Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Senjata itu Entah di Mana

Amerika Serikat kesulitan menemukan senjata pemusnah massal Irak. Perlu alasan pembenar baru.

25 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Segalanya tampak sederhana dan linear saja bagi Amerika Serikat, tadinya. Irak jelas menyembunyikan senjata yang terlarang. Lalu perang yang tak imbang dan berakhir singkat itu. Belakangan, sesudah tentara Amerika boleh dibilang menguasai setiap jengkal tanah Irak, sebaliknyalah yang terjadi. Menemukan senjata-senjata yang dimaksud itu justru menjadi pekerjaan yang—dalam kata-kata Presiden George W. Bush di Lima, Ohio, Kamis pekan lalu—"butuh waktu". Di depan ratusan karyawan pabrik tank Abrams itu—mesin perang yang menjadi pahlawan dalam penyerbuan ke Irak—Bush sama sekali tak bermaksud mendiskon keyakinan Amerika. Ia tetap mengajak warga Amerika supaya optimistis. "Kami tahu pasti, Irak punya senjata pemusnah massal," katanya. "Apakah mereka sudah memusnahkan atau memindahkan, kita pasti akan menemukan kebenaran." Pernyataan Bush dikemukakan pada saat yang tepat. Sebab, kini keraguan terhadap Amerika dan sekutunya tentang alasan menyerbu Irak kian kuat. Semua bertanya-tanya di mana senjata nuklir, biologi, dan kimia Irak. Masalahnya, apa yang Bush katakan tak sepenuhnya efektif. Koran The Washington Post termasuk yang membaca momen itu secara berbeda. Menurut Post, itulah pertama kali Bush memberi tanda bahwa kemungkinan AS gagal menemukan senjata nuklir, kimia, dan biologi. Sudah sekitar tiga minggu tentara AS menguasai Bagdad, menggeledah puluhan tempat, dan tak terhitung informasi tentang senjata masuk ke tim pencari dari AS, tapi hasilnya nihil. Saking seringnya gagal, sampai muncul kritik bahwa tentara AS sebenarnya tak bisa membedakan antara cairan bahan senjata pemusnah massal dan pestisida yang biasa dipakai petani di tepi Sungai Tigris. Keraguan Post sangat beralasan. Sebab, publik baru saja dibuat heboh oleh berita "gembira" harian The New York Times Senin pekan silam. Judith Miller, wartawan Times, menulis artikel tentang pernyataan seorang ilmuwan ahli senjata Irak bahwa senjata yang dicari-cari itu sudah dimusnahkan. Ilmuwan anonim itu melapor ke Mobile Exploitation Team Alpha, tim tentara AS yang bertugas melacak keberadaan senjata itu. Banyak yang menilai berita eksklusif Times sama sekali tak kredibel. Patrick Martin, misalnya, yang menulis di World Socialist Web Site, menyebutkan bahwa Miller, wartawan yang diturunkan bersama tim MET Alpha, tak mewawancarai si ilmuwan—dia hanya melihat si ilmuwan dari jarak tertentu—dan tak menyebut keterangan tempat. Selain itu, Miller dikenal sebagai wartawan yang memang pernah melakukan propaganda untuk kepentingan AS. Apa yang terjadi dengan semua bukti yang begitu meyakinkan, yang dipresentasikan oleh Menteri Luar Negeri Colin Powell di depan anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Februari lalu? Menurut Powell ketika itu, AS memiliki data intelijen lengkap dan akurat tentang keberadaan senjata pemusnah massal Irak. AS mengklaim Irak memiliki 25 ribu liter antraks, 38 ribu liter racun mematikan toksin botulinum, 500 ton sarin, mustard, dan gas saraf VX, serta 30 ribu amunisi untuk melontarkan zat mematikan itu. Semuanya adalah jumlah yang terlalu besar untuk dengan mudah disembunyikan (sehingga tak dapat ditemukan) atau diangkut ke sana kemari. Muncul kecurigaan bahwa data intelijen itulah yang salah atau merupakan hasil rekayasa agar serangan ke Irak bisa segera dilancarkan. Ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pernah ada data intelijen palsu yang berhasil mempengaruhi keputusan besar. Alkisah, sebelum Bush meminta persetujuan Kongres untuk melancarkan perang terhadap Irak, 24 September 2002, beredar dokumen rahasia yang menyebutkan Irak telah mengimpor 500 ton uranium dari Niger, Afrika. Dokumen itu menjadi bukti bahwa Irak masih aktif memproduksi senjata pemusnah massal. Akibatnya, anggota parlemen Partai Demokrat, yang semula menentang, berubah menyetujui perang. Setelah persetujuan diberikan, dokumen uranium itu terbukti palsu. Bagaimana kesahihan data intelijen senjata kimia dan biologi yang ada sekarang? Untuk membuktikannya, tak ada jalan lain, pemerintah AS harus bisa menemukan senjata atau membuktikan keberadaannya. Bukan mustahil ini dilakukan dengan segala cara. Bina Bektiati (The Washington Post, The New York Times, New Yorker)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus