DUA hal penting terjadi sesudah gencatan senjata ditandatangani yakni: pemecatan dua menteri oleh Presiden Aquino dan isu peleburan gerilyawan komunis NPA (Tentara Rakyat Baru) dalam tubuh AFP (angkatan bersenjata Filipina). Disiarkan oleh beberapa koran terbitan Manila, isu ini langsung dibantah perunding pemerintah Ramon Mitra. Isu peleburan berkembang dari gagasan yang dicetuskan Jose Maria Sison, bekas ketua CPP (Partai Komunis Filipina) yang dibebaskan oleh Cory, Maret silam. Sison berkata, jika gencatan senjata tercapai, presiden dapat mengandalkan NPA untuk mengimbangi AFP. Kini, gencatan disetujui. Semua lalu teringat pada gagasan Sison yang bisa berbahaya, terutama jika dimaksudkan untuk membentuk kekuatan militer tandingan. Masa depan NPA memang perlu dipikirkan. Tapi haruskah mereka dilebur dalam AFP? Tiap jenderal yang berpikiran waras tentu tidak akan membiarkan seorang pemberontak menyusup ke kubu militer, konon pula 23.600 gerilyawan NPA. Kalaupun peleburan disetujui pemerintah, bukan tidak mungkin ini akan berakhir dengan pemberontakan militer terhadap Cory. Seorang perwira pernah bergurau, "Kalau terpaksa naik gunung, ya, kami naik gunung." Kuat dugaan justru perangkap inilah yang dipersiapkan Sison dan Sanidad. Mungkin ini ketakutan segelintir pengamat yang selalu waswas, apalagi melihat kabinet Cory yang kian condong ke kiri. Menurut penilaian mereka, gencatan senjata, yang menguntungkan komunis, harus diimbangi Cory dengan pemecatan beberapa menteri berhaluan kiri. Setidaknya, "Beberapa menteri yang bekerja tidak sebagaimana mestinya," seperti dituduhkan Kastaf Jenderal Fidel Ramos. Tapi sampai akhir pekan silam, Cory baru memecat Menteri Sumber Alam Ernesto Maceda dan Menteri PU Rogaciano Mercado. Meski keduanya diduga terlibat korupsi, mereka bukanlah pejabat yang pemecatannya dituntut pihak militer. Cory memang masih menjanjikan reshuffle sesudah Maceda dan Mercado disisihkan. Menteri Pemerintahan Daerah Aquilino Pimentel dan Sekretaris Eksekutif Joker Arroyo -- walaupun tidak disukai -- tampaknya tetap dipertahankan karena Cory memang sangat mengandalkan tenaga mereka. Bagi sebagian orang, yang akhirnya terlihat cuma antiklimaks. Belum juga terjadi reshuffle seperti yang diharapkan militer. Di pihak lain gencatan senjata belum menjamin stabilitas. Lagi pula, dikhawatirkan gencatan bisa berbalik menjadi sumber kesukaran baru. Soalnya, apa yang bisa ditawarkan pemerintah kepada pemberontak yang diajak turun gunung. Lapangan kerja tidak ada, jumlah pengangguran terus meningkat. Memang ada keyakinan di pihak Cory bahwa sebagian besar pemberontak bisa dirangkul dengan mudah karena mereka bukan komunis sejati. Hanya saja, untuk merangkul perlu dana dan dana itu hampir-hampir tidak ada. Sejumlah kecil anggota NPA yang menyerah sukarela di Ilagan, misalnya, kini menjadi beban pemerintah. Konon pula ribuan lainnya. Dan penampungan bagi mereka kian terasa rumit, terutama kalau diingat tiga hal yang mendorong mereka angkat senjata: kemiskinan, penindasan, dan ketidakadilan. Jadi, ideologi bukan motivasi utama. Selama 17 tahun berontak, NPA yang semula compang-camping kini tersusun rapi, sanggup bertempur di 63 dari 74 provinsi di Filipina. Dulu mereka cuma berani beraksi di gunung dan pedalaman, tapi kini sudah pula terlatih menyerang kota-kota besar, termasuk Manila. NPA diperkirakan menguasai de facto 5% dari jumlah semua barangay (desa) dan mengontrol 5 juta dari 54 juta penduduk Filipina. Jumlah komunis sejati, menurut sumber militer, cuma 5%-10% dari seluruh massa pemberontak. Mayoritas selebihnya diduga sudah capek berperang. Mayoritas ini ingin direlokasi, dijauhkan dari komandan mereka agar terjamin keselamatannya. Namun, untuk relokasi pemerintah tidak punya dana. Bahkan, seperti yang dituduhkan seorang kolumnis, pemerintah tidak punya program. Karena itu, ia bertanya, "Sesudah gencatan senjata lalu apa?" I.S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini