KOREA Utara ditimpa bala bertubi-tubi. Setelah dua sabotirnya
dijatuhi hukuman mati di Rangoon, dua pekan lalu, citra negeri
itu kian buruk di mata dunia. Usaha Pyongyang membuka kedutaan
besar tetap di Muangthai ditolak tanpa syarat oleh pemerintah
Bangkok. Kcputusan ini merupakan bagian dari sanksi keterlibatan
Korea Utara dalam pengeboman 9 Oktober di Rangoon yang
mengakibatkan terbunuhnya sejumlah warga Korea Selatan, di
antaranya tempat mcnten senior.
Upaya memojokkan Korea Utara juga dilancarkan pemerintah Seoul.
Untuk maksud itu, menteri luar negeri Korea Selatan, Lee
Won-Kyung, melakukan perjalanan ke berbagai negara seraya
mengimbau mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan rezim
Pyongyang.
Sebetulnya, Peristiwa Rangoon hanyalah buntut reputasi buruk
yang sudah disandang Korea Utara sebelumnya. Pada 1976, diplomat
Korea Utara diusir dari Denmark, Finlandia, dan Norwegia karena
menjual obat penenang dan wodka bebas pajak. "Mereka
menyelundupkan obat penenang di semua ibu kota, sejak Kuala
Lumpur sampai Kopenhagen," tulis Washington Post. Mereka juga
terlibat dalam perdagangan gelap arloji, barang elektronik,
minuman keras, rokok dan ganja.
Buat Pyongyang, kawan dan musuh tampaknya tidak terlalu penting.
Dalam Perang Arab-lsrael, 1973, Korea Utara mengirimkan beberapa
pilot pesawat tempurnya membantu Mesir. Tiga tahun kemudian dua
diplomat Pyongyang diusir dari Kairo karena ketahuan menjual
ganja. Di India, Juni lalu, sekretaris pertama kedubes Korea
Utara diminta pulang karena diketahui memimpin operasi
penyelundupan.
Digebuk di sana-sini, di Pyongyang sendiri kini berkembang isu
suksesi. Hampir pasti bahwa Presiden Kim Il Sung, yang
memerintah sejak 1948, akan mewariskan tahta kepada putranya
sendiri, Kim Jong Il. Pada ulang tahun Jong Il ke-40, Februari
tahun silam putra mahkota itu dianugerahi gelar "pahlawan
bangsa".
Dalam usia 71 tahun, dan sakit-sakitan, Kim Il Sung ternyata
sigap mempersiapkan Jong II. Para pelancong yang berkunjung ke
Panmunjom, wilayah demiliterisasi antara Korea Utara dan Korea
Selatan, sejal beberapa bulan lalu melihat gamba tambahan pada
lencana serdadu Kore. Utara. Gambar itu tak lain lukisan ke pala
Jong Il, mirip gambar sang ayal yang selama ini menjadi standar.
Isyarat lebih jelas tampak ketik. Jong Il, yang dididik di
Jerman Timur melakukan kunjungan resmi ke RRC Juni lampau.
Sayangnya, Cina yang tak lagi gandrung akan kultus individu
menyambut Jong II sekadarnya saja. Kepentingan RRC terhadap
Pyongyang hanyalah menanamkan pengaruh, dan merenggangkan negeri
itu dari Soviet.
Untuk Korea Selatan, menghadap kepemimpinan Jong II memang
semacam pertaruhan. Gaya Jong Il bisa meniru ayahnya, yang sudah
dikenal betul oleh Seoul. Bila suksesi jatuh ke tangan tokoh
lain, yang mungkin lebih radikal ketimbang Jong II, Seoul bisa
pusing juga.
Kelemahan Jong II adalah: ia tidah punya pengalaman
internasional. Di juga bisa bertindak ugal-ugalan. Pada 1976,
ketika II Sung sakit, pemerintahan sementara dipegang Jong II.
Pada waktu itulah dua tentara Amerika dikapak mati di Panmunjom.
Kim II Sung tampak sangat terpukul oleh Peristiwa Rangoon. Ada
dugaan ia sendiri yang mendalangi usaha pembunuhan itu, dengan
tujuan mengacaukan Korea Selatan setelah Presiden Chun Doo -
Hwan terbunuh. Dengan utang lebih dari Rp 2 trilyun ekonomi
Korea Utara sedang payah dibandingkan dengan Korea Selatan yang
terus meningkat. Pembunuhan kepala negara bisa merupakan jalan
pintas mengacaukan Seoul. Sayang tindakan itu kemudian berubah
menjadi bumerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini