PERJUANGAN kubu oposisi Kor-Sel memasuki tahap baru. Kali ini, aksi boikot akan dilancarkan 90 anggota partai oposisi New Korea Democratic Party (NKDP), yang duduk di parlemen Kor-Sel. Mereka menyatakan tidak akan mengikuti semua kegiatan parlemen, sebelum Perdana Menteri Lho Shin Yong meminta maaf di depan sidang parlemen, dan menjamin hak pihak oposisi untuk menyelenggarakan, yang menurut rencana akan diadakan dalam pekan ini. Ancaman itu dicetuskan Hong Sa Dok dari NKDP Senin lalu, sebagai protes atas tindakan pemerintah yang dinilai sewenang-wenang. Tindakan itu berupa kurungan selama sebulan -- diputuskan dalam sidang kilat -- bagi 24 orang yang tertangkap dalam insiden yang terjadi Sabtu pekan lalu. Sementara itu, 27 orang lainnya akan disidangkan dengan tuduhan melakukan kekerasan, pembakaran, dan mengikuti rapat gelap. Pekan lalu, NKDP, dengan dukungan mahasiswa dan buruh yang tergolong radikal, akan mengadakan rapat umum di sebuah taman di pusat Kota Seoul. Dalam kesempatan itu, menurut rencana, pihak oposisi antara lain akan menelanjangi penguasa yang dinilai membuat malu rakyat Kor-Sel, karena terlalu cepat menanggapi berita sensasi matinya Kim Il Sung. Sayang, rapat akbar yang sedianya dihadiri 1 juta massa itu gagal. Massa yang akan ikut ambil bagian dihadang dan diobrak-abrik oleh 70.000 pasukan antihuru-hara -- bersenjata pentungan dan gas air mata -- yang sudah sejak Sabtu pagi disiagakan. Padahal, menurut beberapa tokoh oposisi yang tergabung di bawah bendera NKDP, rapat umum itu akan berlangsung tanpa kekerasan. "Beberapa tokoh mahasiswa yang selama ini bersikap radikal sudah berjanji akan bersifat lebih moderat," tutur Kim Dae Jung, salah seorang tokoh oposisi, pada TEMPO. Menurut dia, tindakan pemerintah hanya bisa diampuni dengan pernyataan maaf Perdana Menteri dan izin bagi kubu oposisi guna mengadakan rapat umum sekali lagi. Sudah dapat diduga, Presiden Chun tak setuju dengan tuntutan pihak oposisi. "Tak ada alasan yang mendasar buat pemerintah minta maaf," katanya. Sebab, menurut dia, rapat umum itu bisa ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu, seperti ekstremis yang prokomunis, sehingga nantinya akan menimbulkan kekerasan dan pertumpahan darah. Seakan mendapat angin, para anggota parlemen yang membawa bendera partai berkuasa di Kor-Sel, Democratic Justice Party (DJP), mengancam akan tetap mengesahkan APBN tahun 1987 sebesar US$ 18 milyar, walau secara sepihak. Tapi pihak oposisi tampaknya tak kehilangan nyali. "Kami akan menghentikan pengesahan itu, kalau perlu secara fisik," kata Hong Sa Dok, juru bicara NKDP. "Jika tak berhasil juga, kami akan menuntut agar Perdana Menteri turun dari kursinya," ujarnya lagi. Sementara pertikaian dengan pihak oposisi terus menjadi-jadi, pemerintah harus juga bersiaga terhadap ancaman Kor-Ut. Setelah termakan berita bohong kematian Kim Il Sung, kini pemerintah Kor-Sel juga merasa waswas akibat pembangunan bendungan raksasa oleh Kor-Ut yang konon dimaksudkan untuk mengancam kedudukan Kor-Sel sebagai tuan rumah pesta olah raga Olimpiade 1988. Proyek bendungan senilai US$ 1,6 milyar itu, menurut Menhan Kor-Sel Lee Ki Baek merupakan ancaman bagi Kor-Sel. "Jika bendungan itu roboh, 20 milyar ton kubik air akan menewaskan 15 juta penduduk, mengurung pasukan militer Kor-Sel di bagian utara, dan Seoul pun terendam banjir. "Pembangunan bendungan antara lain dipantau oleh pesawat intel AU-AS jenis SR-17 Blackbird, yang melaporkan adanya kegiatan luar biasa yang kini berlangsung di daerah Pegunungan Kumgangsan (Gunung Intan). Di sana, konon, Kor-Ut mengerahkan 50.000 personel militernya untuk membangun bendungan raksasa sebagai sumber pembangkit tenaga listrik berkekuatan 800.000 kW. Untuk menandingi, Kor-Sel telah bersiap membangun bendungan tandingan, yang menurut rencana akan dimulai Maret 1987. Bendungan yang besarnya melebihi bendungan 'Gunung Intan' milik Kor-Ut itu -- kapasitasnya sama -- tingginya 220 meter dengan panjang 1.200 meter, dan memiliki satu kelebihan: mekanisme bendungan itu bukan saja bisa menahan arus dari Utara, tapi juga membalik arus sehingga membanjiri daerah di Kor-Ut. Dan Letkol Kwon Haing Keun, komandan satuan pasukan Kor-Sel di perbatasan berkata lirih di lokasi tempat bendungan akan dibangun, "Selamat datang di tempat indah ini. Kami menyesal bahwa di sini akan dibangun lambang perang, bukan taman perdamaian." Didi Prambadi, Laporan Yuli Ismartono (Seoul)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini