itulah, Anand menggeser ketiga pimpinan tertinggi militer. Pangab Kaset Rojananil dimutasikan menjadi Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan. Sedangkan Issarapong didudukkan sebagai Wakil Sekretaris Tetap Departemen Pertahanan. Adiknya, Chainarong Noonpakdee, komandan Divisi Ke-9 yang menumpas demonstran peristiwa Mei, diangkat menjadi komandan Akademi Militer Angkatan Darat. Di samping ketiga jenderal itu, penggusuran juga dilakukan terhadap 14 jenderal lain yang dikenal sebagai pendukung kelompok Kaset. Di kursi Pangab kini duduk Marsekal Voranat Apichari, yang sebelumnya adalah Wakil Pangab. Ia bukan angkatan kelima sebagaimana kelompok Kaset dan Suchinda, tapi dari angkatan pertama lulusan Akademi Militer Thai. Sementara itu, Jabatan Kepala Staf Angkatan Darat diberikan kepada Jenderal Wimol Wongwanich, yang sebenarnya satu angkatan dengan Issarapong dan Kaset, tapi tak pernah mendukung kelompok ini. "Langkah Anand itu bagaikan suatu kudeta," kata Suchit Bunbongkarn, dosen ilmu politik Universitas Chulalongkorn yang menulis buku The Military in Thai Politics, kepada TEMPO. "Ia benar-benar lihai." Suchit berpendapat, dengan penggantian ke-14 jenderal itu, Anand berusaha menghilangkan konsentrasi kekuatan militer pada satu kelas dalam kepemimpin militer sekarang ini. "Anand bakal menunjuk para perwira dari angkatan ke-8, 9, dan 10 untuk mengisi jabatan itu," ramalan Suchit. Maka, angkatan kelima yang "legendaris" itu bakal dihabisi. Hingga kini belum terdengar tanggapan resmi dari pihak militer. Namun, beberapa pekan sebelumnya, harian Khao Thahaan Bok, koran resmi Angkatan Darat Thai, menurunkan tulisan berisi keluhan anggota militer. "Lembaga Angkatan Darat sudah diinjak-injak. Kami diasingkan dan diperlakukan tidak adil," tulis harian itu dalam kolomnya yang berjudul "Badan Pemikiran". Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Yuttahana Khamdee dalam pernyataannya pekan lalu mengingatkan bahwa para bawahan Issarapong tak akan tinggal diam, bila komandannya digeser. Reaksi yang agak ramai pertama kali berupa demonstrasi ratusan anggota hansip yang dulu pernah dipakai militer untuk menumpas pemberontakan di daerah. Para hansip itu melakukan unjuk rasa di depan kantor perdana menteri dan Istana Taman Sanam Luangm dua pekan lalu. Sejumlah mobil pejabat pemerintah dikabarkan dirusak. Malah ada dugaan kuat, perampokan di rumah Menteri Dalam Negeri Pow Sarasin juga dilakukan kelompok pendukung militer itu. Tak jelas, apakah dalam perampokan ini ada yang dicari, misalnya dokumen, atau sekadar teror. Sebaliknya, tokoh-tokoh oposisi yang pernah terlibat dalam peristiwa Mei mendukung tindakan Perdana Menteri Anand. Akhirnya tuntutan rakyat terkabul, kata mereka. Dan mutasi itu akan "mengurangi campur tangan militer dalam pemilu September nanti," kata Chamlong Srimuang, bekas gubernur Bangkok yang sempat ditahan dalam peristiwa berdarah itu. Suara yang bernada hati-hati keluar dari Jenderal Sunthorn Kongsompong. Bekas Ketua Dewan Keamanan Nasional itu -- lembaga yang dibentuk Suchinda setelah merebut kekuasaan Februari 1991 -- mengingatkan juga agar orang-orang di luar militer yang terlibat dalam huru-hara itu juga ditindak. "Hati-hati. Jangan sampai ada kesan bahwa seluruh militer dipersalahkan, karena hal itu akan menimbulkan masalah," kata Sunthorn. Tapi Anand tentu bukan politikus kemarin sore. Sebelum latar belakang peristiwa Mei diungkapkan, ia terlebih dulu mengesahkan amnesti umum bagi seluruh personel militer maupun sipil yang terlibat dalam peristiwa 17-20 Mei, yang dikeluarkan berdasarkan dekrit PM Suchinda beberapa saat sebelum ia mengundurkan diri. Dengan cara itu, militer diharapkan tak merasa dipojokkan. Mungkin sebuah sejarah baru Muangthai sudah digariskan. Militer pelan-pelan dijauhkan dari panggung kekuasan politik, sosial, dan ekonomi. "Saya jamin, di bawah kekuasaan saya, militer tak akan ikut campur di panggung politik dan tak ada ada kudeta," kata Kepala Staf Angkatan Darat yang baru, Wimol Wongwanich, Senin pekan ini. "Kami semua belajar dari pengalaman pahit itu. Saya kira tak ada kudeta lagi," tambah Sunthorn Kongsompong, bekas Ketua Dewan Keamanan Nasional. Didi Prambadi (Jakarta) & Yuli Ismartono (Bangkok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus