PRESIDEN Bush tentu tak bermaksud main api. Dua pekan lalu ia mengizinkan penjualan 150 jet tempur F-16 pada Taiwan. Meski ada protes dari RRC, Bush tentu tahu perimbangan militer di kawasan ini tak akan berubah: tambahan 150 jet tempur itu tak akan berarti apa-apa mengingat kekuatan udara Taiwan kini hanya 420-an pesawat sedangkan RRC punya 4.000. Yang jelas, Bush dengan izinnya itu sangat menolong General Dynamics, pabrik F-16 yang berada di Negara Bagian Texas. Menurut majalah The Economist, penjualan F-16 total senilai US$ 6 milyar itu menyelamatkan 3.000 dari 5.800 karyawan pabrik itu, yang sedianya akan diberhentikan. Konon ini juga merupakan sebagian kampanye Bush untuk pemilihan presiden AS November nanti. Itu menjadi jelas pada Jumat pekan lalu, ketika Bush mengumumkan penjualan 72 pengebom F-15 bikinan McDonnell Douglas, total senilai US$ 9 milyar, ke Arab Saudi. Kata Bush, di depan para pekerja pabrik itu, "Saya menyadari, beberapa tahun belakangan ini adalah masa sulit bagi perusahaan ini . . .. Dalam masa transisis ekonomi ini, saya akan melakukan semaksimal mungkin untuk mempertahankan peluang kerja bangsa Amerika." Jadi, tampaknya hal penjualan F-16 ini lebih merupakan kasus Amerika. Tapi tak berarti tidak ada sesuatu di kawasan Timur Jauh. Sebelum Bush memberi izin penjualan jet tempur keTaiwan, sudah ada kontrak pembelian 30 jet penyergap Rusia SU-27 oleh RRC. Konon itu merupakan bagian dari rencana pembelian 72 SU-27 dan 24 penyergap MiG-31 Rusia, dua jenis pesawat tempur produk termodern Rusia. Bisa jadi karena ini lalu Bush tak sungkan untuk melanggar perjanjian bilateral AS-RRC tahun 1982, bahwa pihak Amerika akan membatasi dan mengurangi penjualan keperluan militer ke Taiwan. Namun, yang menarik, Taiwan ternyata tak cuma membeli pesawat tempur dari Amerika. Belakangan negeri yang memiliki 370.000 tentara ini membeli pula 60 Mirage 2000 dari Prancis senilai US$ 2,6 milyar. Itu merupakan harga obral, 20% lebih rendah daripada biasanya, konon karena lima tahun belakangan ini pabrik pembuatnya sepi order. Taiwan yang getol belanja pesawat ini tentu tak semata karena baru-baru ini Beijing memulihkan hubungan dengan Korea Selatan. Pemulihan hubungan yang membuat Taiwan merasa dikhianati, yang lalu memutuskan hubungan diplomatik dengan Seoul. Tapi apa yang ada di balik kegiatan belanja Taiwan itu, tak jelas diketahui karena negeri ini bungkam seribu bahasa dalam soal ini. Yang jelas ada preseden baru yang muncul. Kata Ron Montaperto, ahli Asia di National Defence University, Washington, "Ini menjadi preseden baru yang akan memudahkan negara lain menjual senjata ke Taiwan . . .." Bila itu benar, tak kecil kemungkinan munculnya perlombaan senjata di Timur Jauh dalam waktu dekat. Dan jangan-jangan ini merupakan rekayasa pihak yang empunya industri militer, yang lagi lesu belakangan ini, setelah perang dingin habis. Sri Indrayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini