Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal perserikatan Bangsa-bangsa atau Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk serangan Israel ke Gaza, khususnya pengeboman ke rumah sakit Al Ahli di Gaza yang menyebabkan tak kurang dari 500 warga sipil tewas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari situs berita PBB, Antonio Guterres merasa khawatir dengan jumlah korban yang terus meningkat di kalangan warga sipil, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, juga wartawan, petugas kesehatan, termasuk staf PBB dan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya merasa ngeri dengan terbunuhnya ratusan warga sipil Palestina dalam serangan di sebuah rumah sakit di Gaza hari ini, yang saya kutuk dengan keras. Hati saya bersama keluarga para korban. Rumah sakit dan tenaga medis dilindungi oleh hukum kemanusiaan internasional,” tulis Guterres melalui aplikasi X pada 18 Oktober 2023.
Keberpihakannya pada rakyat Palestina terlihat jelas saat ia meminta bantuan berupa kebutuhan sandang pangan papan bagi korban serangan. Guterres pun menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera untuk membantu rakyat Palestina.
"Kepada Hamas, untuk pembebasan para sandera dengan segera dan tanpa syarat. Kepada Israel, untuk segera membuka akses bantuan kemanusiaan tanpa batas untuk memenuhi kebutuhan paling mendasar bagi warga Gaza."
Profil Antonio Guterres
Antonio Guterres adalah Sekretaris Jenderal Kesembilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menjabat sejak 1 Januari 2017. Ia lahir di Lisbon, Portugal, pada tahun 1949, dan memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknik.
Selain itu, Antonio Guterres adalah anggota Club of Madrid, aliansi kepemimpinan yang terdiri dari mantan presiden dan perdana menteri demokratis dari seluruh dunia. Ia juga berbicara dalam beberapa bahasa, termasuk Portugis, Inggris, Prancis, dan Spanyol. Ia menikah dengan Catarina de Almeida Vaz Pinto dan memiliki dua anak, seorang anak tiri, dan tiga cucu.
Menurut situs resmi UNHCR, sebelum menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengepalai Badan Tinggi PBB untuk Pengungsi atau The UN Refugee Agency (UNHCR) dari Juni 2005 hingga Desember 2015.
Selama kepemimpinannya, UNHCR menghadapi beberapa krisis pengungsi terbesar dalam beberapa dekade, termasuk konflik di Suriah, Irak, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, dan Yaman. Di bawah kepemimpinan Guterres, UNHCR memperluas operasinya untuk merespons lonjakan jumlah orang yang terusir akibat konflik dan penganiayaan, dari 38 juta pada 2005 menjadi lebih dari 60 juta pada 2015.
Sebelum bergabung dengan UNHCR, Antonio Guterres memiliki lebih dari 20 tahun pengalaman dalam pemerintahan dan pelayanan publik. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Portugal dari tahun 1995 hingga 2002 dan sangat terlibat dalam upaya internasional untuk menyelesaikan krisis di Timor Timur.
Pada awal 2000, ketika menjabat sebagai Presiden Dewan Uni Eropa, ia memimpin pengesahan Agenda Lisbon untuk pertumbuhan dan lapangan kerja, serta menjadi salah satu pimpinan pertemuan Uni Eropa-Afrika pertama. Ia juga menjadi anggota Dewan Negara Portugal dari 1991 hingga 2002.
Antonio Guterres merupakan seorang individu yang berkomitmen pada nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai Sekjen PBB, ia telah berupaya untuk merespons tantangan global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mulai dari pandemi COVID-19, darurat perubahan iklim, pengentasan ketimpangan gender, dan reformasi ambisius PBB untuk memastikan perdamaian, pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia, serta bantuan kemanusiaan yang lebih baik.