Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Perang Usai

Pejabat Amerika Serikat diduga menilap dana rekonstruksi Irak. Contoh buruk bagi pemerintah baru Irak.

16 Mei 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah perang usai, Irak belum juga menemukan damai. Program rekonstruksi Irak kemudian melahirkan sejumlah persoalan baru bagi kocek Amerika. Salah satu masalah itu adalah problem klasik: sebagian dana program rekonstruksi Irak yang dicairkan pasca-invasi AS menguap tak tentu arah. Apalagi jumlahnya mencapai jutaan dolar. Tak urung, Kongres Amerika Serikat pun mencak-mencak gara-gara menguapnya dana itu.

Penyelewengan dana itu dapat diendus oleh Inspektorat Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Irak (SIGIR) dua pekan lalu. Dalam laporan setebal 36 halaman itu terungkap bahwa dari total US$ 119,9 juta (sekitar Rp 1 triliun) dana rekonstruksi, US$ 7,2 juta raib tak berbekas sementara US$ 89,4 juta lainnya tak bisa dipertanggungjawabkan karena tak ada bukti pengeluarannya. "Kami tidak tahu ke mana larinya uang itu," kata James Mitchell, Asisten Inspektur Jenderal SIGIR.

Inilah salah satu ironi bagi AS yang selama ini merasa menjadi "pembebas" Irak. Berbekal semua kedigdayaan teknologi mesin perang hingga puluhan ribu personel tempur yang diturunkannya, AS memang berhasil menduduki Irak. Namun, ketika Presiden George W. Bush menyatakan perang usai, pemerintah pendudukan AS di bawah pimpinan Paul Bremer ternyata kedodoran ketika harus menyelesaikan hal-hal yang tampak begitu remeh-temeh: keuangan.

Salah satu tugas penting Bremer sejak memegang tampuk kekuasaan di Irak pada Juni 2003 hingga Juni 2004 adalah menangani program rekonstruksi Irak bernilai jutaan dolar. Duit ini disalurkan oleh Dana Pembangunan Irak (DFI), sebuah lembaga yang dibentuk lewat resolusi PBB. Tugas lembaga ini adalah menggelontorkan dana ke lembaga penyalur yang kemudian mendistribusikannya kepada kontraktor yang umumnya dari Amerika Serikat.

Nah, laporan penggunaan dana itulah yang dipelototi auditor SIGIR dengan kening berkerut. Memang, DFI telah mengucurkan uang tunai jutaan dolar ke sejumlah agen yang bertanggung jawab mendistribusikan uang itu untuk program rekonstruksi di area tertentu. Menurut aturan main, agen itu harus menandatangani tanda terima dan dokumen lain untuk uang yang dikeluarkannya. Tapi prosedur standar ini ternyata sering dilanggar. Cobalah tengok beberapa detail laporan SIGIR itu.

Pemeriksaan terhadap catatan keuangan antara Juni 2003 dan Oktober 2004 menunjukkan pembukuan yang payah. Penyelidik juga menemukan indikasi kecurangan yang kuat. Misalnya, auditor menemukan satu lembaga penyalur gagal menunjukkan dokumen pertanggungjawaban keuangan yang dibutuhkan. Padahal ia telah menyalurkan lebih dari US$ 12,4 juta. Anehnya, pembukuan mereka dinyatakan bersih oleh auditor mereka.

Ada pula penyalur lain yang tetap mendistribusikan uang, meski tugas mereka sudah dicabut tiga pekan sebelumnya. Gawatnya, penyalur itu mengatakan bahwa uang sebesar US$ 1,8 juta telah hilang begitu saja dari pembukuan mereka. Sementara itu, ada dua penyalur dana yang dibiarkan meninggalkan Irak sebelum mempertanggungjawabkan keuangan. Satu di antaranya mendapat kucuran uang US$ 1,4 juta dan tak bisa mempertanggungjawabkan pengeluarannya. Maka, tak aneh jika pada kesimpulannya SIGIR menyatakan, "diduga ada potensi penggelapan."

Laporan SIGIR tentu saja segera membuat kantor Kongres AS, Capitol Hill, hiruk-pikuk. Kubu Demokrat serta-merta menuding pemerintah Presiden Bush tak becus mengelola dana rekonstruksi Irak. Apalagi dana itu bukan berasal dari pembayar pajak AS, namun diperoleh dari hasil penjualan minyak Irak hasil rampasan kekayaan bekas presiden Saddam Hussein.

Bahkan Senator Russ Feingold dari kubu Demokrat menilai kasus ini mencoreng kredibilitas AS membantu rekonstruksi Irak selama ini. Polah warga negara AS yang menilap dana rekonstruksi itu pun diduga akan memberi pengaruh buruk pada pemerintah baru Irak. "AS berisiko membantu mengembangkan budaya korupsi di Irak," ujar Feingold.

Namun, juru bicara Departemen Pertahanan, Letnan Kolonel Rose-Ann Lynch, berkilah. Menurut dia, pejabat sipil dan militer AS di Irak sudah melakukan hal terbaik yang dapat mereka lakukan. Ia menuding kekacauan perang sebagai sumber masalah. "Dalam banyak situasi, orang memang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan perang," katanya.

Raihul Fadjri (BBC, Knight Ridder Newspapers, AP)


Modus Penilapan Dana Rekonstruksi Irak:

US$ 23 juta Lebih dari 600 pembayaran sebesar US$ 23 juta menggunakan formulir isian yang salah.

US$ 300 ribu Sepuluh pembayaran lebih dari US$ 300 ribu diserahkan pada kontrak yang ditunda.

US$ 700 ribu Dua penyalur dana meninggalkan Irak dengan menyeimbangkan pembukuan lebih dari US$ 700 ribu tanpa penjelasan.

Pembayaran Ganda Kontraktor dibayar dua kali untuk pekerjaan yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus