Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Serpihan (atau ancaman?) Dari Jauh

Kaum penentang khomeini di LN yang setiap saat siap menggulingkan, ttp mereka terpecah belah. kelompok mujahiddin khalq musuh besar khomeini yang terus berebut pengaruh dengan kelompok oposisi. (ln)

12 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang akan terjadi jika Khomeini wafat? Berbagai kelompok oposisi seakan berlomba mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan besar ini, meskipun belum tampak tanda bahwa mereka yang akan tampil Betapapun, aksi dua pekan yang lalu di Eropa, ketika sejumlah pemuda menyerbu kedutaan Iran (TEMPO, 5 Mei), mengingatkan orang bahwa mereka ada. Dan cukup menarik, setidaknya karena bervariasi. Di Paris saja, ada tiga organisasi anti Khomeini yang kini gencar menggalang kekuatan. Mereka ialah Dewan Nasional Perlawanan Iran dipimpin Masoud Rajavi, Front Pembebasan Iran dipimpin Dr. Ali Amini dan Gerakan Nasional Perlawanan Iran dikendalikan oleh bekas PM Shahpour Bakhtiar. Dari ketiga organisasi itu, Dewan Nasional Perlawanan umumnya dianggap paling berpotensi. Dengan organisasi gerilyawan Mujahiddin Khalq sebagai tulang punggungnya, Dewan Nasional agaknya yang paling siap menyambut saat yang dinanti nantikan Itu: perginya Khomeni. Yang dinanti memang tak datang juga. Dua tahun lampau, Rajavi misalnya beram mengatakan bahwa "saat itu tidak lama lagi." Tapi ternyata gagal. Sejak ia menyingkir ke Paris bersama Bani Sadr, Juli 1981, orang Iran mulai terbiasa mendengar ucapan Rajavi yang meleset. Tapi semangat tampaknya tetap dipompa. Baru-baru ini, dari persembunyiannya di Teheran, ALI Zarkes, 34, orang kedua Mujahiddin Khalq, berucap, "Pada saat Khomeini meninggal, tanpa menunggu perintah semua sel Mujahiddin akan melancarkan serangan besar terhadap rezim yang berkuasa. Mereka, yang menuduh kami ini cuma segelintir pembunuh, kelak akan terkejut." Gertak sambal lagi? Mungkin. Tapi Mujahiddin, yang pada masa lalu memang menunJukkan kcbcranian, bisa meyakinkan. Diperkirakan beranggotakan 100.000 orang, Mujahiddin Khalq sampai kini masih diakui sebagai musuh No. I pemerintahan Khomeini. Perlawanannya belakangan memang agak kendur di bawah tekanan pengawal revolusi Pasdaran. Tapi dengan 8.000 anggota tersekap di beberapa penjara Iran, sekian ribu lagi bergerak di bawah tanah, masih tersisa sekian ratus yang menggalang perlawanan dari perantauan. Mereka inilah yang menggerakkan Dewan Nasional dari sebuah markas terpencil di tepi sebuah sungai, di Kampung Auvers-Sur-Oise, utara Pans. Dikawal dengan senapan terhunus oleh penjaga keamanan Prancis, markas yang dari luar tampak sebagai rumah bercat putih, dari dalam justru seperti markas tentara. Koresponden TEMPO Nasir Tamara yang diizinkan masuk ke sana awal tahun ini segera beroleh kesan bahwa di situ beroperasi sebuah organisasi yang rapi. Pembagian ruang dan pekerjaan diatur demi kepentingan keamanan, kecuali barangkali sepetak halaman yang ditumbuhi bungabungaan. Betapapun tak semua orang terkesan. Dr. Ali Amini menilai bahwa pemuda Mujahiddin adalah "orang-orang yang tidak mendapat tempat". Toh, di bawah gemblengan Rajavi, mereka tampil tangguh. Kebanyakan berusia muda, 14-30 tahun, berdisiplin tinggi, lugas, dengan rambut dipotong pendek. Mereka direkrut secara tertutup, diwajibkan patuh sepenuhnya pada atasan tanpa hak membantah. Sebagai organisasi yang bergerak secara rahasia, Mujahiddin Khalq mempunyai struktur militer dengan hampir semua anggota memakai nama samaran. Seperti halnya tentara, mereka menerima gaji, baju, sepatu, kebutuhan sehari-hari, tidak terkecuali tempat tinggal. Di sekitar markas memang terlihat barak-barak. Namun, tidak semua anggota tersalur untuk operasi bersenjata. Sebagian lagi ditugasi dibagian sandi, propaganda, kurir, sekretariat, penerjemah, dan hubungan masyarakat. Hukuman menanti jika mereka gagal menjalankan tugas. Mereka juga dapat latihan militer yang cukup keras. Bila pemuda pro-Syah berlatih di luar Paris, orang-orang Mujahiddin justru ditempa di kamp-kamp latihan PLO di Timur Tengah. Untuk menggarap bidang agitasi dan propaganda, mereka menerbitkan Iran Liberaion, sebuah mingguan dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Iran Arab, bahkan Hindi. Di situ dimuat berbagai laporan tentang kegiatan Mujahiddin dan sekutu mereka, komentar tokoh dan pers asing, berikut analisa politik dan ekonomi Iran di bawah Khomeini. Sebagai bumbu pelengkap ada juga laporan tentang penyiksaan, pembunuhan tanpa proses peradilan, dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi lainnya. Masih ada berbagai brosur, buku, bahkan juga pidato Rajavi yang dijual di toko buku yang banyak didatangi mahasiswa. Mujahiddin bagaimanapun tetap harus berebut pengaruh dengan dua kelompok oposisi lain, yang dipimpin Ali Amini dan Shahpour Bakhtiar. Pertengahan April lalu misalnya, terjadi bentrokan fisik antara Mujahiddin dan pengikut Bakhtiar. Perkelahian massal terjadi, dan polisi Prancis turun tangan. Pada minggu-minggu selanjutnya polisi Prancis berjaga-jaga Jumat dan Sabtu. Keadaan jadi lebih meruncing ketika pihak Bakhtiar memasang iklan seperdelapan halaman di surat kabar berpengaruh Le Monde. Isinya: mengutuk tindak kekerasan Mujahiddin. Tidak mau kalah, Mujahiddin juga memasang iklan, membantah keras tuduhan orang-orang Syah itu dan menceritakan peristiwa menurut versi mereka. " Kejadian itu memalukan sekali,' umpat Bani Sadr. "Dari mana mereka dapat uang begitu banyak untuk bayar iklan? Lebih baik dana itu dimanfaatkan untuk menentang Khomeini," tambahnya seraya menyalahkan kedua belah pihak. Dana mungkin terbatas. Tapi kuat dugaan, kelompok Bakhtiar paling kaya dibanding dengan yang lain, dan paling akrab dengan pihak Barat, terutama AS. Tentu saja kelompok ini paling mendukung keluarga raja, dalam hal ini Reza anak bekas Syah almarhum. Tapi Bakhtiar dianggap punya cacat: ia pcrnah berkunjung ke Baghdad, ibu kota Irak, tidak lama sebelum invasi Saddam Hussein ke Iran. Perbuatan itu dianggap sangat tidak patriotis. Akibatnya, Bakhtiar dikecam keras - dan amat diragukan kemampuannya untuk "menjatuhkan Khomeini". Berbagai kekurangan itu tidak menghalangi Ali Amini untuk membentuk koalisi dengan Bakhtiar. Bertolak dari prinsip"melupakan perbedaan ideologi" untuk "membebaskan Iran dari cengkeraman Khomeini," Amini, dalam keterangannya pada Nasir Tamara Senin pekan ini, menegaskan bahwa ia siap menyatukan "seluruh gerakan anti-Khomeini, di dalam dan di luar Iran." Jago tua yang pernah menjadi perdana menteri Iran (1961-1962) ini bahkan mengunggulkan dirinya sebagai presiden sementara sesudah Khomeini jatuh. Catatan: ia sendiri percaya rakyat Iran akan memilih monarki ketimbang republik. Mengapa? "Citra republik sudah buruk," jawab Amini. "Repubiik sama dengan Khomeini," katanya pula. Menurut Amini, rakyat "sudah muak pada kekejaman Khomeini" dan untuk masyarakat yang majemuk seperti Iran diperlukan lembaga pemersatu. Dan itu berarti monarki Membanggakan organisasinya yang katanya sudah merangkul 40 kelompok oposisi, Amini mengimbau yang lain. "Pintu selalu terbuka!" katanya Para simpatisannya tersebar paling banyak di AS dan berbagai negara Timur Tengah, sedang cabang organisasinya baru ada di Inggris dan Jerman Barat. Tapi bagaimana ia bisa sukses masih jadi tanda tanya Front Pembebasan yang dipimpinnya tidak diperkuat pasukan militer. Amini bilang, "Ketika rakyat melakukan pemberontakan total, begitu tentara dibutuhkan, kami pasti siap." Bagaimana mungkin? "Hubungan kami dengan tentara bekas Syah amatlah erat," kata Amini tanpa menyebutkan siapa tentara yang dia maksudkan. Orang tua yang masih bersemangat muda ini juga bicara lancar tentang hubungannya dengan Reza II, bekas putra mahkota dalam kekuasaan yang digulingkan Khomeini. Katanya, ia punya kontak teratur dengan Reza, yang kini bermukim di Rabbat, Marokko. Sesewaktu bisa saja bertemu, "terkadang sambil makan siang bersama." Uang untuk makan siang dan lain-lain itu rupanya tak dirisaukannya. Ia mengatakan memperoleh bantuan uang dari beberapa negara Arab dan milyuner Iran yang tidak disebutkan namanya. Walaupun tidak omong besar, Reza II dalam sebuah wawancara dengan Paris Match menyatakan keyakinannya bahwa "Iran dan monarki tidak bisa dipisahkan karena itu sudah menjadi tradisi, kebudayaan, dan sejarah kami." Ia tidak berminat membentuk pemerintah dalam pengasingan. Ia menekankan pentingnya persatuan pihak oposisi. Jika Reza II cukup berani mondarmandir Paris-Marokko, ibunya, bekas Maharani Farah Diba, memilih hidup tenang di kota kecil Williamstown, AS, selama enam bulan dalam setahun. Sudah mulai terlatih hidup sebagai rakyat biasa dan dipanggil sebagai "Farah" saja, wanita ini juga cenderung bersikap pasrah, demikian menurut kesan yang diperoleh Barbara Walters dalam wawancara yang disiarkan televisi ABC, Maret lampau. Hidup dengan dua anaknya, Leila dan Ali Reza, Farah masih sering memperbincangkan Iran. Tapi sejauh yang menyangkut cita-cita Reza II untuk pulang dan menjadi raja, ia berkata, "Itu mencemaskan saya." Toh ia tidak kuasa menghambat ambisi Reza. Tampaknya, Farah bisa lebih realistis ketimbang beberapa elintir pendukung Syah. Gelintir itu misaTnya ARA (Tentara Pembebasan Iran) dengan rencana tujuh pasal menggulingkan Khomeini, Nemara (Angkatan Bersenjata Pembebasan Revolusioner Iran) yang selalu menyuarakan pandangan Shahpour Bakhtiar, Ayatullah Shariatmadari, dan tentara nasionalis. Lalu adapula Kanoune Sarbazan Iran, yakni Masyarakat Prajurit Iran, yang terdiri dari bekas perwira Iran yang pernah dilatih di AS Gelintir yang bagaikan serpihan itu tersebar di berbagai kota, seperti Washington, Houston, New York, dan Los Angeles. Penggalangan sesama mereka selalu gagal, demonstrasi yang dilancarkan juga tidak pernah efektif. Tapi kelompok yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus