KONON beredar lelucon di antara warga Baghdad. Kata mereka daerah zone larangan terbang ketiga adalah Kota Baghdad sendiri. Sebab, setengah dari 5 juta warga Baghdad penganut Syiah. Ini adalah reaksi getir sebagian warga Irak atas diterapkannya zone larangan terbang di wilayah Irak Selatan, basis utama warga penganut Syiah. Seperti diketahui, zone larangan terbang ini diterapkan sepihak oleh AS, Prancis, dan Inggris, akhir Agustus lalu. Tujuannya, konon, untuk melindungi warga muslim Syiah dari pembantaian tentara Saddam Hussein. Payung udara serupa sudah ada sebelumnya diutara Irak, untuk melindungi suku Kurdi. Tapi mengapa baru kini Washington mau melindungi kaum Syiah? Seusai Perang Teluk, kaum Syiah pernah membuktikan kemampuan mereka merebut beberapa kota dalam upaya menggulingkan Saddam. Washington rupanya saat itu takut bila Irak kemudian dikuasai kaum Syiah. Kini rupanya Washington sudah lebih "memahami" gerakan oposisi di Irak. AS kini yakin, seperti halnya kasus suku Kurdi Irak, kaum Syiah Irak tak berniat memecah negara Irak atau mendirikan negara Islam radikal yang pro-Teheran. "Kami tak ingin lepas dari Baghdad atau bergantung pada Teheran. Kami cuma ingin disamakan hak di negara sendiri,"ujar juru bicara kaum Syiah Irak belum lama ini di Damaskus. Maka, bisa juga alasan diberlakukannya zone larangan terbang di Irak Selatan kini berkaitan dengan upaya menggusur Saddam. Yakni dengan meningkatkan kegiatan pemberontakan disana. Terutama setelah berita kian banyaknya anggota tentara Saddam yang melakukan desersi dan bergabung dengan kubu Syiah. "Para tentaralah yang paling mungkin mendongkel Saddam," kata seorang pejabat di Gedung Putih belum lama ini. Dengan menerapkan payung udara di Selatan Irak, konon, Gedung Putih juga mau meyakinkan kekuatan politik dan militer di Baghdad akan kesungguhannya untuk mencopot Saddam. Soalnya, selama ini kabarnya, para calon pemberontak militer dan politik di Baghdad percaya bahwa Washington berniat dan berkepentingan tetap mempertahankan Saddam dikursinya, antara lain agar negara-negara Arab sekutunya tetap bergantung pada AS. Ini juga analisa banyak pengamat Teluk. Seandainya itu benar, kini ada faktor yang mesti juga diperhitungkan. Kabarnya, Iran gencar mengirimkan senjata kegerilyawan Syiah di Irak. Berita ini membuat cemas negara-negara Arab, khususnya kerajaan-kerajaan kecil di kawasan Teluk. Ini tercermin dari kecaman keras negara-negara Arab Teluk terhadap klaim Iran atas tiga pulau di mulut Teluk Persia, yang letaknya strategis. Dan Teheran menegaskan kembali sahnya pemilikan Iran atas pulau-pulau tersebut. Maka, belakangan angin kekhawatiran atas ekspor revolusi Iran rupanya kembali berembus. Teheran diduga sudah kiankuat dan pulih dari bencana perang, dan dikhawatirkan secara militer sudah makin kuat. Setidaknya angkatan udara Iran sudah makin kukuh dengan adanya 148 pesawat tempur Irak, yang diselamatkan ke Teheran selama Perang Teluk yang lalu. Dan pekan lalu, Presiden Iran Rafsanjani diberitakan membeli perangkat nuklir dari RRC. Bila itu benar, AS dalam dilema serius. FS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini